close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Paus Paulus VI saat memimpin misa di Stadion Senayan Jakarta pada Kamis (3/12/1970)./Foto Ekspres, 14 Desember 1970.
icon caption
Paus Paulus VI saat memimpin misa di Stadion Senayan Jakarta pada Kamis (3/12/1970)./Foto Ekspres, 14 Desember 1970.
Peristiwa
Jumat, 06 September 2024 06:02

Paus Paulus VI singgah sebentar di Jakarta

Paus Paulus VI adalah pemimpin gereja Katolik dan kepala negara Vatikan yang pertama kali mengunjungi Indonesia.
swipe

Kamis, 3 Desember 1970 sore, pesawat DC-8 Alitalia yang ditumpangi rombongan pemimpin spiritual gereja Katolik sekaligus kepala negara Vatikan, Paus Paulus VI tiba di Bandar Udara Kemayoran, Jakarta, setelah bertolak dari Sydney, Australia. Kedatangan Paus Paulus VI itu untuk memenuhi undangan dari pemerintah.

Dalam surat Paus Paulus VI kepada Presiden Soeharto, Paus yang bernama asli Giovanni Battista tersebut menerima undangan untuk singgah di Jakarta, meski perjalanannya panjang.

“Kami ingin melakukannya, sebagai tanda penghargaan kami terhadap banyak orang yang begitu kami sayangi, dan sebagai tanda penghargaan terhadap hubungan persahabatan yang terjalin antarbangsa Indonesia dan Takhta Suci (Vatikan),” tulis Paus.

“Kami juga ingin menyampaikan kepada masyarakat Indonesia penghargaan kami atas dinamisme dan keinginan mereka untuk maju, serta rasa hormat kami terhadap tradisi spiritual mereka. Bukankah Ketuhanan yang Maha Esa sudah tertulis di awal lima prinsip dasar kehidupan berbangsa Anda?”

Menurut Ekspres, 14 Desember 1970, Sri Paus Paulus VI tak disambut dengan barisan kehormatan. Tidak ada dentuman meriam. Begitu berjalan turun dari tangga pesawat, Paus Paulus VI disambut Presiden Soeharto.

Anak-anak sekolah dari SMP, SMA, dan sekolah pendidikan guru (SPG) Santa Ursula menyambut Paus, menggantikan pasukan-pasukan kehormatan. Sekompi pasukan Taruna Akabri juga ikut berdiri berjejer. Dipapah seorang anak muda yang berjas hitam, Paus pun lantas naik mimbar. Bersama Presiden Soeharto, dia membacakan teks pidato.

Menurut Vatican News, kunjungan Paus Paulus VI di Jakarta merupakan rangkaian perjalanan apostoliknya ke Asia Barat, Oseania, dan Australia dari 25 November hingga 5 Desember 1970. Inilah pertama kali Paus berkunjung ke Indonesia. Sebelum dilakukan Paus Yohanes Paulus II pada 9-13 Oktober 1989, yang mengunjungi Jakarta, Flores, dan Timor Timur (sekarang Timor Leste). Lalu, sekarang Paus Fransiskus.

Di Jakarta, Paus Paulus VI menghadiri beberapa acara di tempat-tempat berbeda, dalam waktu yang singkat. Setelah  dari Bandara Kemayoran, Paus Paulus VI bergegas ke Gereja Katedral untuk melakukan misa singkat.

“Jalan-jalan tidak memiliki spanduk selamat datang dan hanya sedikit bendera, jalan yang digunakan Paus untuk menuju ke Katedral hampir kosong, tetapi lalu lintasnya normal,” tulis New York Times, 4 Desember 1970.

“Orang-orang yang lewat memandang dengan bingung ke arah iring-iringan mobil. Ketika mereka berhenti di Nunsiatur Kepausan (Kedutaan Besar Vatikan), tempat Paus bermalam, seorang pria yang berdiri menonton mengatakan bahwa pria berbaju merah dan kopiah putih itu pastilah seorang ‘tamu’.”

