close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membongkar pagar laut di perairan pesisir Tangerang, Banten, Rabu (22/1). /Foto tangkapan layar Instagram @swtrenggono
icon caption
Petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membongkar pagar laut di perairan pesisir Tangerang, Banten, Rabu (22/1). /Foto tangkapan layar Instagram @swtrenggono
Peristiwa
Rabu, 22 Januari 2025 19:06

Mungkinkah daratan baru terbentuk di area pagar laut Tangerang?

Pembangunan pagar laut diduga disponsori dua perusahaan yang terafiliasi dengan Agung Sedayu Group.
swipe

Polemik pagar laut di Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, memasuki babak baru. Setelah simpang siur dan memunculkan beragam spekulasi liar, pemilik area yang dibatasi pagar laut itu kini terungkap. Modus pemagaran kawasan itu mulai terang-benderang. 

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut itu sudah terbit sejak 2023 atau pada era Presiden ke-7RI, Joko Widodo (Jokowi).

"Ini sedang diinvestigasi dan tentunya kita ingin mengetahui seperti apa duduk permasalahannya, kronologisnya seperti apa," kata AHY kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (21/1)

AHY pernah beberapa bulan menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) di era Jokowi. Namun, AHY mengaku tak tahu menahu soal penerbitan SHGB dan SHM tersebut.  "Kalau tidak ada laporan, tidak ada temuan, (tidak akan ketahuan). Tidak mungkin satu per satu kita cek," ujarnya. 

Menurut BHUMI, situs informasi spasial yang dikelola Kementerian ATR, ada sekitar 537,5 hektare lahan di pesisir Tangerang yang masuk dalam SHGB dan SHM. Mayoritas lahan, tepatnya 254 bidang lahan, dikuasai oleh dua perusahaan, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti. 

Pada data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum, kedua perusahaan itu, baik secara langsung atau pun tidak langsung, berada di bawah payung Agung Sedayu Group, kelompok perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan. 

Bersama Salim Group, Agung Sedayu Group tengah mengembangkan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang lokasinya persis bersebelahan dengan titik awal pagar laut. Tak jauh dari pagar laut, Agung Sedayu Group tengah merencanakan pembangunan PIK Tropical Coastland. 

Proyek itu masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN) sejak Maret 2024. Ketika itu, muncul dugaan Jokowi memasukan PIK Tropical Coastland dalam daftar PSN sebagai balas jasa atas investasi Aguan di ibu kota Nusantara. 

Lantas untuk apa pagar laut itu dibangun? Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menduga pembuat pagar laut punya niat untuk membentuk daratan. Pagar laut sepanjang 30 kilometer dididirikan untuk menumpuk sedimentasi di dasar laut. 

"Pemagaran ini dilakukan tujuannya agar tanahnya itu semakin naik. Semakin lama, semakin naik, semakin naik,” kata Trenggono dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/1), seperti dikutip dari Antara. 

Nantinya, tumpukan sedimentasi itu dipakai jadi lahan reklamasi yang terbentuk secara alami. Jika sedimentasi yang terbentuk, pengembang tak perlu menumpuk terlalu banyak tanah dan material untuk membangun daratan di area tersebut. 

Trenggono menegaskan SHGB dan SHM yang diterbitkan untuk area pagar laut tersebut ilegal. Pasalnya, area tersebut masih berupa perairan. "Di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi, itu sudah jelas ilegal," kata dia. 

Namun, dugaan itu sudah dibantah Jaringan Rakyat Pantura (JRP). Koordinator JRP Sandi Martapraja mengklaim pagar laut itu dibangun mandiri oleh organisasinya dan warga setempat. Tujuannya untuk memitigasi dan mencegah abrasi. "Pagar laut dibuat secara mandiri oleh komunitas," kata Sandi. 

Klaim Sandi beralasan lantaran pagar laut memang lazim digunakan di pantai bermangrove untuk meminimalisasi erosi. Sejumlah riset menunjukkan bahwa pagar laut dari bambu dan kayu sudah lama digunakan sebagai pemecah ombak di Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Namun, biasanya pagar laut pencegah abrasi di pesisir tak sepanjang yang terbangun di Tangerang. Dengan panjang sekitar 30 kilometer, pagar laut yang diklaim dibangun JRP bersama warga setempat melintasi setidaknya enam desa di dua kecamatan. 

Reklamasi 

Di sisi lain, proses sedimentasi laut hingga menjadi daratan juga tak sederhana dan tergolong lama. Singkat atau panjangnya waktu sedimentasi sangat tergantung pada kondisi lingkungan, tipe sedimen, dan proses geologi. 

Di sungai, sedimen bisa menumpuk dengan cepat. Hanya dalam hitungan hari atau bulan, jika frekuensinya rapat, tumpukan sedimen bisa menyerupai daratan. Di danau, sedimentasi berlangsung dalam hitungan tahun. Di laut, sedimentasi bisa berlangsung hingga ribuan atau puluhan ribu tahun, 

Sedimen kasar, seperti pasir, relatif cepat menyatu dengan dasar laut. Partikel-partikel halus, semisal tanah liat, lebih lambat menyatu dengan dasar air dan membentuk sedimen baru. Sedimentasi juga dipengaruhi peristiwa alami semisal banjir, erosi, dan perubahan cuaca. 

Meski begitu, spekulasi pagar laut dibangun untuk menjadi pembatas kawasan reklamasi baru sulit untuk diredam. Menurut aktivis lingkungan Rekonvasi Bhumi, Nana Prayatna Rahadian, kawasan pesisir Tangerang bukan daerah rawan abrasi. Tak masuk akal jika pagar laut didirikan untuk mencegah abrasi. 

Nana berpendapat pagar laut di pesisir Tangerang belum menimbulkan persoalan besar. Dampak terhadap lingkungan baru akan terasa saat pagar-pagar bambu itu diisi. "Itu baru menimbulkan masalah secara ekosistem karena akan mengubah arus dan dinamika gelombang," jelas Nana. 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan