close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan dalam acara perayaan ulang tahun Golkar ke-59 di Jakarta, November 2023. /Foto Instagram @airlanggahartarto_official
icon caption
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan dalam acara perayaan ulang tahun Golkar ke-59 di Jakarta, November 2023. /Foto Instagram @airlanggahartarto_official
Peristiwa
Minggu, 10 November 2024 12:53

Teka-teki "perahu" politik Jokowi

Ada sejumlah skenario yang berkembang: Jokowi masuk Golkar, bergabung dengan PSI, atau membesarkan Projo.
swipe

Meleset dari ekspektasi berbagai kalangan, Presiden ke-7 RI Joko Widodo tak ada dalam struktur kepengurusan Partai Golkar yang dirilis, beberapa hari lalu. Ketua Umum Golkar Bahli Lahadalia tak memberikan jabatan khusus bagi Jokowi. 

Namun demikian, Bahlil tak menutup kemungkinan Jokowi bergabung dengan Golkar di masa depan. Apalagi, menurut dia, banyak kader Golkar yang berharap Jokowi mau bergabung dengan partai berlambang pohon beringin itu. 

"Pak Jokowi itu sekarang bapak bangsa, berdiri di atas semua partai, di atas semua masyarakat," kata Bahlil usai mengumumkan susunan kepengurusan Golkar yang baru di DPP Golkar, Jakarta, Kamis (7/11) lalu. 

Jokowi diisukan bakal berlabuh di Golkar sejak era Pilpres 2024. Ketika itu, Jokowi dianggap tak mungkin lagi bertahan di PDI-Perjuangan karena merestui putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. PDI-P memilih pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai jagoan mereka. 

Meski membangkang dari arahan partai, Jokowi tak serta-merta dipecat. Selain bakal ditampung Golkar atau Gerindra, sempat beredar isu Jokowi menunggu momen untuk mengambil alih PDI-Perjuangan dari tangan Megawati Soekarnoputri. Hingga Jokowi lengser, rumor-rumor politik itu tak terbukti. 

Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menilai wajar jika Jokowi nantinya dianugerahi tempat terhormat di Golkar. Apalagi, Bahlil diduga mulus menduduki kursi ketum lantaran manuver politik Jokowi di akhir masa jabatannya. 

"Tetapi, di Golkar itu banyak fraksi dan sulit dikendalikan oleh Jokowi. Kultur politik di Golkar kurang cocok," kata Cecep kepada Alinea.id, Sabtu (9/10).

Selain berlabuh di parpol mapan, Jokowi juga diisukan bakal membantu  kelompok relawan Projo dalam transformasi menjadi parpol. Namun, Cecep menilai Jokowi bakal sulit membesarkan Projo sebagai parpol karena kendala finansial dan kebutuhan basis massa yang besar. 

Di lain sisi, relawan Projo juga sangat pragmatis. Itu terlihat dari banyaknya anggota Projo yang bergabung dalam Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) bentukan Prabowo. "Jadi, sulit jika mengandalkan Projo dan relawan lain bila ingin menjadi partai politik," kata Cecep. 

Jika skenario-skenario itu buntu, Cecep menduga Jokowi bakal memilih berlabuh di Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini dipimpin putra bungsunya, Kaesang Pangarep. Sejak Pilpres 2019, PSI manut ke Jokowi. 

"Tapi tantangannya partai ini memiliki nilai tawar yang kecil. Buktinya, PSI tidak lolos parlemen. Jadi, Jokowi perlu kerja keras untukmenjadikan PSI sebagai partai yang bisa diperhitungkan," kata Cecep. 

Cecep melihat ada skenario yang mungkin dipilih Jokowi, yaitu menjadi figur politik seperti Lee Kuan Yew di Singapura. Setelah mengundurkan diri sebagai perdana menteri Singapura selama 31 tahun dan digantikan Goh Chok Tong, Lee menduduki jabatan menteri senior Singapura. 

"Melihat animo dan pengaruhnya cukup besar. Jokowi bisa saja jadi seperti Lee Kuan Yew. Mungkin namanya bukan menteri senior, tetapi perannya seperti itu. Menurut saya, itu bukan hal yang mustahil," kata Cecep. 

Berbeda, analis politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai kecil kemungkinan Jokowi menduduki kursi menteri senior seperti Lee Kuan Yew yang bisa turut mengendalikan kabinet. Paling banter Jokowi disiapkan untuk memimpin Wantimpres RI. 

"Apakah akan jadi menteri senior? Sepertinya tidak karena nanti akan ada matahari kembar. Menurut saya, nanti bisa saja jadi ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA)," kata Ujang kepada Alinea.id. 

Sebelum disepakati menjadi Wantimpres RI, Wantimpres sempat diisukan bakal diubah namanya jadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pada era Orde Baru, DPA sempat diposisikan berada di atas kekuasaan presiden sebelum akhirnya pengaruh politiknya meredup. 

Terkait opsi pilihan parpol, Ujang menilai Golkar paling ideal bagi Jokowi ketimbang harus membangun berbasis relawan atau membesarkan PSI yang sudah diketuai oleh Kaesang. 

"Karena PSI belum bergengsi. Kedua, bikin partai perlu uang besar. Kalau masuk PSI, PSI partai kecil. Jadi, ketiganya pilihan yang kurang bagus. Tapi, kalau mau nyaman, ya, di Golkar.  Jasa Jokowi pada Bahlil sangat besar di sana," ujar dia. 


 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan