close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung KPK. Dokumentasi KPK
icon caption
Gedung KPK. Dokumentasi KPK
Peristiwa - Hukum
Rabu, 20 November 2024 14:22

Opsi rutan satu atap untuk para koruptor

Selain memusatkan napi kasus korupsi, KPK disarankan membenahi mentalitas petugas rutan KPK.
swipe

Mantan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agung Nugroho buka-bukaan soal kronisnya pungutan liar (pungli) di lingkungan rumah tahanan (rutan) KPK. Agung mengatakan orang sebersih apa pun akan jadi kotor saat bergabung jadi pegawai di rutan KPK.

"Kalau boleh saya bilang (korupsi di rutan) sudah kronis, ya, Pak... Saya ingin memperbaiki Pak, tetapi pada saat itu posisi saya bukan kepala rutan,” ujar Agung saat bersaksi di sidang lanjutan kasus pungli rutan KPK yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/11). 

Agung disidang bersama 14 terdakwa lainnya dalam kasus pungli di rutan KPK. Agung dan kawan-kawan diperkirakan mengantongi duit hingga Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023 dari pungli kepada para napi kasus korupsi yang ditahan tiga rutan cabang KPK, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.

Tiga mantan kepala rutan termasuk di jajaran terdakwa yakni Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi, pelaksana tugas (Plt) Kepala Rutan KPK periode 2018 Deden Rochendi dan Plt Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta. Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki juga duduk di kursi pesakitan. 

Agung bercerita kronisnya pungli di rutan KPK sudah pernah ia ungkap kepada anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho. Pada Juli 2023, Agung pernah dimintai keterangan oleh Dewas KPK dalam kasus Mustarsidin, pelaku asusila di rutan KPK. 

Kepada Albertina, Agung mengusulkan sejumlah solusi. Pertama, rutan KPK dibubarkan. Kedua, KPK mengganti semua petugas rutan, termasuk pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) di KPK yang berasal dari Kementerian Hukum dan HAM dan kepolisian. Terakhir, membangun rutan khusus napi koruptor.

"Jangan dititipkan di instalasi militer. Seorang kepala rutan saja untuk masuk itu ada prosedur-prosedur yang harus diikuti di instalasi militer. Jadi, yang terjadi di dalam itu, ya, seharusnya tanggung jawab dua instansi seperti itu Pak. Makanya saya sampaikan ke Dewas pada saat itu, bangun rutan KPK yang satu atap saja," ujar Agung. 

Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman setuju pemusatan napi kasus terorisme pada satu rutan milik KPK. Selain itu, ia mengusulkan agar semua petugas di rutan berasal dari rekrutmen yang digelar KPK. 

"Saya berpendapat KPK itu harus independen termasuk aspek kepegawaian. Harusnya pegawai KPK berasal dari rekrutmen internal KPK itu sendiri sehingga tidak menimbulkan dua matahari kembar karena dan ada dua loyalitas. Dia loyal terhadap KPK dan lembaga asalnya," kata Zaenur kepada Alinea.id. 

Zaenur menilai praktik pungli yang terjadi di rutan KPK memalukan. Ia mempertanyakan bagaimana petugas berperilaku korup bisa bekerja di lembaga antirasuah. Ia menduga KPK dijangkiti perilaku korup dari pegawai yang asal lembaganya di luar KPK.

"Tetapi, dari kementerian lain. Artinya, memang ini ada problem struktural dari lembaga dan SDM tidak independen. Mereka banyak berasal dari intitusi lain. Tapi, mereka membawa penyakit korupsi," kata Zaenur. 

Ketua Pusat Studi Antikorupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini meminta KPK mengevaluasi semua pegawai di rutan KPK. Jika diduga terlibat praktik pungli, pemimpin KPK harus memberikan sanksi tegas. 

"Pecat dan proses hukum semua yang terlibat. Beri efek jera dengan hukuman yang berat karena mereka yang seharusnya menegakkan hukum," kata Orin kepada Alinea.id, Rabu (20/11).

Orin berharap pimpinan KPK periode selanjutnya bisa menjadi anutan bagi pegawai KPK di semua unit. Menurut dia, korupnya para petugas di rutan-rutan KPK merupakan cerminan perilaku para petinggi KPK. 

"Jika diibaratkan, maka busuknya ikan selalu berasal atau dimulai dari kepalanya. Bukan masalah teknis tempat dan teknis pengawasan saja," kata Orin.

Orin sepakat jika rutan KPK sebaiknya ijadikan satu serta diperkuat pengawasannya. Berbarengan dengan itu, KPK juga mesti membenahi mental dan integritas para pegawainya di berbagai unit. 

"Sekarang sudah banyak CCTV dan teknologi lainnya, teknis aja pengawasannya. Termasuk tranparansi pengaduan bagi korbannya itu juga harus  dibangun bagaimana cara melaporkannya," kata Orin.
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan