Momen libur panjang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 perlu menjadi perhatian segenap angkutan bus pariwisata yang akan mengambil kesempatan mendulang untung. Sopir, awak bus, dan kondisi armada harus dicek secara teliti oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar tak terjadi kecelakaan.
Sebabnya, kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata sudah sering kali terjadi. Terbaru, bus pariwisata menabrak seorang pengendara sepeda motor hingga tewas di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Senin (16/12). Usai menabrak, sopir bus melarikan diri.
Sebelumnya pada Minggu (15/12), insiden yang melibatkan bus pariwisata dan sepeda motor juga terjadi di Jalan Raya Pacitan-Solo. Akibatnya, dua pengendara sepeda motor mengalami luka-luka.
Sehari sebelumnya, Sabtu (14/12), sebuah bus pariwisata “adu banteng” dengan truk angkutan tanah di Jalan Raya Banten Lama, Kota Serang. Diketahui, bus itu membawa rombongan ziarah dari Kebumen, Jawa Tengah. Akibatnya, sopir truk dan anaknya mengalami luka parah.
Kemudian, sepekan sebelumnya, tepatnya Kamis (7/11), kecelakaan terjadi melibatkan bus pariwisata dengan mobil pikap di Jalan Denpasar-Gilimanuk, Bali. Akibat insiden itu, sopir mobil pikap tewas.
Yang paling menjadi sorotan adalah kecelakaan bus pariwisata yang membawa rombongan pelajar SMK asal Depok di kawasan Ciater, Subang, Jawa Barat pada Sabtu (11/5). Imbas kecelakaan itu, 10 anggota rombongan bus yang merupakan pelajar dan guru tewas, satu orang korban tewas lainnya merupakan pengendara sepeda motor.
Segala hal yang harus diperhatikan
Menanggapi masalah ini, pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto menilai, kejadian rentetan kecelakaan bus pariwisata yang sering terjadi perlu menjadi pelajaran agar momen libur Natal dan tahun baru tidak berujung maut. Pengemudi dan perusahaan bus pariwisata, kata dia, harus bertanggung jawab terhadap kualitas armada yang akan dijalankan.
“Kualitas bus yang dioperasionalkan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Kondisi mesin harus prima, sistem rem harus bagus, termasuk sistem perlampauan,” ujar Budiyanto kepada Alinea.id, Senin (16/12).
“Pastikan bahwa setiap tempat duduk sudah terpasang sabuk keselamatan.”
Selain itu, pihak perusahaan bus harus mencantumkan tentang izin yang masih berlaku. Sedangkan pengemudi harus memahami etika berkendara agar wisatawan merasa aman dan nyaman. Sayangnya, banyak perusahaan bus pariwisata yang asal merekrut pengemudi, tanpa melihat kedisiplinannya.
“Kecelakaan lalu lintas yang terjadi, biasanya karena sopir tidak disiplin dan abai terhadap masalah-masalah keselamatan,” kata Budiyanto.
“(Misalnya, sopir) mengemudikan ranmor (kendaraan bermotor) melebihi batas kecepatan, kurang paham terhadap medan yang dilalui, termasuk bagaimana mengantisipasi apabila bertemu dengan jalan yang menanjak atau sebaliknya.”
Budiyanto melanjutkan, pengemudi bus pariwisata mesti piawai dan terlatih membaca kondisi saat kapan harus menggunakan rem bantuan supaya rem utama tidak blong.
“Sopir harusnya paham. Apabila tidak paham, (maka) hanya berfokus pada penggunaan rem utama, (yang berakibat) bisa terjadi panas dan rem bisa blong,” tutur Budiyanto.
“Inilah hal yang perlu ditekankan agar sopir mampu mengantisipasi.”
Dia menjelaskan, sebelum bertugas, sopir pun wajib dipastikan dalam kondisi prima. Soalnya, seorang pengemudi harus berlaku wajar dan penuh konsentrasi.
“Tidak sakit, tidak dalam kondisi lelah, dan sebagainya,” kata Budiyanto.
Sementara itu, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai, momen Natal dan tahun baru perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan pengusaha angkutan karena potensi pergerakan masyarakat sangat tinggi. Tak terkecuali yang memang murni memanfaatkan libur panjang untuk wisata.
“Berdasarkan hasil survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (pergerakan warga) sebanyak 45,67% pergi ke lokasi wisata. Selanjutnya, liburan untuk pulang kampung 31,36%, merayakan Natal dan tahun baru di kampung halaman 19,96%, dan tugas atau pekerjaan 2%,” ujar Djoko, Senin (16/12).
Merujuk Surat Edaran Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. SE/8/DI.01.01/MK.2022 tentang Keselamatan Transportasi Wisata, Djoko mengatakan, oemerintah sudah memberi panduan bagi pengguna jasa transportasi wisata. Dalam aturan itu disebutkan, pengguna jasa transportasi wisata disarankan menggunakan armada yang sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan, serta memiliki perizinan resmi.
“Tempat wisata dan taman rekreasi ikut serta mendukung dengan menyediakan tempat istirahat bagi pengemudi transportasi wisata,” ujar dia.
“Perusahaan jasa transportasi wisata melakukan pengecekan secara rutin, (serta melakukan) pelaksanaan dan pengawasan terhadap penerapan sistem manajemen keselamatan.”
Di samping itu, perusahaan jasa transportasi wisata yang telah memiliki izin resmi, harus memastikan sudah melakukan pengutipan iuran wajib sebagai bentuk tanggung jawab dalam memberikan jaminan perlindungan dasar pada wisatawan yang menjadi korban kecelakaan.
“Perusahaan jasa transportasi wisata harus memperhatikan jumlah penumpang agar tidak melebihi kapasitas,” ujar Djoko.
Kemudian pemerintah daerah, asosiasi, dan pengguna transportasi wisata, turut membantu mengawasi penerapan standar manajemen keselamatan angkutan pariwisata dan melaporkan kepada pihak berwenang jika terdapat pelanggaran.
Selanjutnya, perusahaan jasa transportasi wisata dan semua pihak harus mewaspadai perkembangan perubahan cuaca dan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait potensi bencana.
Terakhir, Djoko menyarankan, warga yang akan menyewa bus wisata, tidak mudah tergiur dengan tarif sewa yang murah, tetapi abai aspek fasilitas keselamatan, seperti ketersediaan alat P3K, palu pemecah kaca, alat pemadam kebakaran, dan pintu darurat.
“Perlu diketahui, hingga sekarang masih ada sejumlah bus yang tidak memiliki izin dan tidak melakukan kir,” tutur Djoko.