Riwayat Jamaah Islamiyah yang "tamat" jelang 2025
Anggota Jamaah Islamiyah (JI) kembali mendeklarasikan pembubaran organisasi tersebut. Kali ini, deklarasi pembubaran JI dan ikrar setia kepada NKRI digelar di Convention Hall Terminal Tirtonadi, Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (21/12). Sebanyak 1.200 anggota JI hadir secara langsung dan sebanyak 6.800 lainnya mengikuti deklarasi secara daring dari berbagai daerah.
Pembacaan ikrar setia kepada NKRI itu disaksikan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Kepala Datasemen Khusus (Densus) 88 Polri Sentot Prasetyo, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Eddy Hartono. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf turut hadir dalam acara tersebut.
Kapolri mengatakan sudah ada 45 kali pertemuan antara anggota JI, Densus 88 Polri dan Badan Nasional Penangulanggan Terorisme (BNPT). Puluhan pertemuan itu dirancang sebagai bagian dari sosialisasi menjelang deklarasi pembubaran dan ikrar kembali ke pangkuan NKRI.
"Hampir 45 kali melaksanakan kegiatan pertemuan dan saat itu muncul kesepakatan dan ikrar bersama untuk bersama-sama kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentunya ini kabar yang sangat membahagiakan bagi kita semua," ujar Listyo saat memberikan sambutan.
Deklarasi pembubaran JI kali pertama disampaikan 16 tokoh dan pimpinan senior JI di Bogor, Jawa Barat, akhir Juni lalu. Pernyataan pembubaran JI dibacakan oleh Abu Rusdan, salah satu pendiri JI.
”Menyatakan pembubaran Al-Jamaah Al-Islamiyah dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Abu Rusdan ketika itu.
Ada sejumlah poin yang diutarakan JI dalam dekralasi pembubaran tersebut. Di antara lainnya, JI menyatakan siap terlibat aktif mengisi kemerdekaan, menjamin kurikulum ajar bebas dari paham radikal, dan siap mengikuti peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Hal-hal yang berkaitan dengan kesepakatan di atas akan dibicarakan dengan negara, yaitu Densus 88 Anti Teror Mabes Polri," ujar Abu Rusdan.
Selain Abu Rusdan, tokoh-tokoh penting JI lainnya yang hadir dalam deklarasi awal pembubaran JI, semisal eks amir JI Para Wijayanto, Abu Mahmudah, Bambang Sukirno, Abu Fatih, Ustaz Zarkasih, Ustaz Sholahuddin, Ustaz Bahrudin Soleh, dan Ustaz Sartono Gunadi.
Bagaimana sepak terjang JI sebelum dibubarkan?
JI merupakan organisasi teroris yang telah beroperasi sejak puluhan tahun lalu. Secara resmi, organisasi itu didirikan Abdullah Sungkar pada 1993. Namun, organisasi itu baru "tenar" pada awal tahun 2.000. Tak lama setelah serangan ke World Trade Center di New York, AS, JI dicurigai organisasi teroris terafiliasi dengan Al Qaeda.
Di tanah air, JI berulang kali menggelar aksi teror. Yang paling fenonemal ialah tragedi Bom Bali I pada 2002 dan Bom Bali II pada 2005. Dalam peristiwa Bom Bali I, JI melancarkan bom bunuh diri di tiga lokasi di Bali, yakni Diskotek Sari Club dan Diskotek Paddy’s di kawasan Kuta, serta Konsulat Amerika Serikat di wilayah Renon, Denpasar. Sebanyak 202 orang tewas dalam peristiwa itu.
Pada 3 Desember 2002, Polri sukses menangkap Ali Gufron alias Muklas. Muklas disebut menjadi koordinator Jemaah Islamiyah (JI) wilayah Asia Tenggara dan salah satu dalang teror Bom Bali I.
Tiga tahun berselang, JI kembali menyerang Bali. Pada kasus Bom Bali II, JI melancarkan bom bunuh diri tiga kafe dan restoran, satu di kawasan Kuta dan dua di Jimbaran. Sebanyak 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka karena peristiwa itu. Sektor pariwisata di Bali sempat lesu karena peristiwa tersebut.
Usai bom Bali I dan II, Polri terus memburu para pentolan JI. Para pentolan JI yang berhasil digulung karena terlibat dua peristiwa itu, semisal Amrozi, Imam Samudra alias Abdul Aziz, Ali Ghufron, Ali Imron, Mubarok alias Utomo Pamungkas, dan Suranto Abdul Gani. Tersangka lainnya, Dulmatin tewas saat ditangkap.
Ditetapkan sebagai organisasi terlarang pada 2008, JI kian rapi bergerak di bawah tanah. Tak ada lagi aksi-aksi teror besar yang dilancarkan organisasi tersebut. Namun, kelompok tersebut masih tergolong kuat. Pada 2021, Densus 88 Polri memperkirakan jumlah anggota JI lebih dari 6.000 orang.
Bagaimana struktur keorganisasian JI?
JI didirikan dengan tujuan untuk mendirikan negara Islam di sebagian wilayah Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Filipina. Meski ditaksir punya ribuan anggota, JI tak punya struktur keorganisasian yang jelas.
Selain amir atau pemimpin tertinggi, menurut investigasi Polri, JI juga punya dewan syuro yang diisi kader-kader sepuh. JI juga menetapkan sistem mantiqi yang mengatur penguasaan wilayah secara teritorial.
JI membagi wilayah teritorialnya ke dalam empat kawasan, yakni Mantiqi Ula atau Mantiqi I meliputi Singapura dan Malaysia, Mantiqi Sani/II yang meliputi sebagian wilayah di Indonesia, Mantiqi Thalid/III menjadi area pelatihan yang meliputi Filipina selatan serta wilayah Mantiqi Ukhro/IV di Australia.
Di bawah mantiqi, JI menetapkan sistem wakalah. Berasal dari bahasa Arab, wakalah berarati perwakilan atau agen. Setidaknya ada 6 wakalah yang ditetapkan. Di Sumatera, misalnya, JI menunjuk Abu Hanifah sebagai pemimpin wakalah Sumatera Bagian Utara dan Pekanbaru.
Selain itu, menurut catatan Kompas, JI juga membangun sejumlah divisi untuk menjalankan aksi-aksi teror mereka, mulai dari perencana strategi, pengamat lapangan, pembuat keputusan, penyedia logistik dan transportasi, hingga pembuat bom dan eksekutor.
Ke mana JI setelah bubar?
Setelah membubarkan JI, sejumlah eks pimpinannya berjanji tidak akan lagi menggunakan jalan kekerasan. Abu Rusdan dan kawan-kawan mengklaim bakal meninggalkan pola pikir ekstrem dalam menyebarkan ajaran-ajaran mereka.
JI saat ini punya puluhan pesantren, yayasan, dan lembaga kemanusiaan. Pada 2022, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat ada 68 pesantren yang terafiliasi dengan JI. Saat ini, BNPT menyatakan bakal mendampingi anggota JI dan pesantren-pesantren yang terafiliasi JI.
Sebagai bentuk komitmen pembubaran diri dan ikrar setia kepada NKRI, JI juga telah menyerahkan senjata dan alat berbahaya ke Densus 88 Polri.
Juli lalu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah menyatakan akan membuka pintu bagi eks anggota JI yang ingin bergabung dengan Muhammadiyah. "Prinsip dakwah Muhammadiyah itu merangkul. Mereka (eks anggota JI) adalah bagian dari umat Islam," ujar Abdul Mu'ti.