Saat melakukan misa di Gereja Katedral, suasana tak seperti biasanya. “Kekhusyukan misa terganggu pula oleh kerumunan dan desak-desakan wartawan foto,” tulis Ekspres, 14 Desember 1970.

Kemudian, Paus Paulus VI dan rombongan bertolak ke Istana Merdeka, Jakarta untuk memenuhi undangan Presiden Soeharto. Perbincangan cukup panjang, membahas soal masalah toleransi agama.

“Sri Paus telah meminta Presiden agar orang-orang Indonesia yang menganut agama Katolik diperbolehkan menyebarkan kepercayaannya secara bebas dan diberikan keluasan beribadah,” tulis Ekspres.

“Permintaan ini akhirnya mendapat sambutan. Presiden sekali lagi memberikan jaminannya.”

Usai pembicaraan tertutup itu, Soeharto dan Paus saling bertukar kenang-kenangan. Kepada Paus, Soeharto memberikan ukiran jati yang menggambarkan riwayat wayang, lukisan Sri Paus yang dibuat pelukis Indonesia, dan gagang lilin bercabang tiga berbahan perak. Sedangkan Paus memberikan lukisan pemandangan karya pelukis D. Belloti.

Di malam hari, acara misa digelar di Stadion Utama Senayan—sekarang Stadion Gelora Bung Karno—Jakarta. Paus masuk ke area stadion menggunakan mobil terbuka berwarna hitam. Dilansir dari Ekspres, sepasukan kuda dari kaveleri Angkatan Darat mengiringi mobil Paus yang mengitar keliling lapangan.

“Tepukan tangan riuh seiring teriakan ‘viva el Papa’ dari umat Katolik tak putus-putusnya, ketika mobil mengitari lapangan,” tulis Ekspres.

Di tengah lapangan, mobil Paus berhenti. Lalu, dia bersalaman dengan tokoh-tokoh dari agama lain. Altar tersedia di tengah lapangan itu. Ekspres mencatat, nyaris 80.000 orang datang ke stadion untuk ikut misa.

Stadion sangat semarak. New York Times menulis, terdapat para penari pedang dari Sulawesi dan Flores, laki-laki bertopeng dengan pedang dan perisai dari Sumatera, dan para pemuda Jawa di atas kuda bambu melakukan ritual lokal di tepian lapangan.

Sekelompok gadis-gadis dari sekolah-sekolah Katolik, dipimpin seorang mayoret yang berjingkrak-jingkrak, berbaris dengan gaya Amerika mengelilingi arena mengikuti lagu-lagu marching Belanda dan Jerman.

Saat misa, kitab suci dibacakan dalam bahasa Indonesia oleh anak-anak muda berpakaian adat Timor dan Jawa. Sebanyak 300 pendeta Indonesia dan misionaris yang sebagian besar orang Belanda, melewati kerumunan orang yang sedang mengadakan komuni. Setelah itu, Paus kembali ke Kedutaan Besar Vatikan untuk bermalam.

“Orang-orang tersebut baru pertama kali melihat Sri Paus dan Sri Paus Paulus VI adalah Paus yang pertama datang ke Indonesia,” tulis Ekspres.

Keesokan paginya, 4 Desember 1970, Paus yang berusia 73 tahun itu terbang ke Hong Kong dan singgah sebentar di Kolombo, Srilanka. Lantas, akan kembali ke Roma. New York Times menyebut, tak ada tanda-tanda permusuhan saat Paus di Jakarta, seperti yang ditakutkan sebagian besar orang.

“Bahkan, seorang anggota Keuskupan Indonesia merasa bersyukur karena delegasi Muslim memberikan penghormatan kepada Paus ketika misa dan menyerahkan salinan Al-Quran yang dijilid dengan kayu berukir,” tulis New York Times.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan