Pemerintahan Trump pada 15 Maret mendeportasi lebih dari 200 orang yang dianggap punya kaitan dengan geng kriminal ke El Salvador, tempat mereka ditahan di penjara antiterorisme besar di negara itu. Pendeportasian itu dilakukan berdasarkan kesepakatan di mana Washington membayar pemerintah Presiden Nayib Bukele sebesar US$6 juta.
Seorang hakim pengadilan banding AS mengatakan pada hari Senin (24/3) bahwa pendeportasian itu mengabaikan hak-hak mereka. Bahkan, menurutnya kaum Nazi diberi lebih banyak hak untuk menentang pengusiran mereka dari Amerika Serikat selama Perang Dunia Kedua daripada para migran Venezuela yang dideportasi oleh pemerintahan Trump.
Dalam sidang yang kontroversial, Hakim Pengadilan Banding AS Patricia Millett menanyai pengacara pemerintah Drew Ensign tentang apakah warga Venezuela yang menjadi target pengusiran berdasarkan undang-undang abad ke-18 yang jarang digunakan itu sempat menentang pernyataan pemerintahan Trump bahwa mereka adalah anggota geng Tren de Aragua sebelum mereka dinaikkan ke pesawat dan dideportasi ke El Salvador.
"Kaum Nazi mendapat perlakuan yang lebih baik berdasarkan Undang-Undang Musuh Asing daripada yang terjadi di sini," kata Millett, yang ditanggapi Ensign, "Kami tentu saja membantah analogi Nazi."
Sebelum pemerintahan Trump menerapkan Undang-Undang Musuh Asing 1798, undang-undang tersebut telah digunakan tiga kali dalam sejarah AS, yang terakhir untuk menahan dan mengusir imigran Jepang, Jerman, dan Italia selama Perang Dunia Kedua.
Anggota keluarga dari banyak migran Venezuela yang dideportasi membantah adanya dugaan hubungan dengan geng. Pengacara salah satu orang yang dideportasi, seorang pemain sepak bola profesional Venezuela dan pelatih muda, mengatakan bahwa pejabat AS telah salah melabelinya sebagai anggota geng berdasarkan tato mahkota yang dimaksudkan untuk merujuk pada tim favoritnya, Real Madrid.(reuters,asiaone)