Polda Kalimantan Tengah menetapkan sopir taksi online, Muhammad Haryono, menjadi tersangka dalam insiden penembakan seorang warga bernama Budiman Arisandi hingga tewas, yang disertai aksi pencurian oleh anggota Polresta Palangka Raya, Anton Kurniawan Setiyanto.
Peristiwa itu bermula ketika Anton mengajak Haryono, yang sudah dikenalnya sekitar sebulan bertemu di Jalan Tjilik Riwut, Kota Palangka Raya untuk mencari mobil yang tidak ada surat-suratnya.
Dalam rapat dengar pendapat umum antara Polda Kalimantan Tengah bersama Komisi III DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (17/12), seperti dikutip dari Kompas.com, Kapolda Kalimantan Tengah Djoko Poerwanto menjelaskan, pada Rabu (27/11) Haryono bersama Anton yang semobil menuju Jalan Tjikik Riwut.
Di sana, mereka menghampiri sopir mobil ekspedisi dari Banjarmasin, Budiman, mengaku dari Polda Kalimantan Tengah dan menjelaskan tentang adanya pungli di pos lalu lintas. Lalu Anton meminta Budiman naik ke mobil yang ditumpangi bersama Haryono untuk mendatangi pos lalu lintas 38. Di tengah jalan, Anton meminta Haryono putar arah. Saat itu, penembakan terhadap Budiman terjadi.
Dikutip dari Antara, Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah Erlan Munaji mengatakan, Anton menjadi tersangka utama dalam penembakan itu. Sedangkan peran Haryono, yang ditetapkan pula sebagai tersangka, adalah membantu Anton membuang jasad korban ke dalam parit di Kabupaten Katingan.
Haryono juga dianggap membantu memindahkan posisi senjata api dari dashboard mobil ke bawah kursi tempat duduk korban, serta membersihkan noda darah yang ada di dalam mobil. Haryono kemudian membawa mobil ke tempat pencucian, lantas membantu menurunkan barang-barang yang ada di dalam mobil boks milik korban.
Haryono pun dianggap menerima transfer uang dari Anton sebesar Rp15 juta, yang merupakan uang hasil penjualan mobil boks korban. Namun, uang tersebut dikembalikan lagi kepada Anton sebesar Rp11,5 juta beberapa hari kemudian, lewat rekening saudari J.
Tak hanya itu, Haryono juga mendatangi Polresta Palangka Raya pada Selasa (10/12) untuk melaporkan pembunuhan dan perampokan yang dia saksikan. Pada Sabtu (14/12), polisi menetapkan Anton sebagai tersangka. Dia juga disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Di hari yang sama, Haryono juga ditetapkan sebagai tersangka.
Menanggapi hal itu, pakar hukum pidana dari Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini meminta publik mengawasi perkara saksi kunci Haryono yang dijadikan tersangka. Menurutnya, saksi kunci yang memberikan kesaksian tidak bisa dipidana.
“Harus ada LBH (lembaga bantuan hukum) yang mendampingi dia dan harus transparan mengapa dia kemudian dijadikan tersangka, jika kronologi yang beredar di media memang kenyataannya,” kata Orin kepada Alinea.id, Rabu (18/12).
Sementara kriminolog Universitas Diponegoro (Undip) Budi Wicaksono menilai, saksi memang bisa dijadikan tersangka, jika memang ada bukti-bukti yang mendukung dan dinilai telah melakukan tindak pidana. Akan tetapi, dalam kasus saksi kunci menjadi tersangka, seperti yang terjadi pada Haryono, punya maksud untuk mengaburkan fakta yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus turun tangan memberikan perlindungan kepada Haryono.
“LPSK memang wajib mendampingi kalau dimintai untuk itu,” kata Budi, Rabu (18/12).
Terpisah, Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan, kuasa hukum dari pihak Haryono sudah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK sejak Selasa (17/12). Saat ini, pihak LPSK sedang merencanakan turun ke lapangan untuk mendalami duduk perkara perubahan status Haryono dari saksi menjadi tersangka.
Menurut Susilaningtias, jika merujuk Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, seorang korban, ahli atau saksi pelapor yang sedang, akan, atau telah memberi kesaksian terjadinya tindak pidana, tidak dapat dipidana.
Selengkapnya, Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban menyebut, saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdaya atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik.
“Jadi, mereka harusnya kebal hukum,” ujar Susilaningtias, Rabu (18/12).
“Tapi kalau dia bagian dari pelaku, bisa juga jadi JC (justice collaborator). Ini yang kita belum tahu karena belum mendalami terkait kasus ini.”
Dia menduga, perubahan status dari saksi menjadi tersangka yang dialami Haryono karena yang bersangkutan melapor, lalu diberi serangan balik dengan menjadikannya tersangka. Maka dari itu, dia menduga, perubahan status Haryono dari saksi menjadi tersangka adalah bentuk ancaman.
“Nanti kami akan telaah, intinya berkaitan dengan keamanan dan keterangannya, apa yang sudah disampaikan beliau (Haryono) untuk mengungkap kejahatan yang kemarin itu,” ucap Susilaningtias.
“Nanti akan kami dalami, termasuk kenapa ditersangkakan lagi ini, dalam kasus yang mana. Apakah kasus yang sama atau kasus lain? Itu yang mau kami telusuri semuanya.”