close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi senjata api. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi senjata api. Foto Pixabay.
Peristiwa
Rabu, 25 September 2024 06:06

Tak masalah pejabat imigrasi pegang senjata api?

DPR menyetujui RUU tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
swipe

Beberapa hari lalu, DPR sepakat menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dengan demikian, RUU Keimigrasian sah menjadi undang-undang.

Secara garis besar, terdapat sembilan perubahan dalam undang-undang baru ini, termasuk penambahan substansi baru pada pasal 3 ayat (4) terkait izin bagi pejabat Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggunakan senjata api.

“Dalam melaksanakan fungsi di bidang penegakan hukum dan keamanan negara, pejabat imigrasi tertentu dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Keimigrasian.

Menanggapi peraturan itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio tak melihat adanya isu krusial dalam beleid itu. Sebab, hal itu merupakan langkah lain dari keamanan negara.

“Enggak masalah, asal yang bersangkutan mental dan emosionalnya sudah baik,” kata Agus kepada Alinea.id, Minggu (22/9).

“Karena mereka berhadapan dengan banyak persoalan keamanan negara dan sudah diatur oleh undang-undang.”

Bagi Agus, hal ini mirip keberadaan polisi dan TNI di beberapa titik vital imigrasi. Semua, katanya, bagian dari keamanan negara.

Sementara itu, Sekjen Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Firre An Suprapto mengatakan, kondisi di imigrasi akan bermuara pada manajemen pertahanan dan keamanan. Meski begitu, dia menilai, membekali pejabat imigrasi dengan senjata, perlu penataan ulang.

Semisal mengukur kembali seberapa tinggi ancaman dalam imigrasi. “Ini nanti ada hubungannya, peran keamanan negara dan ancaman terhadap budaya-budaya yang masuk,” ujar Firre, Senin (23/9).

Menurutnya, pengukuran terhadap kondisi tersebut untuk memastikan imigrasi di Indonesia masih dalam penanganan atau tidak. Firre menyebut, persenjataan bukan topik utama dalam kasus ini, melainkan keamanan negara. Kelengkapan persenjataan, kata dia, harusnya hanya dipandang sebagai alat dari perwujudan keamanan negara itu sendiri.

Dia pun ingin memastikan bahwa petugas imigrasi memiliki mental yang cukup baik, jika diberikan hak dan tanggung jawab memegang senjata api. Soalnya, tes kejiwaan untuk syarat memegang senjata sudah sangat ketat.

“Hal ini menunjukkan bahwa pemberiannya (senjata api) saja bukan tanggung jawab yang sederhana,” tutur dia.

“Ketat psikotesnya untuk pegang senjata itu. Even itu hanya airsoft gun. Jadi penggunaan senjata itu cukup ketat SOP-nya.”

Pokok persoalannya, menurut dia, ketertiban perpindahan luar negeri. Dan, pemberian senjata itu menjadi upaya maksimal bila ada yang berontak. Kemudian, Firre menyebut, dalam benak setiap pejabat imigrasi harus ditanamkan bahwa angkat senjata adalah upaya terakhir dalam menjaga keamanan.

“Bagaimanapun, tindakan persuasif adalah yang utama untuk memastikan imigrasi tetap berjalan dengan tenang atau tidak menakutkan publik,” kata Firre.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan