Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin sering berkeliling dunia selama 10 bulan pertama jabatannya. Dia memberi alasan soal kebiasaan itu dalam pidato yang disiarkan di siaran televisi pada hari Sabtu (22/6).
Srettha, seorang taipan real estat dan pendatang baru di bidang politik yang menjadi perdana menteri pada Agustus tahun lalu, melakukan 15 kunjungan ke luar negeri. Dia berjanji akan berhenti selama dua bulan pada bulan Maret sebagai tanggapan atas kritik publik.
“Beberapa dari kunjungan ini tidak dapat dihindari,” katanya, merujuk pada kunjungan resmi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), serta ke China dan Jepang, sementara kunjungan ketiga ke Sri Lanka untuk menandatangani perjanjian perdagangan bebas.
Kunjungan lainnya bertujuan untuk menarik perdagangan dan investasi, kata Srettha, dijuluki "salesman Thailand". Dia sering berbicara tentang tujuannya untuk memikat lebih banyak investasi asing ke negara tersebut.
“Saya perlu untuk melakukan kunjungan,” katanya dalam sambutan yang direkam sebelumnya, disitir Reuters.
Menyikapi kritik publik Thailand lainnya soal harta kekayaannya, PM Srettha telah menyerahkan kembali deklarasi asetnya setelah menghilangkan dua item dalam pengajuan pertamanya, yang dibuat pada bulan Desember.
Srettha menyatakan bahwa dia dan istrinya, Pakpilai Thavisin, memiliki aset gabungan senilai 1,02 miliar baht (Rp457,9 miliar), menurut Kantor Komisi Anti-Korupsi Nasional (NACC) pada hari Senin (17/6).
Dilansir Asia News, Srettha mengatakan dia telah menambahkan 199,955 baht (Rp89,7 juta) ke aset yang dia deklarasikan pada 28 Desember, sehingga totalnya menjadi 1,020,668,683 baht. Aset tambahannya adalah 197,048 baht (Rp88,4 juta) dari rekening tabungan dan 2.907 baht (Rp1,3 juta) dari token digital SiriHubA.
Pernyataan terbaru Srettha juga mengungkapkan bahwa dia dan istrinya memiliki utang gabungan lebih dari 10 juta baht (Rp4,5 miliar).
Laporan aset menyebutkan kekayaan Srettha sebesar 659,591 juta baht (Rp296,1 triliun) dan istrinya sebesar 361,077 juta baht (Rp162 triliun).
Srettha yang berusia 62 tahun ikut mendirikan Sansiri pada tahun 1998, dan sebagai CEO membantu mengembangkannya menjadi salah satu pengembang properti terbesar di Thailand.(reuters,asianews)