Setelah buron selama lebih dari lima tahun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menangkap tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. Tannos ditangkap di Singapura.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan informasi penangkapan Paulus Tannos. Menurut Fitroh, Tannos sudah ditahan dan sedang menunggu proses ekstradisi dari Singapura ke Indonesia.
"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan... Secepatnya akan dibawa ke persidangan," Fitroh seperti dikutip dari Antara, Jumat (24/01).
Tannos ialah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, salah satu perusahaan pemenang tender proyek pengadaan KTP-el. Perusahaan milik Tannos bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi dan distribusi blangko KTP-el.
Tannos masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021. Sekira dua bulan sebelumnya, KPK mengumumkan empat tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan KTP-el yang diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Selain Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan eks Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi ditetapkan sebagai tersangka. Miryam dan Husni sudah divonis dan dibui.
Meskipun perusahaannya masuk belakangan ke konsorsium pemenang tender pengadaan KTP-el, Tannos punya peran penting dalam kasus korupsi KTP-el. Menurut Wakil Ketua KPK periode 2014–2019, Saut Situmorang, Tannos merupakan salah satu penggagas kongkalikong pemenangan konsorsium PNRI.
Sebelum proyek KTP-el dilelang, Tannos diduga mempertemukan Ketua Tim Teknis Proyek KTP-el Husni Fahmi dan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, disepakati pembagian fee sebesar 5% untuk anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Duit fee itu juga mengalir ke kantong eks Ketua DPR RI Setya Novanto. Pada 2018, Novanto divonis 15 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini," kata Saut dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada 2019.
Pertemuan di ruko Fatmawati diduga terjadi pada akhir 2010 atau awal 2011. Selama sepuluh bulan berikutnya, Paulus dan kawan-kawan berulang kali bertemu untuk menyepakati sejumlah hal lain demi memuluskan "bancakan" proyek pengadaan KTP-el itu, semisal prosedur operasional standar (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.
Kesepakatan-kesepakatan itu jadi dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011. Paulus Tannos juga mempertemukan pihak-pihak vendor semisal pengusaha Andi Agustinus dan Johanes Marliem dengan Husni Fahmi.
Ganti kewarganegaraan
KPK sudah mengendus keberadaan Tannos di Singapura sejak Agustus 2019. Namun, ketika itu, Tannos tak bisa langsung ditangkap lantaran belum ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Kesepakatan ekstradisi antara kedua negara baru terbangun pada 2024.
Pada akhir Januari 2023, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengungkapkan personelnya mendeteksi keberadaan Tannos di Thailand. Namun, Tannos tak bisa ditangkap di negara tersebut karena red notice dari Interpol belum diterbitkan.
"Ini namanya lika-liku penegakan hukum. Yang dikiranya kita mudah, ternyata (gagal) hanya karena satu lembar surat. Karena apa? Pengajuan DPO itu, red notice, sudah lebih dari lima tahun. Tetapi, ternyata setelah dicek di Interpol, belum terbit,” kata Karyoto ketika itu.
Untuk menyulitkan penegak hukum menangkapnya, Tannos juga mengganti nama dan mengubah kewarganegaraannya. Menurut Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, KPK harus meminta penerbitan red notice baru karena Tannos tercatat sebagai seorang warga negara di Afrika Selatan.
"Tidak bisa dipulangkan karena nama sudah berubah dan pasport negara lain. KPK sudah ajukan kembali red notice dengan nama baru dimaksud. Kami terus lakukan pengejaran buron dimaksud," ujar Ali Fikri.
Meskipun punya paspor negara Afrika, Tannos sudah tinggal Singapura sejak 2012. Pria keturunan Tionghoa itu memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana proyek pengadaan chip surat izin mengemudi (SIM).