close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi petugas menunjukkan uang palsu saat gelar kasus di Polres Pekalongan, Jateng, pada Rabu (2/3/2022). Foto Antara/Harviyan Perdana Putra
icon caption
Ilustrasi petugas menunjukkan uang palsu saat gelar kasus di Polres Pekalongan, Jateng, pada Rabu (2/3/2022). Foto Antara/Harviyan Perdana Putra
Peristiwa - Kriminal
Selasa, 15 April 2025 16:08

Urgensi memberantas simpul-simpul pengedar uang palsu

Kasus pembuatan dan peredaran uang palsu belakangan ini terungkap.
swipe

Rentetan kasus peredaran uang palsu yang muncul belakangan, menjadi tanda kejahatan di bawah tanah jauh lebih buruk dibanding bukti uang palsu yang terungkap dari orang-orang yang tertangkap. Salah satu kasus yang terbesar, polisi membongkar “pabrik” uang palsu di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan pada Desember 2024.

Produksi uang palsu itu dilakukan di salah satu sisi gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Polisi menyita barang bukti berupa satu unit mesin cetak besar GM-247IIMP-25 offset printing machine, ribuan lembar kertas bergambar pecahan uang Rp100.000, peralatan pendukung produksi percetakan uang palsu, dan sebagainya.

Sebanyak 17 orang tersangka, di antaranya dua oknum pegawai bank BUMN, beberapa oknum pegawai UIN Alauddin Makassar, dan seorang kepala perpustakaan. Beberapa hari lalu, polisi pun mengungkap pabrik pembuatan uang palsu di Kota Bogor, Jawa Barat. Kasus ini terungkap berawal dari penemuan tas tertinggal di kereta rel listik (KRL) Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Tas itu berisi uang palsu pecahan Rp100.000 senilai Rp316 juta. Polisi menangkap pemilik tas itu. Kemudian, setelah dilakukan pengembangan, beberapa tersangka ditangkap hingga mengarah ke pabrik uang palsu di Perumahan Griya Melati, Bubulak, Kota Bogor yang sudah beroperasi selama enam bulan.

Terakhir, pada Rabu (2/4) malam polisi menangkap mantan aktris drama kolosal, Sekar Arum Widara karena diduga mengedarkan uang palsu Rp225 juta di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Mulanya, pelaku melakukan pembayaran dengan uang palsu di supermarket mal dan berhasil. Di hari yang sama, pelaku mencoba lagi melakukan pembayaran di supermarket yang sama, tetapi di kasir berbeda. Kasir melakukan pemeriksaan dengan mesin pendeteksi uang sinar UV, dan diketahui uang itu palsu. Transaksi pun dibatalkan.

Pelaku lantas mencoba pembelian lagi di toko lain. Namun, kasir toko itu mengecek, dan diketahui uang untuk transaksi itu palsu. Pihak keamanan langsung menangkapnya.

Menurut kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon Runturambi, kasus uang palsu yang muncul belakangan merupakan dampak dari penyalahgunaan teknologi yang makin nyata dimanfaatkan jaringan kejahatan.

“(Teknologi) membuat kasus uang palsu makin marak dan pelaku sulit dilacak. Pengedar yang lebih mudah dibekuk,” kata Josias kepada Alinea.id, Senin (14/4).

“Lembaga berwenang (polisi dan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu/Botasupal) harus melacak sampai sumber utama karena kerugian di masyarakat besar.”

Josias mengatakan, kasus peredaran uang palsu yang belakangan terungkap harus menjadi perhatian polisi. Sebab, bisa jadi sudah kadung menjalar pada tataran jaringan kejahatan bawah tanah. Kondisi ini, kata Josias, harus diwaspadai mengingat situasi ekonomi masyarakat saat ini sedang karut-marut.

"Tergantung pada target kelompok dan kepentingan tertentu, pengembangan jaringan kejahatan dunia bawah tanah bisa saja terjadi," ujar Josias.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai, peredaran uang palsu merupakan kejahatan yang perlu dibongkar polisi. Sebab, bukan tidak mungkin jaringan sindikat uang palsu sudah sangat masif di masyarakat. Dia menyebut, sindikat memanfaatkan psikologis masyarakat yang sedang susah payah menghadapi ekonomi yang sulit.

“Untuk mengedarkan uang palsu yang mereka produksi,” kata Edi, Senin (14/4).

Edi yakin, daerah perkotaan, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Makassar, dan kota besar lainnya sudah menjadi simpul-simpul peredaran uang palsu. Karena itu, polisi harus bertindak cepat mengungkap jaringan sindikat uang palsu yang bekerja secara sistematis.

“Sepanjang saya mempelajari kriminologi, suatu kasus sindikat kejahatan terungkap itu pasti sudah sangat masif terjadi,” ucap Edi.

“Jadi, kasus uang palsu ini jaringannya sudah luas kemungkinan.”

Untuk dapat terhindar dari peredaran uang palsu yang masif, Edi menjelaskan, masyarakat harus benar-benar teliti memeriksa uang palsu dalam setiap transaksi. Tidak bisa hanya berharap dari kerja polisi.

“Pedagang di pasar tradisional harus hati-hati,” tutur Edi.

Edi mengatakan, bila polisi kalah cepat dari para sindikat dalam membendung peredaran uang palsu, maka kondisi perekonomian bakal mengalami “kekisruhan”.

“Oleh karena itu, polisi harus cepat bertindak membongkar simpul-simpul,” kata Edi.

“Bisa jadi mereka saling terkait.”

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan