Pemerintah berencana melatih terpidana kasus penyalahgunaan narkoba menjadi komponen cadangan (komcad). Hal itu dilontarkan Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Dia menyatakan, Presiden Prabowo Subianto sudah menyiapkan komcad untuk terpidana kasus penyalahgunaan narkoba, yang hendak mendapat pengampunan atau amnesti.
Yusril mengatakan, banyak terpidana kasus penyalahgunaan narkoba yang masih berusia produktif. Amnesti sendiri, kata Yusril, diberikan lewat beberapa tahapan, termasuk rehabilitasi. Nantinya, mereka bakal diterjunkan ke masyarakat untuk mengerjakan proyek-proyek raksasa, seperti pembukaan lahan pertanian di Kalimantan dan Papua.
Menurut peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Girlie L.A. Ginting, pelatihan bagi terpidana kasus penyalahgunaan narkoba yang mendapat amnesti sebagai komcad, rentan terjadi eksploitasi. Sebab, terpidana narkoba bisa dipekerjakan dengan upah yang tidak sesuai dari jerih payah yang dilakukan.
“Karena narapidana tersebut diberikan kesempatan kerja sebagai bagian dari pembinaan, maka hak atas upah pekerjaannya harus dibayarkan, di mana sebenarnya bisa dilakukan saat ini, tanpa perlu mendasarkannya pada rencana amnesti,” kata Girlie kepada Alinea.id, Jumat (24/1).
Girlie memandang, komcad semestinya diperkuat terkait ketersediaan tenaga kerja oleh pemerintah dan pengarusutamaan penggunaan alternatif pemindahan nonpenjara, seperti pelatihan kerja yang sistemnya dibangun secara komprehensif.
Meski begitu, dia sepakat bila pemberian amnesti kepada terpidana kasus penyalahgunaan narkoba bertujuan untuk mengakhiri tren kriminalisasi. Namun, pemberian amnesti itu harus akuntabel dan transparan.
“Artinya, proses ini harus dilakukan berbasis kebijakan yang bisa dinilai publik untuk dapat dikritisi. Selain itu, teknis pemberian amnesti juga harus dirumuskan dalam peraturan, minimal setara dengan peraturan menteri,” tutur Girlie.
Beleid setara peraturan menteri, kata Girlie, penting didorong agar bisa menjamin standardisasi pelaksanaan, penilaian, dan pemberian amnesti. Hingga kemudian diusulkan ke presiden dan dipertimbangkan DPR.
Akademisi hukum pidana dari Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini menilai, dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba, terdapat dua pendapat yang paling sering digunakan untuk menangani pelaku, bukan bandar, yakni pendekatan hukum dan kesehatan.
Pendekatan hukum, kata dia, menggunakan cara pemenjaraan. Sedangkan pendekatan kesehatan, menggunakan cara rehabilitasi. Di Indonesia, lanjut Orin, pengguna narkotika mayoritas dihukum penjara, sehingga membuat penjara kelebihan kapasitas.
“Jika pemerintah ingin menggunakan mekanisme komcad, apakah konsep komcad itu sesuai dengan konsep rehabilitasi yang seharusnya diterima oleh penyalahguna?” kata Orin, Jumat (24/1).
Orin mengatakan, konsep rehabilitasi narkoba adalah memulihkan pengguna narkotika lewat sarana medis. Kemudian disertai dengan upaya penunjang lainnya.
Orin menduga, komcad ingin dijadikan sebagai sarana pemerintah lepas tangan dari upaya melakukan rehabilitasi. Dia pun menyarankan, pemerintah sebaiknya melihat dahulu berbagai kajian latar belakang penyalahguna narkoba. Karena hal itu sangat beragam.
“Rata-rata penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi menjadi pintu masuk yang paling sering menjerumuskan mereka sebagai penyalahguna,” ucap Orin.
“Dan karena tidak mampu membayar biaya assessment dan rehab, maka mereka pasrah saja jika dimasukkan ke penjara.”
Orin memandang, negara seharusnya mengupayakan agar rehabilitasi dapat diakses semua lapisan masyarakat, sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
“Jadi, komcad juga jangan semata-mata hanya menyibukkan dengan kegiatan fisik, tapi orientasi pemulihan melalui rehabilitasi harus diutamakan,” tutur Orin.
“Maka itu penting juga untuk mempertanyakan konsep komcad seperti apa yang diimpikan oleh pemerintah untuk mensubsitusi upaya rehabilitasi narkotika.”