Presiden petahana Alexander Lukashenko memenangkan pemilihan presiden Belarus. Kepastian itu didapat berdasarkan pengumuman yang dirilis Senin pagi oleh Komisi Pemilihan Umum negara tersebut. Ini adalah kemenangan ke-7 nya dalam pemilihan presiden.
Data awal dari Komisi Pemilihan Umum menunjukkan bahwa Lukashenko memperoleh 86,82 persen suara. Sergei Syrankov, Oleg Gaidukevich, Anna Kanopatskaya dan Alexander Khizhnyak masing-masing memperoleh 3,21 persen, 2,02 persen, 1,86 persen dan 1,74 persen suara.
Berdasarkan hukum Belarus, seorang kandidat presiden yang memperoleh lebih dari 50 persen suara dinyatakan sebagai pemenang.
Presiden Belarus dipilih melalui pemungutan suara langsung dan masa jabatannya adalah lima tahun. Komisi pemilihan Belarus akan mengumumkan hasil akhir pemungutan suara paling lambat pada tanggal 5 Februari.
Karier politik kontroversial Lukashenko
Alexander Lukashenko, yang sering disebut sebagai "bapak negara" oleh pendukungnya, telah memegang jabatan Presiden Belarus sejak tahun 1994. Ia menjadi presiden pertama Belarus setelah negara tersebut meraih kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991. Karier politiknya dimulai sebagai kepala kolektif pertanian dan anggota parlemen, sebelum ia berhasil memenangkan pemilu presiden dengan platform yang menjanjikan stabilitas ekonomi, anti-korupsi, dan nostalgia terhadap era Soviet.
Selama masa jabatannya, Lukashenko memperkuat kekuasaannya dengan mengonsolidasikan kendali atas lembaga-lembaga negara, memodifikasi konstitusi untuk menghilangkan batas masa jabatan presiden, dan mengadopsi kebijakan yang mempertahankan hubungan erat dengan Rusia.
Dalam dunia politik Belarus, Lukashenko memainkan peran sentral sebagai pemimpin otoriter yang mengontrol hampir semua aspek pemerintahan. Ia dikenal karena pendekatannya yang keras terhadap oposisi politik, media independen, dan organisasi masyarakat sipil.
Pemilu-pemilu di bawah rezimnya sering dikritik oleh komunitas internasional karena dianggap tidak bebas dan tidak adil. Protes besar-besaran terjadi pada tahun 2020 setelah pemilu presiden yang diklaim Lukashenko dimenangkan dengan mayoritas besar, yang memicu tuduhan kecurangan. Demonstrasi tersebut menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap pemerintahannya, namun dibalas dengan tindakan represif, termasuk penangkapan massal dan pembubaran paksa.
Di kancah internasional, status Lukashenko sering menjadi kontroversi. Ia dianggap sebagai salah satu pemimpin terakhir "gaya Soviet" di Eropa dan mendapat julukan "diktator terakhir Eropa" oleh media Barat. Meski menghadapi sanksi dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, Lukashenko terus mempertahankan aliansi strategis dengan Rusia, yang sering kali menjadi penyelamat ekonominya melalui pinjaman dan subsidi energi. Namun, hubungan ini tidak selalu mulus, karena Belarus dan Rusia beberapa kali berselisih mengenai isu perdagangan dan kedaulatan. Ketergantungan Belarus pada Rusia juga menimbulkan kritik, karena dianggap melemahkan independensi negara tersebut.
Meskipun kepemimpinan Lukashenko membawa stabilitas relatif selama tahun-tahun awalnya, banyak pihak menilai gaya pemerintahannya menghambat perkembangan demokrasi dan modernisasi di Belarus. Pemerintahannya telah menciptakan polarisasi di antara rakyatnya: sebagian mendukungnya karena keberhasilannya menjaga tradisi dan kestabilan ekonomi, sementara yang lain menganggapnya sebagai penghalang utama bagi reformasi politik dan kebebasan. (ap,china.org)