Sejak November 2024, dari semula peneliti utama, Perdamean Sebayang "turun kelas" jadi peneliti madya di Pusat Riset Material Maju di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (LTH), Perdamean disanksi lantaran dianggap sebagai provokator.
Penurunan jabatan Perdamean tertuang dalam SK Kepala BRIN nomor 3463/I/KP/2024. Tertulis dalam SK itu, Perdamaen terbukti melanggar aturan lantaran memprovokasi para pegawai dan pensiunan aparatur sipil negara (ASN) yang menempati rumah negara di kawasan Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek), Tangerang.
"Padahal, untuk menaikan jabatan dan menurunkan jabatan itu wewenang presiden. Jadi, LTH merasa lebih tinggi jabatannya dari presiden," kata Perdamean kepada Alinea.id, Rabu (26/2).
Konflik bermula dari terbitnya kebijakan BRIN yang menetapkan pegawai aktif hanya boleh menempati rumah negara selama satu tahun. Karena kebijakan itu, para ASN BRIN yang sudah menghuni kawasan perumahan BRIN selama puluhan tahun terancam terusir.
Sebagai Ketua Persatuan Penghuni Pioner Rumah Negara (PPRNP) Puspitek, Perdamean bersuara menentang kebijakan itu. Ia merasa pegawai aktif dan pensiunan BRIN berhak menempati rumah-rumah negara di kawasan Puspitek dan tak melanggar isi Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara.
"Perumahan Puspiptek itu sudah dihuni PNS di atas 20 tahun dan statusnya tidak pernah jelas melanggar PP No. 40/1994. Seharusnya, rumah-rumah itu sudah dapat dicicil oleh para penghuninya. Tetapi, sekarang mereka membatasi 1 tahun penghunian rumah dinas yang tidak ada dalam PP No. 40/1994," kata Perdamean.
Merasa tak ada yang salah dengan tindakannya, Perdamean tak tinggal diam. Ia berencana melaporkan LTH ke presiden. Apalagi, menurut Perdamean, ia bukan satu-satunya peneliti di BRIN yang jadi korban kesewenang-wenangan LTH.
Menurut Perdamean, lebih dari 700 ASN BRIN akan dikenakan sanksi disiplin, termasuk di antaranya 143 pegawai yang saat ini memperjuangkan supaya bisa tinggal di rumah negara. "Mereka diteror dengan ancaman penurunan pangkat, pemotongan tunjangan kinerja (tukin), dan penghambatan proses pensiun," imbuh Perdamean.
Salah seorang sumber Alinea.id di BRIN membenarkan sedang ada polemik antara pegawai BRIN yang menghuni rumah negara di Puspitek dengan LTH. Banyak pegawai kritis yang merasa khawatir terkena ancaman sanksi dari LTH.
"Banyak yang takut disanksi sekarang dipecat dan diberi sanksi administrasi. Segala macam. Mereka juga sampai takut terusir di rumah," kata sang narasumber.
Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Tekhnologi Indonesia (MITI) Mulyanto menilai perlu ada evaluasi di tubuh BRIN. Menurut dia, ada banyak kebijakan Kepala BRIN yang merugikan para peneliti dan merusak iklim riset.
Ia mencontohkan kebijakan pemberlakuan co-working space, work from home (WFH) yang sekarang menjadi work from anywhere (WFA), dan pemusatan para peneliti di daerah ke sejumlah home base. Di lain sisi, peneliti juga tengah gamang tidak bisa bekerja secara maksimal karena anggaran BRIN ikut terpangkas pada 2025.
"Serta terkait rumah dinas, terutama untuk pegawai yang masih aktif yang dibatasi hanya satu tahun. Kebijakan home base ini yang paling berat, khususnya ketika home base-nya jauh dari tempat tinggal para peneliti," kata Mulyanto kepada Alinea.id.
Ia berharap Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan menata kembali kelembagaan riset dan inovasi, termasuk di antaranya membubarkan Dewan Pengarah BRIN yang hingga kini tak kelihatan kinerjanya. Menurut dia, iklim riset di era LTH semakin tak kondusif.
"Biarlah kelembagaan IPTEK ini murni menjadi lembaga ilmiah yang tidak diintervensi politik. Dalam tahap awal, sebaiknya BRIN ini digabung dengan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saintek," kata Mulyanto.
Alinea.id mencoba menghubungi sejumlah petinggi BRIN untuk mengklarifikasi curahan hati Pardamean dan kawan-kawan. Namun, belum ada pejabat BRIN yang merespons permintaan wawancara dari Alinea.id.