Panitia seleksi calon pimpinan dan anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi telah merampungkan tes tertulis bagi para kandidat pimpinan dan anggota Dewas KPK. Tercatat ada 40 peserta tes yang lolos.
Dari 40 peserta, sebanyak 16 di antaranya ialah capim KPK dari kalangan penegak hukum dan lembaga peradilan. Sebanyak 8 orang "mewakili" Polri, 4 dari Kejaksaan Agung, dan sisanya dari Mahkamah Agung.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo meminta pansel cermat menyelidiki rekam jejak capim KPK dari kalangan penegak hukum dan lembaga peradilan. Ia khawatir para capim punya "aib" di institusi masing-masing sehingga potensial menghadirkan konflik kepentingan saat terpilih jadi petinggi KPK.
“Kesalahan dia di masa lalu. Entah apa itu. Makanya, pansel harus cermat,” ujar Yudi kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (13/8).
Yudi tak mempersoalkan jika capim dari kalangan penegak hukum diloloskan pansel hingga tahap akhir. Selama bersih dan punya integritas, siapa pun bisa dipilih jadi pimpinan KPK.
Terkait itu, Yudi menyarankan pansel menginvestigasi karakter para capim menggunakan sejumlah parameter, semisal kepatuhan terhadap kode etik, kepemilikan rekening mencurigakan, harta tidak wajar, dan perilaku.
“Sebab jika pimpinan sudah ada cacat etik atau integritas, maka justru itu yang akan menjadi kuncian. Maka yang terjadi adalah menjadi kuncian atau kartu as yang akan dijadikan senjata,” kata Yudi.
Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha turut mempertanyakan banyaknya capim dari kalangan penegak hukum yang lolos tes tertulis. Ia merasa pansel seolah melapangkan jalan bagi aparat penegak hukum untuk memimpin lembaga anti rasuah.
“Artinya, apabila gaya bekerja pansel masih seperti ini, maka akan semakin jauh impian pengembalian KPK ke jalur sesungguhnya,” ucap Praswad kepada Alinea.id.
Praswad juga mempersoalkan lolosnya pelaksana tugas Ketua KPK Nurul Ghufron dalam tes tertulis. Jika parameternya ialah pengalaman dalam pemberantasan korupsi, Ghufron terbukti gagal saat bertugas di KPK.
“Pesimisme menjadi semakin mengemuka atas kondisi ini sehingga membuat publik tidak yakin akan menghasilkan pimpinan yang mampu memberikan gebrakan,” ujar Praswad.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) agar para capim dari kalangan penegak hukum mundur dari institusi asal mereka apabila terpilih jadi pemimpin KPK. Itu mesti dilakukan untuk mencegah potensi konflik kepentingan antarlembaga penegak hukum.
Ketua KPK Agus Rahardjo periode 2015-2019 Agus Rahardjo sepakat banyaknya aparat penegak hukum terpilih sebagai capim KPK berpotensi menghadirkan konflik kepentingan yang kuat. Apalagi jika para capim tak mau melepas jabatan di institusi asal mereka.