close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi anak-anak dan orang dewasa./Foto Juan Pablo Serrano/Pexels.com
icon caption
Ilustrasi anak-anak dan orang dewasa./Foto Juan Pablo Serrano/Pexels.com
Peristiwa
Jumat, 11 Oktober 2024 11:56

Perlunya memperketat pengawasan di panti asuhan

Panti asuhan Darussalam An’Nur, Kunciran Pinang, Kota Tangerang, menjadi sorotan setelah terkuak kasus kekerasan seksual anak.
swipe

Sebanyak lima anak dan tiga orang dewasa menjadi korban pencabulan di panti asuhan Darussalam An’Nur, Kunciran Pinang, Kota Tangerang, Banten. Polisi sudah menetapkan tiga orang pengurus sebagai tersangka, yakni Sudirman yang merupakan pemilik yayasan, Yusuf Baktiar yang merupakan pengurus yayasan, dan Yandi Supriyadi yang juga pengurus yayasan. Dua tersangka sudah ditahan, sedangkan Yandi masih buron.

Praktik pencabulan ini, diduga sudah berlangsung sejak panti asuhan berdiri, sekitar tahun 2006. Maka, polisi belum berhenti mencari korban lain. Polisi pun menduga, ada unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selain praktik kekerasan seksual sesama jenis para pelaku.

Meski sudah 18 tahun berdiri, ternyata panti asuhan itu tidak terdaftar atau terakreditasi sebagai lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) di Kementerian Sosial (Kemensos).

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, kasus pencabulan di panti asuhan tersebut sangat ironis. Karena itu, dia menilai, perlu ada sistem pengawasan terhadap panti asuhan agar tidak menjadi kedok tempat pencabulan anak.

“Mulai dari sanksi pidana yang tegas dan pengawasan perlu dilakukan,” ucap Ubaid kepada Alinea.id, Kamis (10/10).

“Karena ini miris, tempat panti asuhan bukannya menjadi tempat aman bagi anak, malah tempat bahaya.”

Ubaid mengatakan, seluruh panti asuhan mesti dievaluasi terkait sistem pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual. Misalnya, setiap panti asuhan harus ada kamera pemantau atau CCTV dan sistem pengaduan bagi anak. Sebab, bisa jadi ada anak di panti asuhan yang takut melapor karena diancam oleh pengurus yayasan.

“Karena bisa jadi anak tidak berani melapor karena diancam oleh senior dan pemilik panti (asuhan),” kata Ubaid.

Ubaid mengingatkan agar pemerintah tidak lepas tangan setelah memberikan izin kepada panti asuhan untuk beroperasi. Sebab, jika pemerintah lemah dalam pengawasan, bukan tidak mungkin panti asuhan menjadi kedok perdagangan anak.

Lebih lanjut, Ubaid berpendapat, masyarakat sekitar panti asuhan juga perlu dilibatkan sebagai deteksi dini bila ada indikasi pengurus atau pemilik melakukan tindakan melanggar hukum, seperti praktik ekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak.

“Perlu diawasi juga pendanaan dan dana operasional untuk apa? Apakah benar untuk keperluan anak-anak atau disalahgunakan? Ini pemerintah harus turun mengawasi,” tutur Ubaid.

Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah mengatakan, pengawasan terhadap panti asuhan harus dilakukan dari sisi internal dan eksternal. Dari sisi eksternal, perlu melibatkan masyarakat sekitar atau keluarga dari anak.

“Sementara dari internal, orang-orang di dalam harus punya komitmen pada pencegahan asusila,” ucap Jejen, Kamis (10/10).

Di samping itu, pola pengawasan pun perlu dilakukan secara berkala, yang disertai pembinaan. “Kalau kadung terjadi, sanksi berat harus diberikan kepada pelaku agar ada efek jera bagi yang bersangkutan dan lainnya,” kata Jejen.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan