close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi air keras di dalam botol./Foto cozmicphotos/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi air keras di dalam botol./Foto cozmicphotos/Pixabay.com
Peristiwa - Kriminal
Jumat, 27 September 2024 16:05

Mengendalikan penyalahgunaan air keras untuk kejahatan

Penyerangan terhadap seseorang menggunakan air keras, belakangan ini marak lagi terjadi.
swipe

Muhammad Agus Salim, seorang karyawan sebuah kafe di Jakarta Barat, harus menerima nasib tidak bisa melihat lagi, usia disiram air keras. Peristiwa itu terjadi di Jalan Nusa Indah, Cengkareng, Jakarta Barat pada Minggu (1/9). Dia disiram air keras, saat pulang dari tempat kerjanya bersama sang istri.

Malam itu, mereka yang berboncengan sepeda motor dibuntuti, kemudian dicegat, dan disiram air keras ke bagian wajah. Pelakunya adalah karyawan magang berinisial JJS atau Aji. Motifnya, pelaku merasa sakit hati ketika korban menegurnya karena lalai dalam pekerjaan.

Selang beberapa pekan, tepatnya pada Sabtu (21/9), dua orang petugas dari Tim Patroli Perintis Presisi Polda Metro Jaya disiram air keras saat hendak membubarkan tawuran di Kembangan, Jakarta Barat. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka.

Salah satunya, yakni ISE, 23 tahun, ternyata juga korban penyiraman air keras hingga mengakibatkan mata kirinya mengalami kebutaan. Dia nekat menyiram air keras ke arah polisi karena merasa dendam pada 2023 juga disiram air keras.

Penggunaan air keras untuk melukai orang lain, akhir-akhir ini kembali marak. Apalagi, ternyata untuk mendapatkannya cukup mudah. Aji, tersangka penyiraman air keras kepada Agus misalnya, mengaku membeli air keras di toko online. Sedangkan pelaku penyiraman air keras terhadap dua polisi di Kembangan mengaku mendapatkannya dari toko kimia alngganan bengkel tempat kerja salah seorang tersangka.

Menurut pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, air keras menjadi senjata pelaku kejahatan karena tidak aturan yang melarang aktivitas jual-belinya.

“Meskipun BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mengkategorikan air keras, yang di antaranya asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCI), dan asam fosfat (H3PO4) sebagai jenis bahan kimia berbahaya,” ucap Bambang kepada Alinea.id, Kamis (26/9).

Bambang memandang, mencegah penyalahgunaan air keras untuk tindak kejahatan tidak bisa dengan mengawasi secara ketat aktivitas jual-belinya. Sebab, keberadaan air keras dibutuhkan masyarakat.

Asam sulfat misalnya, digunakan untuk menghidupkan aki kendaraan bermotor, membuat pupuk, deterjen, bahan peledak, zat pewarna, insektisida, obat-obatan, plastik, dan baja. Lalu, asam klorida biasa digunakan untuk membersihkan permukaan logam sebelum dipatri, menghilangkan karat dan kerak besi baja, membersihkan perselen, dan pembuatan plastik.

Asam nitrat digunakan untuk menguji keaslian logam mulia, proses pemurnian logam, dan pereaksi di laboratorium. Sementara asam fosfat digunakan untuk membuat garam fosfat, bahan baku pembuatan pupuk, komponen produk pembersih rumah, serta penguat gigi dan ortopedik.

Meski begitu, Bambang menekankan, dapat diterapkan sanksi yang keras pada oknum yang menyalahgunakannya. “Aparat penegak hukum bisa saja menuntutnya dengan pasal perencanaan pembunuhan, bila korbannya meninggal atau mengalami cacat,” kata Bambang.

“Saat ini problemnya, penegak hukum kita ‘sangat baik’ dan penuh toleransi pada pelaku kejahatan. Perlu diingatkan kembali, pelaku penyiraman air keras pada mantan penyidik KPK Novel Baswedan juga divonis ringan, dengan alasan (motif) sakit hati.”

Tahun 2020, dua pelaku penyiram air keras terhadap Novel pada 2017 divonis masing-masing dua tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan satu tahun enam bulan penjara kepada Ronny Bugis. Keduanya juga harus membayar biaya perkara masing-masing Rp5.000. Padahal, akibat penyiraman air keras itu, mata kiri Novel rusak.

Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Atmajaya Yogyakarta, Al Wisnubroto mengatakan, pencegahan penggunaan air keras untuk tindak kejahatan bisa dilakukan, jika pengawasan dan pengaturan penjualannya di toko kimia diperketat. Semisal, penjual bisa meminta identitas pembeli dan membatasi jumlah yang dibeli.

“Pemerintah atau lembaga terkait dapat mengatur kebijakan yang lebih ketat tentang penjualan air keras, seperti membatasi tempat penjualan atau memerlukan izin khusus untuk membelinya,” tutur Wisnubroto, Jumat (27/9).

Selain itu, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam kampanye bahasa penyalahgunaan air keras. Katanya, harus diingatkan pula air keras bukan senjata, tetapi bahan kimia berbahaya.

“(Kampanye bisa dilakukan) melalui media sosial dan berita dapat digunakan untuk menyebarkan informasi tentang bahasa penyalahgunaan air keras, sertaa penting menggunakannya dengan bijak,” kata Wisnubroto.

Langkah yang tidak kalah penting adalah koordinasi antara polisi dan toko kimia. Caranya, polisi dan toko kimia harus bekerja sama untuk mengidentifikasi dan menghentikan penjualan air keras yang tidak sah. Pihak kepolisian pun dapat memberikan informasi kepada toko kimia tentang pelaku kejahatan yang menggunakan air keras sebagai senjata.

“Toko kimia dapat menggunakan sistem pengawasan seperti CCTV untuk memantau aktivitas penjualan dan mengidentifikasi pelanggan yang mencurigakan,” kata dia.

“Aplikasi yang dapat memantau transaksi dan mengidentifikasi pelanggan yang mencurigakan dapat dikembangkan untuk membantu pengawasan penjualan air keras.”

Terakhir, pemerintah mesti menggunakan pendekatan hukum untuk menindak tegas pelaku kejahatan yang menggunakan air keras sebagai senjata. Ancaman hukuman yang berat dapat memberi efek jera bagi pelaku.

“Dengan menerapkan solusi-solusi di atas, penjualan air keras dapat dikendalikan dan digunakan dengan bijak, serta mencegahnya digunakan sebagai senjata oleh pelaku kejahatan,” ucap Wisnubroto.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan