Sejak dilantik menjadi presiden, Prabowo Subianto tancap gas meningkatkan industri pertahanan dalam negeri. Salah satunya dengan menggunakan mobil Maung Garuda atau Maung versi 3 (MV3) Garuda Limousine buatan PT. Pindad saat diantar ke Istana Negara usai bertolak dari Gedung DPR/MPR selesai pelantikan, Minggu (20/10).
Prabowo pun bakal memfasilitasi para menteri hingga pejabat eselon 1 dengan mobil hasil rancangan Sigit Puji Santosa dari Instutut Teknologi Bandung (ITB) yang juga Direktur Teknologi dan Pengembangan serta Wakil Direktur Utama PT. Pindad, dengan 70% memanfaatkan komponen dalam negeri itu.
Selain itu, dalam acara Deklarasi Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) di Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (2/11), Prabowo pun mengungkapkan bakal membagikan becak listrik gratis untuk tukang becak yang berusia 60 tahun. Prabowo mengungkapkan, pemerintah sudah bekerja sama dengan salah satu industri pertahanan, PT. LEN Industri untuk memproduksi becak listrik tersebut.
Pengamat militer Khairul Fahmi menilai, Prabowo yang berusaha mendongkrak produk badan usaha milik negara (BUMN) pertahanan, bisa memberikan dampak pada kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Misalnya penggunaan MV3 Garuda Limousine.
“Sebagai perbandingan, kebijakan Buy American (Act) di Amerika Serikat menargetkan peningkatan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) produk pertahanan hingga 75% pada 2029. Program ini bertujuan mendorong pemerintah untuk lebih banyak membeli produk lokal, demi menciptakan lapangan kerja dan memperkuat sektor industri dalam negeri,” kata Fahmi kepada Alinea.id, Rabu (6/11).
Sementara rencana Prabowo memberi 1.000 becak listrik buatan PT. LEN Industri, kata Fahmi, merupakan inovasi transportasi ramah lingkungan yang bebas emisi dari perusahaan industri pertahanan yang mengakomodir kebutuhan masyarakat. Fahmi menyebut, di banyak negara, teknologi pertahanan telah lama diadaptasi untuk keperluan sipil.
“Contohnya adalah GPS (global positioning system) dan internet, yang pada awalnya dikembangkan untuk keperluan militer, sekarang menjadi teknologi umum yang menunjang kehidupan sehari-hari,” ujar Fahmi.
“Becak listrik PT. LEN adalah contoh nyata bagaimana teknologi pertahanan dapat diadaptasi ke sektor sipil, memenuhi kebutuhan transportasi modern yang hemat energi. Langkah ini juga mencerminkan pola dual-use technology atau teknologi ganda, di mana teknologi untuk kepentingan militer dapat memiliki manfaat yang lebih luas untuk masyarakat.”
Kendati demikian, Fahmi tidak menampik bila banyak kalangan yang menilai cara Prabowo memanfaatkan industri pertahanan nasional lewat mobil MV3 Garuda Limousine dan becak listrik hanya gimik. Fahmi justru melihat, kedua produk dari BUMN industri pertahanan untuk kepentingan sipil itu adalah langkah strategis yang sejalan dengan visi kemandirian teknologi dan ekonomi.
“Meski tidak sekompleks pesawat tempur atau kapal perang, keduanya memiliki nilai inovasi dan dampak sosial yang besar,” tutur Fahmi.
Lebih lanjut, dia melihat, BUMN industri pertahanan sudah seharusnya bergerak maju. Tidak hanya berorientasi pada militer, tetapi juga melibatkan solusi teknologi yang memiliki dampak sosial.
“Jadi, inovasi-inovasi ini sebenarnya justru menunjukkan bahwa industri pertahanan Indonesia siap untuk beradaptasi dan mengembangkan teknologi yang lebih inklusif,” kata Fahmi.
“Jika dikelola dan dikembangkan dengan berkelanjutan, proyek-proyek seperti Maung Garuda dan becak listrik dapat menjadi langkah penting dalam memperkuat industri pertahanan Indonesia, yang tidak hanya kuat di bidang militer, tetapi juga memberi kontribusi yang nyata bagi masyarakat.”
Terpisah, ahli pertahanan Alman Helvas Ali mengatakan, wajar bila ada orang yang menilai Prabowo hanya gimik dalam mendukung produk BUMN pertahanan. Sebab, kenyataannya memang PT. Pindad hanya sebagai industri karoseri saja.
“Platform (mobil) Maung (Garuda) terdiri atas Toyota Hilux, Isuzu D-Max, dan SsangYong Rexton. Kalau dikatakan gimik, juga tidak keliru,” ujar Alman, Kamis (7/11).
Jika dari penggunaan mobil MV3 Garuda Limousine dan produksi becak listrik dianggap meningkatkan kapasitas industri pertahanan, menurut Alman, harus disepakati dahulu struktur pendapatan industri pertahanan.
“Apakah 100% dari lini bisnis pertahanan atau terbagi antara lini bisnis pertahanan dan lini bisnis komersial?” kata dia.
“Jika terbagi atas dua lini bisnis, lalu berapa porsi tiap lini bisnis? 30% lini bisnis pertahanan dan 70% lini bisnis komersial? Atau sebaliknya?”
Meski begitu, Alman memaklumi bila industri pertahanan turut didorong agar berorientasi pada produk untuk kepentingan sipil. Soalnya, BUMN industri pertahanan akan sulit meningkatkan pendapatan kalau hanya mengandalkan lini bisnis pertahanan.
“Dengan fakta bahwa anggaran belanja modal (buat beli senjata dari indhan domestik) di APBN Kemenhan (Kementerian Pertahanan) kurang 30% dari total nilai APBN untuk Kemenhan,” ujar Alman.
“Amat sangat sulit bagi indhan untuk andalkan pendapatan hanya dari lini bisnis pertahanan. Walaupun ada pula pengadaan senjata lewat skema pinjaman dalam negeri, tetapi tidak akan cukup membuat indhan memiliki cashflow yang bagus.”