close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersalaman dengan Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani usai merampungkan sidang paripurna akhir masa jabatan MPR 2019-2024 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, September 2024. /Foto Instagram @bambang.soesatyo
icon caption
Ketua MPR Bambang Soesatyo bersalaman dengan Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani usai merampungkan sidang paripurna akhir masa jabatan MPR 2019-2024 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, September 2024. /Foto Instagram @bambang.soesatyo
Peristiwa
Jumat, 04 Oktober 2024 14:06

Meredupnya sinar politik Bamsoet

Di parlemen, Bamsoet tak lagi memimpin MPR. Di Golkar, Bamsoet juga tak lagi menjabat Waketum.
swipe

Dipilih tanpa pemungutan suara, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani resmi menjadi Ketua MPR RI periode 2024-2029. Pemilihan MUzani diputuskan dalam rapat gabungan pimpinan sementara MPR RI dengan para pimpinan fraksi dan kelompok DPD RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10) malam. 

Muzani menggantikan politikus Golkar Bambang Soesatyo alias Bamsoet yang sebelumnya menjabat Ketua MPR. Golkar legawa kursi Ketua MPR jatuh ke tangan Gerindra. Partai berlambang pohon beringin itu hanya mengirim Kahar Muzakir sebagai Wakil Ketua MPR. 

Lantas bagaimana dengan Bamsoet? Meskipun kembali terpilih sebagai anggota DPR RI untuk keempat kalinya, Bamsoet hingga kini belum punya jabatan strategis di DPR. Padahal, Bamsoet pernah merasakan empuknya kursi Ketua DPR RI.  

"Menjadi anggota DPR/MPR bukanlah sekadar sebuah posisi atau jabatan. Tetapi, sebuah kehormatan karena mewakili suara rakyat," ungkap Bamsoet dalam keterangan tertulis, Rabu (2/10). 

Di Golkar pun demikian. Dalam susunan kepengurusan Golkar di bawah Bahlil Lahadalia, politikus berusia 62 tahun itu belum diberi jatah kursi petinggi. Pada era Airlangga Hartarto, Bamsoet menjabat sebagai salah satu Waketum Golkar. 

Analis politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menilai Bamsoet mulai "terisolasi" sejak Bahlil menduduki kursi Ketum Golkar. Faksi politik Bamsoet tidak bisa menyaingi kekuatan faksi-faksi politik yang saat ini dominan di Golkar. 

"Saya dengar sedang terjadi dinamika fraksi di Golkar yang cukup dinamis. Itu hal biasa terjadi di Golkar. Dinamika ini berimbas pada posisi Bamsoet yang tidak lagi jadi pimpinan MPR," ucap Cecep kepada Alinea.id, Kamis (3/10). 

Cecep melihat elite-elite yang terkonsolidasi memegang kendali Partai Golkar bukan faksi politik yang mendukung Bamsoet. Walhasil, wajar jika Bamsoet akhirnya tersingkir. 

"Ini ujian politik bagi Bamsoet. Padahal, dia cukup banyak berjasa untuk Golkar pada Pemilu 2024 kemarin. Dia aset Golkar sebenarnya," ucap Cecep. 

Di Pileg 2024, Bamsoet lolos ke Senayan dari dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Purbalingga. Jauh mengungguli kandidat dari rekan separtai dan dari partai lain, Bamsoet mengoleksi 80.468 suara.

Cecep menilai karier politik Bamsoet belum sepenuhnya meredup. Bamsoet bisa saja diberi posisi strategis atau dijadikan kandidat menteri dari Golkar di kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).

"Tetapi, itu juga tergantung seberapa dekat Bamsoet dengan Prabowo. Kalau tidak dekat, maka dinamika yang terjadi pada Golkar selama lima tahun ke depan akan jadi ujian buat Bamsoet," ucap Cecep.

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai Bamsoet terpinggirkan dalam belantikan politik parlemen dan Golkar lantaran kerap "bermain sendiri". Ia mencontohkan inisiasi "rekonsiliasi" dengan keluarga-keluarga presiden sebelumnya lewat pencabutan sejumlah tap MPR. 

"Tampaknya, pemerintahan baru tidak terlalu nyaman dengan Bamsoet yang terlalu cerdik dalam berselancar politik. Kahar Muzakir sendiri dikenal luas orangnya ARB (Aburizal Bakri) yang masih punya kaki-kaki politik di Golkar," ucap Zaki kepada Alinea.id, Kamis (3/10).

Zaki juga menganggap wajar jika kursi Ketua MPR jatuh kepada Ahmad Muzani. Prabowo butuh jaring pengaman yang kuat di MPR saat berkuasa nanti. "Yang paling mungkin, kompromi politiknya, Bamsoet masuk kabinetnya Prabowo," imbuh Zaki.

Zaki sepakat ruang politik bagi Bamsoet masih terbuka lebar. Setelah Jokowi lengser, konfigurasi politik tanah air masih bisa berubah. Posisi Bahlil sebagai "perwakilan" Jokowi di Golkar juga belum tentu aman. 

"Jadi masuk, tergeser dan masuk lagi sangat mungkin terjadi. Tinggal bagaimana strategi Bamsoet. Yang kurang dari Bamsoet, ia lebih banyak main di atas, merangkul grassroot-nya kurang. Sebagai politisi kurang populis, terlalu elitis. Itu yang perlu dijadikan catatan," ucap Zaki 

Gerbong politik di Golkar, kata Zaki, juga sangat mungkin ditata ulang seiring berkurangnya pengaruh Jokowi. Gerbong Aburizal Bakrie, misalnya, kini mulai kembali berpengaruh setelah lama mati suri.

"Kisruh Munaslub Kadin lalu jelas menunjukkan kelompok ARB kembali unjuk gigi politik. Sementara gerbong lainnya, faksi LBP (Luhut Binsar Pandjaitan), Akbar Tandjung, Agung Laksono sudah mulai mengecil pengaruhnya," ucap Zaki.
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan