Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menjelaskan, pemerintah telah mengembangkan kurikulum khusus yang mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada para mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI).
"Pendidikan adalah senjata paling ampuh dalam melawan radikalisme. Kurikulum ini dirancang untuk mengajarkan toleransi, perdamaian, dan cinta tanah air," katanya saat diskusi tentang pembubaran organisasi Jamaah Islamiyah dan kembalinya ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terjadi pada Minggu (30/6).
Kurikulum ini mencakup berbagai materi yang diajarkan oleh para ahli dan praktisi di bidangnya. Seperti bidang pendidikan, psikologi, dan sosiologi untuk merancang kurikulum yang komprehensif dan efektif.
Kurikulum ini mencakup mata pelajaran seperti sejarah Indonesia, Pancasila dan UUD 1945, pendidikan kewarganegaraan, serta pendidikan karakter.
"Tujuan utama dari kurikulum ini adalah untuk membentuk pribadi yang cinta tanah air, toleran, dan memiliki jiwa kebangsaan yang kuat," tambah Benny.
Pembicara lainnya, cendekiawan muslim Gus Islah Bahrawi, menyambut baik inisiatif ini dan menambahkan bahwa pendidikan tentang Pancasila harus dimulai sejak dini. Dia juga menekankan pentingnya peran keluarga dalam pendidikan ini.
"Kita harus menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak sejak mereka masih di bangku sekolah dasar. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak," tambahnya.
Menurut Gus Islah, pendidikan tentang Pancasila tidak hanya harus dilakukan di sekolah, tetapi juga di rumah dan lingkungan sekitar. Orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Mereka harus mengajarkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Ia juga menyarankan agar masyarakat lebih aktif dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Misalnya, mengadakan lomba-lomba yang bertema Pancasila, diskusi-diskusi tentang kebangsaan, dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat memperkuat rasa cinta tanah air.