close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas memadamkan api dari kebakaran rumah di Jalan Kemayoran Gempol, Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025)./Foto Instagram @humasjakfire
icon caption
Petugas memadamkan api dari kebakaran rumah di Jalan Kemayoran Gempol, Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025)./Foto Instagram @humasjakfire
Peristiwa - Kebakaran
Jumat, 24 Januari 2025 16:02

Mengantisipasi kebakaran di gedung-gedung Jakarta

Sebanyak 694 gedung bertingkat di Jakarta belum memenuhi syarat proteksi kebakaran.
swipe

Kebakaran hebat yang melalap Glodok Plaza, Tamansari, Jakarta Barat pada Rabu (15/1) malam, hingga Kamis (23/1), menewaskan 12 orang dan 14 orang lainnya masih hilang. Belakangan diketahui, Glodok Plaza tidak memenuhi syarat proteksi kebakaran, berdasarkan data tahun 2023.

Hal itu diungkap Plt. Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta Satriadi Gunawan. Dikutip dari Antara, sejak 2023 Gulkarmat DKI Jakarta sudah menyatakan Glodok Plaza belum memenuhi persyaratan keselamatan kebakaran.

Satriadi mengatakan, syarat proteksi kebakaran itu, antara lain proteksi kebakaran aktif dan pasif seperti sprinkle dan sprint protector, serta alat evakuasi seperti tangga dan manajemen keselamatan kebakaran gedung.

Selain Glodok Plaza, Dinas Gulkarmat DKI Jakarta menyebut, sebanyak 694 gedung bertingkat di Jakarta belum memenuhi syarat proteksi kebakaran. Dari 694 gedung itu, Satriadi menyebut, sebanyak 361 gedung bertingkat tinggi (delapan lantai ke atas), 333 gedung lainnya bertingkat rendah (delapan lantai ke bawah).

Satriadi menambahkan, Gulkarmat DKI Jakarta sudah memeriksa 2.609 gedung bertingkat. Sebanyak 1.228 gedung bertingkat tinggi, sedangkan sisanya gedung bertingkat rendah.

Jakarta, belakangan ini kerap dilanda kebakaran. Di samping Glodok Plaza, pada Selasa (21/1), kebakaran menghanguskan 543 rumah warga di Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat. Di hari yang sama, gedung chiller AC milik Panin Bank di Senayan, Jakarta Pusat pun terbakar. Lalu, kebakaran di hari itu juga melanda 2o kamar indekos di Mangga Dua Selatan, Jakarta Pusat.

Dalam perspektif kesejahteraan sosial, sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis memandang kebakaran di Jakarta dari dua pola: sebelum kejadian dan setelah kejadian.

Banyak tempat-tempat publik atau kawasan permukiman di Jakarta, kata dia, memang berisiko kebakaran. Pemicu utamanya adalah korsleting listrik dan sambungan instalasi listrik yang banyak melilit. Dengan kondisi seperti itu, Rissalwan mengatakan, daerah rawan kebakaran seharusnya punya mitigasi yang bisa dilakukan secara pribadi oleh pemilik rumah atau secara komunal jika memungkinkan.

“Jadi, sebelum kejadian, seharusnya ada upaya untuk mencegah (kebakaran) itu,” ujar Rissalwan kepada Alinea.id, Kamis (23/1).

Bila di permukiman, dia menyarankan, seharusnya tokoh di lingkungan perumahan menyadari ada ancaman titik api. Hal ini, lanjut dia, seharusnya menjadi catatan. Menggalang dana untuk tujuan kedukaan yang bersifat rumah tangga juga diperlukan jika terjadi musibah kebakaran.

Jika potensi kebakaran ada di tempat-tempat publik, seperti mal atau gedung perkantoran, Rissalwan menuturkan, seharusnya pemilik properti memiliki asuransi. Namun, asuransi bukan semata-mata untuk mengganti aset properti yang rusak, tetapi juga untuk orang-orang yang datang dan beraktivitas di gedung itu.

“Kalau ada yang meninggal dunia, tentu akan diberikan santunan yang sesuai dengan kematian. Jadi, tentu ada standarnya,” tutur Rissalwan.

“Saya kira beberapa waktu yang lalu sudah mulai marak di hotel kita ada safety induction.”

Sementara itu, pakar manajemen bencana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Arif Rianto Budi Nugroho menjelaskan, gedung bertingkat di Jakarta memang banyak yang belum memenuhi standar keselamatan penanganan kebakaran.

Buktinya, pengelola beberapa gedung tidak memiliki sarana dan prasarana penunjang sistem penanggulangan kebakaran. Termasuk sumber daya manusia dan lingkungan yang tidak tanggap kebakaran.

“Seperti, apakah tersedia hidran? Manusia yang bertanggung jawab pada gedung itu juga perlu dilatih setiap saat dan secara periodik,” ujar Arif kepada Alinea.id, Kamis (23/1).

“Selanjutnya juga perlu ada pengelola untuk proteksi, pengawasan, ataupun pengendalian (situasi) gedung.”

Arif mengatakan, setiap gedung tinggi di Jakarta harus sudah mulai diperiksa secara berkala untuk memastikan sarana dan prasarana proteksi kebakaran tersedia dan berfungsi dengan baik. Selain itu, perlu dilakukan langkah pencegahan kebakaran.

“Pertama, kebijakan untuk bagaimana keselamatan kebakaran. Kedua, perencanaan persiapan penanggulangan kebakaran,” kata Arif.

“Kemudian pengorganisasian tim pemadam kebakaran. Terakhir, pembinaan dan pelatihan kepada tim tersebut.”

Tak kalah penting, dia menambahkan, harus rutin dilakukan gladi resik secara terpadu dalam penanganan kebakaran. Lalu, rutin dilakukan audit keamanan pemadam kebakaran.

Dia melanjutkan, kebakaran pun lazim terjadi karena pengaruh kualitas lingkungan sekitar gedung. Menurut dia, gedung-gedung bertingkat seharusnya tidak berada pada daerah-daerah yang sulit dicapai oleh alat pemadam kebakaran.

“Jadi, jangan sampai kualitas gedung baik, tapi kualitas lingkungan buruk,” kata Arif.

“Penting juga diperhatikan, apakah ada keterhubungan dengan tata kelola listrik atau gas.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan