Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengumumkan ada 15 provinsi yang memiliki kerawanan di atas rata-rata nasional.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, menjabarkan ke 15 provinsi tersebut adalah Papua Barat, Papua, Maluku Utara, Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Lampung, Sumatra Barat, Jambi, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Setiap provinsi memiliki karakteristik kerawanan yang berbeda. "Misalnya Papua Barat, Sumatra Barat dan Maluku memiliki kerawanan dimensi penyelengaraan Pemilu yang bebas dan adil," katanya di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (24/9).
Bawaslu menyebutkan tidak ada satu pun yang masuk dalam kategori daerah kerawanan rendah dalam praktik politik uang. Sebuah daerah dikatakan memiliki indeks kerawanan rendah jika memiliki skoring sekitar 0-33.
Selanjutnya, sekitar 176 kabupaten kota terindikasi praktik politik uang dengan kategori kerawanan tinggi. "Setara dengan 34,2% dan berkategori rawan tinggi terpapar praktik politik uang," kata Afif.
Sementara itu, di 338 kabupaten/kota atau setara dengan 65,8% masuk dalam kategori kerawanan adanya praktik politik uang.
Isu strategis lainnya yang dapat menjadi perhatian pemangku kepentingan Pemilu yaitu, aspek keamanan.
"Tercatat, 94 kabupaten/kota atau 18,3% masuk dalam kategori rawan tinggi. Sisanya, 420 kabupaten/kota atau 81,7% terkategori rawan sedang," jelasnya.
Kemudian, jika melihat dari aspek netralitas ASN, yang berdasarkan pada subdimensi otoritas penyelenggara Pemilu, penyelenggara negara, relasi kuasa di tingkat lokal dan kampanye. Setidaknya, ada 93 kabupaten/kota atau 18,1% yang termasuk rawan tinggi.
Juga, 421 kabupaten/kota atau 81,9% yang masuk dalam kategori rawan sedang.
Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (25/9).
Ada beberapa tujuan IKP 2019. Pertama, untuk menyajikan analisis dan rekomendasi kebijakan berbasis riset dan data kepemiluan. Kedua, sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan, program, dan strategi pengawasan Pemilu. Ketiga, sebagai instrumen deteksi dini "early warning instrument". Terakhir, sebagai pencegahan dari potensi kerawanan Pemilu.
"Kami mengharapkan dari gambaran itu dapat menjadi pemetaan dalam mengantisipasi potensi kecurangan yang mungkin akan terjadi. Terutama, dalam tahapan kampanye sampai pelaksanaannya," katanya di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (25/9).
Diluncurkannya IKP 2019, berdasarkan amanat UU No 7 Tahun 2017 Pasal 94 ayat (1) butir a. Isinya menyebutkan, sebagai pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa Pemilu, Bawaslu bertugas mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan serta pelanggaran Pemilu.
Pada konsep kerawanan Pemilu, IKP terbagi kedalam empat dimensi yaitu dimensi konteks sosial politik, penyelegaraan yang bebas dan adil, kontestasi dan partisipasi.
Acara tersebut juga turut dihadiri Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis, Ketua Bawaslu Abhan dan seluruh jajarannya. Serta, perwakilan dari berbagai instansi pemerintahan seperti Kemendagri dan Kemenkopolhukam.