close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi senjata api./Foto Skitterphoto/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi senjata api./Foto Skitterphoto/Pixabay.com
Peristiwa
Sabtu, 22 Maret 2025 13:11

Kematian Iptu Lusiyanto dan problem senjata di luar barak TNI

Kasus tindak pidana oleh personel TNI yang melibatkan senjata terus terjadi.
swipe

Kasus prajurit aktif TNI menyalahgunakan senjata untuk tindakan kriminal atau perbuatan melanggar hukum lainnya terus berulang. Teranyar, seorang personel TNI diduga menembak mati tiga anggota Polres Polres Way Kanan. Salah satu korban ialah Kapolsek Negara Batin Iptu Lusiyanto.

Ketiga personel kepolisian itu dibunuh saat menggerebek lokasi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, Senin (17/3). Iptu Lusiyanto dan kawan-kawan diduga dieksekusi usai cek-cok dengan personel TNI perkara setoran.

Kasus TNI menggunakan senjata untuk kejahatan terjadi dalam kasus penembakan bos rental CV Makmur Raya, Ilyas Abdurrahman, belum lama ini. Salah satu anggota TNI angkatan laut (AL) menembak Ilyas hingga tewas di rest area Tol Tangerang-Merak setelah terjadi cek-cok atas dugaan penggelapan mobil. 

Kasus serupa juga di Aceh. Seorang prajurit TNI AL Lhokseumawe, Kelasi Dua DI, menembak mati Hasfiani alias Imam, seorang sales mobil yang juga bekerja sebagai perawat di Puskesmas Babah Buloh, Kabupaten Aceh Utara. Korban ditemukan tewas di semak belukar kawasan Gunung Salak, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara, Senin (17/3) lalu.

Tiga hari sebelum jasadnya ditemukan, Imam didatangi oleh pelaku di showroom mobil tempatnya bekerja. Pelaku berpura-pura ingin membeli mobil dan meminta test drive Toyota Innova BL 1539 HW. Imam pun menemani pelaku dalam mobil. Namun, saat mobil melaju menuju arah Medan, Sumatera Utara, terdengar suara tembakan yang diduga menewaskan Imam.

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi merinci sejumlah faktor yang jadi penyebab maraknya kasus tindak pidana yang pelakunya personel TNI. Salah satunya ialah karena pengawasan yang lemah.

Prajurit TNI, kata Fahmi, sangat mudah keluar dari barak untuk keperluan di luar tugas kedinasan. Bahkan, mereka sengaja membawa senjata saat berada di luar barak. Selain itu, terbangun kultur saling melindungi saat salah satu personel kedapatan melakukan pelanggaran.

"Meskipun ada sistem disiplin dan aturan ketat di lingkungan militer, pengawasan terhadap kehidupan pribadi dan aktivitas ekonomi prajurit di luar dinas sering kali kurang optimal. Celah ini memungkinkan oknum prajurit terlibat dalam kegiatan ilegal seperti judi, bisnis ilegal, atau bahkan kejahatan dan kekerasan," kata Fahmi kepada Alinea.id, Jumat (21/3).

Sistem peradilan militer yang masih tertutup juga minim memberikan efek jera. Pengadilan militer, kata Fahmi, kerap mengeluarkan vonis hukuman yang jauh lebih ringan kepada personel TNI yang terlibat kasus pidana jika dibandingkan peradilan umum. 

Di sisi lain, himpitan ekonomi membuat prajurit TNI aktif mudah terjebak dalam lingkaran bisnis ilegal dan sindikat kejahatan. "Awalnya hanya menjadi pelindung. Namun, akhirnya mereka terlibat lebih jauh dalam aktivitas ilegal itu sendiri," imbuh Fahmi. 

Faktor lainnya ialah terbukanya celah penyalahgunaan senjata oleh prajurit TNI aktif yang di luar kedinasan. Itu terjadi karena lemahnya pengawasan dan kontrol senjata. Padahal, penggunaan senjata harus melalui prosedur ketat, seperti pencatatan, perizinan dari atasan, serta pengecekan kembali setelah dikembalikan. 

"Selain itu, faktor psikologis juga berperan besar. Dalam studi psikologi kriminal, ada konsep yang disebut weapon effect, yaitu kecenderungan seseorang untuk lebih mudah menggunakan kekerasan jika memiliki akses terhadap senjata," jelas Fahmi.

Selain itu, menurut Fahmi, terdapat banyak kasus senjata tidak dikembalikan setelah tugas selesai karena kelalaian dalam sistem administrasi atau karena kongkalikong antara prajurit TNI dengan atasan. Dalam beberapa kasus, atasan seolah membolehkan penggunaan senjata untuk kepentingan pribadi.

"Celah lain yang sering terjadi adalah penggunaan senjata pribadi yang tidak terdaftar secara resmi. Beberapa prajurit memiliki senjata ilegal yang diperoleh dari sumber luar yang kemudian digunakan di luar tugas kedinasan. Hal ini tentu saja lebih sulit untuk dikontrol karena senjata tersebut tidak masuk dalam sistem logistik resmi TNI," kata Fahmi. 

Fahmi menilai untuk menanggulangi penyalahgunaan senjata oleh prajurit, TNI perlu berbenah. Salah satu langkah utama adalah memperketat pengawasan dan pencatatan penggunaan senjata di setiap satuan. Selain itu, perlu ada audit berkala untuk memastikan tidak ada senjata yang digunakan di luar kepentingan dinas. 

"Sistem ini harus diawasi oleh komandan satuan serta polisi militer agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam distribusi senjata. Perubahan budaya organisasi harus dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai disiplin dan integritas yang lebih kuat. Tidak boleh ada toleransi terhadap penyalahgunaan wewenang di semua tingkatan, termasuk dalam hal penggunaan senjata," tutur Fahmi.

Jika institusi TNI benar-benar menerapkan pendekatan ini secara konsisten, penyalahgunaan senjata dan keterlibatan prajurit dalam kejahatan dapat ditekan secara signifikan, dan kepercayaan publik terhadap TNI bisa tetap terjaga," kata Fahmi. 

Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad menilai penyalahgunaan senjata oleh prajurit TNI untuk tindakan kriminal dan perbuatan melanggar hukum terjadi karena tidak ada evaluasi serius dari institusi TNI. Padahal, penggunaan senjata untuk kejahatan oleh personel sudah berulang kali terjadi. 

"Kalau ada masalah, pejabat elite di TNI selalu bilang bahwa itu karena jiwa muda (personel TNI yang melakukan kejahatan) dan sebagainya. Padahal, ini masalah sistem pengawasan," kata Hussein kepada Alinea.id.

Hussein sepakat perlunya peradilan militer yang transparan dan benar-benar adil demi menimbulkan efek jera. Peradilan militer, kata Hussein, kerap hanya memberi hukuman ringan kepada prajurit TNI yang terbukti melanggar hukum.

"Tetapi, kita perlu fair melihat mengapa banyak prajurit TNI menjadi beking bisnis ilegal dan menyalahgunakan senjata di luar kepentingan dinas. Ini karena banyak prajurit TNI itu tidak sejahtera di bawah. Mereka banyak yang terlilit himpitan ekonomi. Ini masalah yang sudah sejak lama didiamkan dan tidak dipedulikan oleh pejabat elite TNI," kata Hussein.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan