close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pelatihan personel Komcad. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi pelatihan personel Komcad. /Foto Antara
Peristiwa
Minggu, 09 Februari 2025 12:37

Perlukah kodam dibangun di semua provinsi?

KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengatakan akan ada lima kodam baru yang dibangun pada 2025.
swipe

Pemerintah berencana merealisasikan wacana pembangunan komando daerah militer (kodam) di setiap provinsi. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengatakan akan ada lima kodam baru yang dibangun pada 2025. 

Rencananya, kodam baru itu bakal dibangun di Sumatera, Kalimantan, Merauke, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi-provinsi di kawasan itu dianggap kekurangan kodam. Kodam II Sriwijaya, misalnya, membawahi lima komando resort militer (korem) di Sumatera. 

"Ada satu kodam itu (yang cakupan wilayahnya) ada di lima provinsi sehingga pengendalian sulit. Pengendalian agak sulit itu yang kita jadikan prioritas," kata Maruli kepada wartawan di sela-sela kunjungan kerja di Makorem 163/Wira Satya, Denpasar, Bali, Sabtu (8/2).

Menurut Maruli, pembangunan kodam baru tersebut kemungkinan besar bisa dilakukan dengan hanya menaikkan status korem yang sudah ada. "Sedang kita rencanakan, kita bikin studi yang baik, tetapi kita merencanakan tahun ini terealisasi," kata dia. 

Wacana pembangunan kodam baru sudah menyeruak sejak tahun lalu. 
Dalam rapat pimpinan (rapim) TNI-Polri 2024 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada 28 Februari 2024, KSAD ketika itu, Agus Subiyanto mengungkapkan rencana penambahan 22 Kodam baru melengkapi 15 kodam yang sudah ada. 

Selain kodam, setiap tahun dalam lima tahun ke depan, pemerintah juga akan menambah 100 batalion infantri teritorial untuk mempercepat pembangunan. Nantinya, tiap batalion akan punya kompi yang mengurusi peternakan, perikanan, pertanian dan kesehatan. Saat ini, TNI sudah dilibatkan untuk mengurusi program makan bergizi gratis dan food estate

Keterlibatan aparat militer dalam segala lini sosial politik di era Prabowo- Gibran semakin tampak. Aparat militer terlibat dalam program pemerintah di luar tugas fungsi utama TNI dalam bidang pertahanan, seperti dalam program ketahanan pangan, makan bergizi gratis dan juga mengurus sawit.

Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, mengkritik rencana pemerintah membangun kodam di semua provinsi. Penambahan kodam plus pelibatan TNI di berbagai urusan sipil, kata dia, mengindikasikan kemungkinan kembalinya otoritarianisme militer sebagaimana pada era Orde Baru. 

"Sudah dan sedang berlangsung. Otoritarianisme sudah terlihat dengan beberapa faktor banyaknya militer aktif TNI ke dalam jabatan sipil. Supremasi sipil sedang di pinggir jurang," kata Hussein kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.

Penguatan militer pada sisi teritorial, menurut Hussein, juga tidak tepat. Pasalnya, ancaman perang saat ini bukan lagi bersifat konvesional dengan hitung-hitungan jumlah pasukan dan kekuatan alutsista konvensional. Ancaman dari luar justru dalam berbentuk perang siber dan elektronika serta penggunaan teknologi pesawat nirawak.

"Seharusnya tidak lagi berorientasi pada penguatan komando teritorial karena ancaman perang sudah berbeda, sekarang mengarah pada spesialisasi, bukan banyaknya pasukan," ucap Hussein.

Lebih jauh, Hussein berpendapat supremasi sipil akan tergerus jika rencana penambahan kodam itu direalisasikan. Terlebih, pemerintahan Prabowo-Gibran ditengarai berusaha memperluas keterlibatan TNI di jabatan-jabatan sipil melalui revisi Undang-Undang TNI. 

"Sebagaimana dulu rezim Orde Baru yang ditopang oleh ABRI, (pemerintah) bisa menggunakan tentara teritorial untuk memantau gerakan sipil. Itu sudah tidak perlu di era demokrasi saat ini," kata Hussein.

Guru besar ilmu politik dan keamanan Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi sependapat pembangunan kodam di semua provinsi tidak urgen. Selain menyedot banyak anggaran, ancaman perang saat ini sudah bukan lagi mengandalkan pada personel teritorial.

"Boleh saja menambah kodam. Tetapi, menurut saya, cukup lima saja untuk daerah-daerah terdepan, seperti di perbatasan dengan Timur Leste, perbatasan dengan Filipina, dan di Natuna. Itu tidak apa- apa. Tapi, kalau sampai 22 kodam, saya kira, tidak perlu," kata Muradi kepada Alinea.id, Jumat (7/2).

Muradi juga sependapat bila pelibatan TNI dalam program-program pemerintah yang tak sesuai tupoksi TNI, seperti makan bergizi gratis, food estate, dan mengurus sawit membuat orientasi TNI tidak jelas. TNI semestinya harus difokuskan untuk menjawab tantangan perang modern yang lebih mengandalkan keahlian spesialisasi teknologi.    

"Jangan-jangan ini memang momentum mereka (aparat militer) untuk mengembalikan dwi fungsi TNI. Kalau, menurut saya, publik harus mencermati betul ini. Jadi, kalau begitu, ceritanya kita mundur ke tiga puluh tahun lalu," kata Muradi.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan