Salah seorang calon pegawai negeri sipil (CPNS), Dirga Fawakih, 32 tahun, tengah gundah karena kabar penundaan pengangkatan CPNS dan calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Dirga semula bekerja sebagai pegawai honorer di Kementerian Kebudayaan, sudah memutuskan mengundurkan diri sejak Januari lalu.
Sebelum memutuskan keluar, Dirga sudah menyiapkan tabungan untuk keperluan hidup keluarganya hingga April 2025. Namun, setelah ada pengumuman penundaan pengangkatan, dia harus menyiapkan dana hingga beberapa bulan ke depan lagi. Sementara dia sudah tidak memiliki pekerjaan selepas keluar dari Kementerian Kebudayaan.
“Masuk ke kantor lama sudah tidak mungkin lagi. Ini sangat berdampak langsung buat pemasukan karena tabungan pasti tidak cukup sampai Oktober,” kata Dirga kepada Alinea.id, Selasa (11/3).
Dirga sudah dinyataakan lolos sebagai calon kurator Museum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kini, dia harus rela menjual barang pribadi kesayangannya, seperti sepeda dan sepatu untuk sekadar memenuhi kebutuhan keluarga.
“Berdampak banget penundaan pengangkatan ini,” tutur Dirga.
Untungnya, Dirga belum berpindah domisili dari Parung, Bogor, Jawa Barat ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sejauh ini, dia baru mencari indekos melalui media sosial.
Penundaan pengangkatan CPNS dan calon PPPK hasil seleksi 2024 memang membuat gundah mereka yang sudah dinyatakan lolos. Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Rini Widyantini menyatakan, jadwal pengangkatan CPNS menjadi Oktober 2025. Sedangkan pengangkatan PPPK dilakukan pada Maret 2026.
Dia menyebut, hal ini bukan penundaan, tetapi bertujuan agar semua CPNS bisa diangkat secara bersamaan. Menurut Rini, alasan tersebut mempertimbangkan kebutuhan penataan dan penempatan aparatur sipil negara (ASN) dalam mendukung program prioritas pembangunan.
Rini memastikan, penyesuaian pengangkatan CPNS tersebut bukan lantaran adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Sebab, ujar Rini, pihaknya harus menyesuaikan pengumuman-pengumuman terkait CPNS di berbagai instansi.
Rozi—bukan nama sebenarnya—juga mengatakan, dia dan istrinya yang lolos sebagai guru PPPK sedang dilema usai muncul kabar penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK. Karena, Rozi harus melanjutkan bekerja sebagai guru di sebuah yayasan dengan gaji sangat kecil. Sementara sang istri sudah tidak betah bekerja karena sering berkonflik dengan pemilik yayasan di sekolahnya lantaran gajinya kerap dipotong secara sepihak.
“Istri saya ternyata tanpa pemberitahua gaji bulan Januari yang dibayar bulan Februari mengalami pemotongan. Setelah ditanyakan ke bendahara, alasannya jam ngajarnya berkurang karena jam ngajar P5 (proyek penguatan profil pelajar Pancasila) tidak diadakan dan tidak menjadi wali kelas lagi berdasarkan SK (surat keputusan) yang baru. Padahal istri saya masih bekerja sebagai wali kelas bulan Januari, dan SK tidak diberitahukan sebelumnya,” kata Rozi, Selasa (11/3).
“Secara gaji, saya guru non-ASN yang gaji bulanan saya sudah sekitar UMR (upah minimum regional), sedangkan istri saya belum UMR, masih ratusan ribu (rupiah). Di sini letak permasalahannya.”
Rozi mengaku, penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK membuat kondisi finansial keluarganya dalam ketidakpastian. Dia mengatakan, jika istrinya harus melepas status guru swastanya, maka mereka akan mengalami penurunan pendapatan. Terlebih, mereka punya anak yang usianya baru belasan bulan, yang membutuhkan susu formula.
“Karena istri saya tidak bisa memberikan ASI (air susu ibu) sejak anak kami berumur 6 bulan. Belum lagi kebutuhan anak lainnya, seperti popok yang keluar banyak dana,” ujar Rozi.
“Walaupun gaji saya UMR, tapi mau tak mau saya harus kerja juga di bimbel (bimbingan belajar) online. Kalau mau dapat tambahan pendapatan banyak, harus dapat jadwal bimbel hampir setiap hari.”
Lebih lanjut, Rozi menilai, seharusnya pemerintah bijak menghitung dampak dari penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK. Sebab, membuat rencana keuangan keluarganya serba tidak pasti dan terancam tidak memiliki penghasilan yang jelas.
“Saya ikut kesal dengan penundaan pengangkatan ini karena berdampak langsung pada keluarga inti saya,” ucap Rozi.