close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Jessica Kumala Wongso (duduk, ketiga dari kanan) dan kuasa hukumnya Otto Hasibuan (duduk, kedua dari kiri) dalam konferensi pers di Senayan Golf, Jakarta, Minggu (18/8/2024)./Foto Instagram Otto Hasibuan/@ottohasibuanprivate
icon caption
Jessica Kumala Wongso (duduk, ketiga dari kanan) dan kuasa hukumnya Otto Hasibuan (duduk, kedua dari kiri) dalam konferensi pers di Senayan Golf, Jakarta, Minggu (18/8/2024)./Foto Instagram Otto Hasibuan/@ottohasibuanprivate
Peristiwa - Hukum
Kamis, 22 Agustus 2024 06:06

Peluang Jessica Wongso ajukan PK kasus kopi sianida

Jessica Wongso bebas bersyarat pada Minggu (18/8), setelah divonis 20 tahun karena diduga membunuh Wayan Mirna Salihin pada 2016.
swipe

Terpidana pembunuhan Wayan Mirna Salihin—yang dikenal sebagai kasus kopi sianida tahun 2016 lalu—Jessica Kumala Wongso, bebas bersyarat pada Minggu (18/8). Dia diputus pengadilan terbukti membunuh Mirna dengan vonis selama 20 tahun. Meski begitu, dia masih harus menjalani pembinaan di bawah Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Timur-Utara hingga tahun 2032.

Selepas itu, kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan berencana melakukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Dia mengaku akan membawa bukti baru atau novum. Delapan tahun lalu, bukti itu tidak bisa dihadirkan ke meja hijau karena disembunyikan seseorang.

“Maka dengan bukti itu, kita bisa buktikan perkara itu harus berkata lain. Nah itulah yang saya ingin sampaikan,” kata Otto dalam konferensi pers di Senayan Avenue, Jakarta, Minggu (18/8).

“Dan kalau kami tunjukkan itu, orang akan tahu, ‘oh berarti benar-benar dia (Jessica) harusnya tidak dihukum’, kira-kira begitu.”

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mempertanyakan kemungkinan pengajuan PK itu. Sebab, dalam Pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebut, PK hanya bisa sekali.

“Kalau tidak salah, tahun 2018 yang bersangkutan (Jessica Kumala Wongso) sudah pernah mengajukan PK dan ditolak memang terkait dasar hukum ini, masih ada debatable,” kata Harli kepada Alinea.id di Kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa (20/8).

Harli menyampaikan, mengacu Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tidak bisa mengajukan PK terhadap putusan PK itu sendiri. Akan tetapi, pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34 Tahun 2013, kemungkinan pengajuan PK lebih dari satu kali terbuka.

Putusan ini keluar setelah digugat oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Salah satu persyaratannya, perlu peranan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai novum.

Kendati demikian, kata Harli, MA kemudian menegaskan kembali terkait putusan PK hanya diperbolehkan satu kali, yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014. Dia menjelaskan, keperluan syarat peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Putusan MK Nomor 34 Tahun 2013 itu, salah satunya adalah bukti dengan CCTV. Bukti ini bisa menunjukkan pelaku tidak bersalah.

“Jadi, yang harus kita cermati, PK ini kan akan disampaikan ke MA. Nanti hakim akan menyikapi terkait dengan formalistik hukum ini kita serahkan ke pengadilan,” ucap Harli.

Terpisah, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila, Agus Surono melihat, potensi pengajuan PK lebih dari satu kali terbuka lebar. Hal ini berdasarkan Putusan MK tadi. Alasannya, putusan tersebut berangkat dari judicial review Pasal 268 ayat (3) KUHAP.

“Sehingga Jessica dapat mengajukan PK lagi, dengan alasan adanya novum atau keadaan baru,” kata Agus kepada Alinea.id, Selasa (20/8).

Menurut Agus, MA sendiri bisa mengikuti putusan yang dibuat MK tersebut. Alasannya, Putusan MK itu telah menganulir ketentuan dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP.

“MA wajib tunduk pada Putusan MK,” ujar Agus.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan