Meta mengumumkan larangan terhadap media pemerintah Rusia, termasuk RT dan Rossiya Segodnya, untuk menggunakan layanan Facebook, Instagram, dan WhatsApp yang mereka miliki.
"Setelah melakukan pertimbangan mendalam, kami memperluas langkah-langkah yang telah dilakukan terhadap media pemerintah Rusia," demikian pernyataan Meta pada 17 September.
"Rossiya Segodnya, RT, dan entitas terkait lainnya kini dilarang secara global dari aplikasi kami karena terlibat dalam aktivitas campur tangan asing," lanjut perusahaan tersebut.
Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada sebelumnya telah memberlakukan larangan terhadap media Rusia seperti RT dan Sputnik, sebagai bagian dari sanksi Barat terhadap Rusia menyusul invasi negara tersebut ke Ukraina pada tahun 2022.
Meta juga mengungkap bahwa media pemerintah Rusia telah melakukan operasi pengaruh dan mencoba menghindari deteksi di platform mereka. Larangan ini akan mulai diberlakukan dalam beberapa hari ke depan. Selain itu, Meta juga telah membatasi jangkauan unggahan oleh media pemerintah Rusia di platformnya.
Sementara itu, platform media sosial milik Elon Musk, X, masih memperbolehkan RT untuk melakukan unggahan, kecuali di negara-negara yang secara spesifik melarang media tersebut. Musk berpendapat bahwa platformnya mengedepankan kebijakan kebebasan berbicara.
Pemimpin redaksi RT, Margarita Simonyan, pada bulan Februari mengungkapkan bahwa sekutu Ukraina "sangat khawatir karena opini publik di Barat mulai berubah dengan cepat." Menurutnya, perubahan opini publik ini sebagian besar dipengaruhi oleh "proyek rahasia" Rusia.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, pada 13 September menyatakan bahwa RT terlibat dalam operasi pengaruh rahasia dan bekerja sama erat dengan militer Rusia. Tindakan ini, menurut Blinken, mengganggu "kedaulatan negara-negara di seluruh dunia."
"Hari ini, kami mengungkap bagaimana Rusia menyebarkan taktik serupa di seluruh dunia," tambah Blinken. Dia menegaskan bahwa "persenjataan disinformasi Rusia bertujuan untuk memecah belah masyarakat yang bebas dan terbuka di seluruh dunia."
Departemen Luar Negeri AS dalam siaran persnya menyatakan bahwa RT memperluas operasinya awal tahun lalu, bersamaan dengan peningkatan kemampuan siber pemerintah Rusia dan hubungan eratnya dengan intelijen Rusia.
Larangan Meta muncul setelah terungkapnya dugaan skema Rusia yang menyalurkan sekitar 10 juta dolar AS melalui perusahaan cangkang untuk mendanai kampanye pengaruh secara diam-diam di platform seperti TikTok, Instagram, X, dan YouTube, menurut dakwaan yang dibuka oleh jaksa. Skema ini dikaitkan dengan RT, menurut jaksa penuntut.
"RT telah menjalankan kampanye pengaruh berbahaya di negara-negara yang menentang kebijakan Rusia, termasuk Amerika Serikat, dengan tujuan menciptakan perpecahan domestik dan melemahkan oposisi terhadap tujuan pemerintah Rusia," demikian pernyataan jaksa.
Sejak tahun 2016, otoritas Amerika telah menuduh Rusia terlibat dalam campur tangan pemilihan presiden AS.
Di tengah tekanan Amerika untuk mengambil tindakan terhadap media pemerintah Rusia, India menolak untuk melakukannya. Seorang pejabat pemerintah di New Delhi mengatakan kepada The Hindu bahwa konflik tersebut tidak berkaitan dengan India.
"Ini akan dianggap sebagai standar ganda oleh Global South, yang ingin mereka dekati. India jelas tidak akan merespons tekanan seperti ini dari Amerika," kata Kanwal Sibal, mantan duta besar India untuk Rusia.
Sementara itu, Margarita Simonyan berpendapat bahwa di Barat, kebebasan berbicara hanya berlaku bagi mereka yang mendukung narasi resmi dan mematuhi perintah badan intelijen mereka.
"Serangan terbaru terhadap media Rusia adalah upaya nyata untuk membatasi ruang informasi menjelang pemilihan umum November mendatang," tulis Simonyan dalam opininya di Russia Today.
"Mereka ingin membungkam semua suara. Inilah kisah kebebasan dan demokrasi di Barat yang mereka sebut 'bebas'," ujarnya.
Simonyan juga membantah tuduhan bahwa medianya bekerja sama dengan intelijen Rusia, menyebutnya sebagai "kasus proyeksi klasik."
"Gagasan bahwa Anda tidak bisa mencapai hasil tanpa terlibat dengan badan intelijen adalah cerminan dari bagaimana mereka bekerja," tambahnya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyebut sanksi baru terhadap media di Rusia sebagai tindakan represif yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada hari Selasa menyatakan bahwa "tindakan selektif seperti ini terhadap media Rusia tidak dapat diterima" dan menambahkan bahwa "dengan langkah ini, Meta justru mendiskreditkan dirinya sendiri."
"Kami sangat menentang keputusan ini. Tindakan ini, tentunya, semakin memperumit prospek untuk menormalkan hubungan kami dengan Meta," kata Peskov kepada wartawan dalam telekonferensi hariannya.(voa,brusselssignal)