close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tersangka pemerkosaan Priguna Anugrah Pratama (tengah, berdiri, berkaos biru) dihadirkan dalam konferensi pers di Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025)./Foto Instagram @humaspoldajabar
icon caption
Tersangka pemerkosaan Priguna Anugrah Pratama (tengah, berdiri, berkaos biru) dihadirkan dalam konferensi pers di Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025)./Foto Instagram @humaspoldajabar
Peristiwa - Kriminal
Senin, 14 April 2025 16:03

Supaya kasus kekerasan seksual dokter PPDS tak terulang lagi

Seleksi terhadap calon tenaga medis seharusnya mempertimbangkan berbagai aspek psikologis.
swipe

Akibat kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugrah Pratama, terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan sementara kegiatan PPDS anestesiologi dan terapi intensif Unpad di RSHS selama sebulan.

Langkah itu diambil untuk mengevaluasi, melakukan perbaikan pengawasan, serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual itu. Kemenkes juga sudah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut surat tanda registrasi (STR) pelaku. Kemenkes pun akan mewajibkan seluruh rumah sakit pendidikan Kemenkes melakukan tes kejiwaan berkala bagi peserta PPDS di seluruh angkatan.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menegaskan, proses seleksi peserta PPDS harus lebih ketat. Tak cuma soal nilai akademik atau kemampuan medis, tetapi juga menyangkut soal kepribadian dan moral.

“Tes psikologi seharusnya bisa menggambarkan apakah seseorang punya potensi melakukan kekerasan atau tidak,” ujar Hermawan kepada Alinea.id, Sabtu (12/4).

Selain itu, menurut pengamat kebijakan kesehatan itu, kampus dan rumah sakit pendidikan juga harus membuat sistem pelaporan yang aman untuk korban, tanpa takut dikucilkan.

“Mahasiswa, dosen, dan semua tenaga medis perlu diedukasi soal batasan etika dan hukum, khususnya dalam relasi di lingkungan pendidikan dan praktik,” kata dia.

Tak kalah penting, menurut dia, pemerintah diminta untuk lebih aktif melakukan pengawasan terhadap jalannya pendidikan kedokteran spesialis. Audit rutin, evaluasi lingkungan belajar, serta penerapan sanksi terhadap institusi yang lalai menjadi bagian penting dari upaya pencegahan kekerasan seksual.

“Kalau ada kejadian dan dibiarkan, itu bukan cuma soal individu pelaku, tapi soal sistem pendidikan dan pengawasan yang harus dibangun lebih kuat dan berpihak pada keselamatan semua orang,” ucap Hermawan.

Sementara itu, psikolog klinis forensik A. Kasandra Putranto mengatakan, seleksi terhadap calon tenaga medis seharusnya mempertimbangkan berbagai aspek psikologis. Sebab, peran mereka besar dalam masyarakat. Tidak hanya mengutamakan aspek kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan emosi, sosial, dan analisa perilaku.

“Dengan demikian diperlukan proses seleksi yang ketat untuk penerimaan ‘tokoh-tokoh’ medis yang memiliki kewenangan besar dan melibatkan masyarakat luas,” kata Kasandra, Jumat (11/4).

Menurut Kasandra, seleksi tidak hanya berlaku pada tahap masuk PPDS. Namun juga dilakukan secara berjenjang, mulai dari pendidikan sarjana kedokteran, penilaian kelulusan program profesi dokter umum, hingga masuk program spesialis.

Hal itu bertujuan untuk memastikan setiap individu yang melanjutkan ke tahap pendidikan berikutnya memiliki kesiapan mental dan etika profesional yang memadai. Terkait tekanan berat yang sering dirasakan peserta PPDS, dia menyarankan adanya asesmen psikologi berkala untuk memantau stabilitas mental peserta.

“Terutama di bawah tekanan akademik dan klinis yang tinggi,” tutur Kasandra.

Lebih lanjut, Kasandra menambahkan, dalam kasus tertentu yang menyangkut pelanggaran hukum atau etika, pemeriksaan psikologi forensik menjadi penting guna mengungkap motif utama di balik tindakan tersebut.

Kasandra menerangkan, gejala awal gangguan mental yang mungkin muncul pada peserta PPDS sangat bervariasi. Tergantung latar belakang psikologis masing-masing individu dan tekanan yang mereka hadapi.

“Namun, sebagai tenaga medis, mereka diharapkan memiliki profil psikologis yang stabil dan layak,” kata Kasandra.

img
Nofal Habibillah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan