Pemerintahan Prabowo-Gibran genap 100 hari kerja pada 28 Januari 2025. Sejak dilantik, berbagai kebijakan sudah dijalankan. Bahkan, survei Litbang Kompas memberi nilai positif, 80,9% responden puas dengan hasil kerja 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.
Ketika pidato sehabis pelantikan sebagai presiden di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2024), Prabowo mengutarakan salah satu cita-citanya, yakni swasembada energi. Prabowo menerangkan, swasembada energi sangat dibutuhkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat dalam keadaan ketegangan dan kemungkinan perang yang bisa terjadi di mana-mana sewaktu-waktu.
Saat itu, Prabowo mengatakan, Indonesia memiliki tanaman yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi, seperti kelapa sawit, singkong, tebu, dan jagung. Indonesia pun punya berbagai sumber energi, seperti panas bumi, batu bara, dan air yang berlimpah.
Ketika menyampaikan pengarahan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen PPN/Bappenas), Senin (30/12/2024), Prabowo kembali menegaskan tentang pentingnya mewujudkan swasembada pangan dan energi sebagai dasar kedaulatan bangsa.
Dalam kesempatan lain, saat meresmikan proyek strategis nasional kelistrikan yang dipusatkan di PLTA Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1), Prabowo mengatakan, yakin Indonesia tak lagi impor bahan bakar minyat (BBM) dalam kurun waktu lima tahun mendatang, seiring upaya pemerintah mewujudkan swasembada energi.
Prabowo mengatakan, ketahanan energi menjadi penting supaya Indonesia dapat melakukan transformasi dari energi fosil ke energi terbarukan. Dia menegaskan, Indonesia adalah negara yang konsekuen dan tergolong maju dalam melakukan transformasi menjadi energi bersih dan terbarukan.
Meski begitu, pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi memandang, sama sekali belum tampak kinerja yang jelas dicapai pemerintahan Prabowo-Gibran di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) dalam 100 hari kerja.
Fahmy meragukan komitmen Prabowo yang ingin swasembada energi, dengan menggenjot energi baru terbarukan (EBT). Sebab, kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tidak tampak ingin mewujudkan impian swasembada energi itu.
“Menteri ESDM Bahlil tidak mendukung, bahkan bertentangan dengan komitmen Prabowo,” ujar Fahmy kepada Alinea.id, Senin (27/1).
“Kebijakan Bahlil untuk menggenjot lifting minyak dan produksi batu bara mencederai komitmen Prabowo.”
Selain itu, inisiatif DPR yang ingin memberi konsesi tambang kepada perguruan tinggi, kata Fahmy, juga bertentangan dengan komitmen Prabowo. Karena rencana itu sama saja ingin menggenjot produksi energi kotor batu bara.
“Kalau Prabowo membiarkan kebijakan Bahlil dan DPR berlajut, maka komitmen Prabowo tidak lebih sekadar omon-omon belaka,” kata Fahmy.
Senada, pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MTI) Mulyanto menilai, dalam kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, masih biasa-biasa saja. Belum ada pencapaian yang mengesankan.
Terutama dalam bidang ESDM, menurut Mulyanto, justru pemerintah dan DPR merencanakan sesuatu yang sangat keliru dan berpotensi memperburuk kerusakan lingkungan, yakni memberi konsesi tambang kepada perguruan tinggi.
Dia mengatakan, pemberian konsesi tambang kepada perguraun tinggi bisa menyeret institusi pendidikan ikut merusak lingkungan karena aktivitas tambang. Selain itu, bisa membuat perguruan tinggi lupa diri dengan tugas utamanya, yakni tri dharma perguruan tinggi: pendidikan, pengabdian, dan penelitian.
“Ini lebih miris,” kata Mulyanto, Senin (27/1).
“Salah-salah bisa hancur perguruan tinggi karena asyik ngurus tambang, ketimbang menjalankan tugas pokoknya mendidik bangsa ini.”