close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Warga menempel poster sayembara menangkap maling di RW 01, Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat. /Foto Ist.
icon caption
Warga menempel poster sayembara menangkap maling di RW 01, Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat. /Foto Ist.
Peristiwa - Kriminal
Kamis, 01 Agustus 2024 18:49

Sayembara yang bikin para maling menyingkir dari Tambora...

Sejak sayembara digelar, tercatat hanya ada satu kasus pencurian motor di Tambora.
swipe

Nadi perekonomian kembali berdenyut di RW 01, Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat, Selasa (30/7) petang itu. Permukiman padat penduduk itu hingar-bingar. Penghuni kampung sibuk menata dagangan. Lalu-lalang gerobak pedagang dan orang seolah tak pernah putus. 

Di jalan selebar kurang lebih 3 meter itu, deretan sepeda motor yang diparkir tak beraturan jadi pemandangan jamak. Tak punya halaman rumah atau teras, memarkir sepeda motor di pinggir jalan jadi pilihan warga. 

Ketua RW 01 Hasannudin alias Nurdin bercerita satu rumah di Jembatan Besi biasanya dihuni 4 sampai 5 keluarga. Satu keluarga lazimnya punya satu sepeda motor. Karena rumah warga umumnya sempit, sepeda motor mereka terpaksa diparkir di pinggir jalan.  

Tanpa pengamanan ketat, menurut Nurdin, sepeda motor warga kerap jadi incaran maling. Sebelum 2021, hampir tiap pekan, ada warga di Jembatan Besi melaporkan motor mereka yang hilang. 

"Dulu seminggu sekali warga kami pasti kehilangan, entah motor, tabung gas, atau bahkan kotak amal," ucap Nurdin saat berbincang dengan Alinea.id di kediamannya. 

Menurut Nurdin, ia dan pengurus RW kerap jadi sasaran kemarahan warga yang kehilangan barang berharga. Sejak 2021, ia pun berinisiatif menggelar sayembara menangkap maling demi meredam kasus-kasus pencurian di Jembatan Besi. 

Ketentuan sayembara dimuat dalam poster-poster yang disebar di 16 titik di RW 01. Selain untuk bikin para maling parno, sayembara itu juga dimaksudkan untuk mendorong warga agar aktif mengawasi keamanan di lingkungan mereka. 

"Aturan main (sayembara) harus memenuhi empat unsur, yaitu ada korban, ada pelaku, ada barang bukti, dan ada saksi. Plus tidak boleh main hakim sendiri," tutur Nurdin. 

Nurdin menyiapkan hadiah khusus bagi warga yang sukses menangkap maling. Sebanyak Rp500 ribu untuk warga yang menangkap maling pada siang hari dan Rp1 juta bagi warga yang menangkap maling pada malam hari. Duit hadiah berasal dari kantong Nurdin sendiri. 

Sayembara itu ternyata efektif. Selama tiga tahun terakhir, tercatat hanya satu maling yang kedapatan beraksi di Jembatan Besi. Itu pun tertangkap warga. 

"Tidak lagi kehilangan barang pribadi seperti tabung gas atau aset lain. Lumayan efektif," ucap Nurdin.

Sayembara menangkap maling juga diakui efektif oleh Ajo, salah satu warga Jembatan Besi. Menurut dia, warga antusias ikut ronda sejak sayembara itu digelar. 

"Tahu sendiri warga Tambora. Sekali beraksi, bisa bikin jera. Ketangkap aja coba, bisa dipukulin warga," ucap Ajo kepada Alinea.id

Ajo membenarkan banyak warga di Jembatan Besi yang terpaksa memarkir motor di luar rumah lantaran tak punya halaman. Warga, kata Ajo, harus aktif mengawasi lingkungan jika tidak ingin kemalingan. 

"Sekarang turun yang maling. Jangan coba-coba," ucap pria berusia 49 tahun itu. 

Warga menyiram jalanan di kawasan Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat, Selasa (30/7). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Sayembara menangkap maling di Tambora sebelumnya sempat disinggung anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDI-Perjuangan, Dwi Rio Sambodo. Menurut dia, sayembara itu menunjukkan lemahnya sinergi antara masyarakat, aparat keamanan, dan pemkot. 

“Tindakan-tindakan ofensif dalam bentuk pencegahan maupun tindakan ofensif dalam bentuk penindakan harus dievaluasi sehingga kasus-kasus seperti ini tidak berulang,” ujar Rio. 

Rio menduga warga Tambora berinisiatif menyingkirkan maling lantaran kasus-kasus pencurian yang dilaporkan ke polisi tak ditanggapi dengan baik. 

"Begitu juga aparatur pemda jangan hanya bertugas terpaku dalam nomenklatur yang ada belaka. Tetapi, harus ada kreasi dan inovasi-inovasi yang adaptif dengan tuntunan situasi,” lanjutnya.
 
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Edi Hasibuan sepakat sayembara menangkap maling di Tambora mengindikasikan warga sudah tak percaya pada aparat keamanan setempat. Itu merupakan kritik tak langsung bagi kinerja kepolisian setempat. 

"Bagi polisi harus membuktikan juga bisa menjaga keamanan. Sementara itu, warga juga ketika berhasil menangkap maling harus segera serahkan ke polisi. Jangan terlalu lama kemudian ada aksi main hakim sendiri," ucap Edi kepada Alinea.id, Selasa (30/7).

Edi meminta polisi proaktif merespons kasus-kasus pencurian di Tambora. Menurut dia, warga di Tambora bisa mudah terprovokasi saat mendapati maling. "Oleh karena itu aparat keamanan langsung bertindak ketika ada laporan," ucap Edi.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan