close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi/Pixabay
icon caption
Ilustrasi/Pixabay
Politik
Rabu, 15 September 2021 14:43

3.000 orang positif Covid keliaran di mal, PKS 'sentil' Kemenkes

Temuan ribuan orang berstatus hitam berkeliaran di mal menunjukkan kelemahan sistem protokol kesehatan di tempat publik.
swipe

Pemerintah diminta menindaklanjuti data 3.830 orang berstatus hitam yang berkeliaran di mal. Data itu diperoleh dari PeduliLindungi saat pengunjung mal melakukan scan barcode aplikasi di pintu masuk. Status hitam artinya yang bersangkutan terdeteksi positif Covid-19 atau menjadi kontak erat dengan penyintas.

“Bagaimana mungkin orang tersebut bisa berkeliaran di mal? Bukankah  saat scan barcode dan status mereka berwarna hitam seharusnya dilarang masuk oleh petugas?” tanya Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dalam keterangan tertulis, Rabu (15/09/2021).

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, penyampaian data ribuan orang berstatus hitam berkeliaran di mal menunjukkan kelemahan sistem protokol kesehatan di tempat publik dan juga menjadi kritik terhadap sistem aplikasi.

"Tidak semua penjaga pintu memerhatikan dengan seksama hasil scanning barcode. Bahkan ada mal yang pengunjungnya  bisa masuk tanpa melewati deteksi barcode.  Ini seperti formalitas saja, bukan benar-benar untuk menyaring pengunjung yang sehat dan tidak," tegasnya.

Ia melanjutkan, kelemahan sistem PeduliLindungi adalah tidak dapat membedakan status hitam pengunjung, apakah karena positif Covid-19 atau karena menjadi kontak erat.

"Status pengunjung  bisa otomatis berubah menjadi hitam saat sudah berada di dalam mal ketika terdeteksi menjadi kontak erat. Jadi, perubahan status bukan karena tes swab antigen atau swab PCR tapi lebih pada otomatisasi aplikasi," ujar Netty.

Ia juga mempertanyakan tindak lanjut pemerintah atas pengunjung berstatus hitam yang secara prosedur medis seharusnya dibantu untuk melakukan isolasi terpusat (isoter).

"Apakah Kementerian Kesehatan telah menyiapkan infrastruktur dan nakes di tempat publik seperti mal agar mereka yang berstatus hitam segera mendapat perawatan?" tanya Netty lebih lanjut.

Selain itu, kata Netty, aplikasi PeduliLindungi juga tidak dapat mendeteksi status hijau pengunjung dengan akurat. “Status seseorang akan terus hijau selama ia sudah divaksin, tidak melakukan tes Covid-19 dan tidak menjadi kontak erat. Dia akan  bebas masuk ke dalam mal maupun fasilitas publik lainnya. Padahal bisa saja dia sudah terpapar namun tidak diketahui, karena tanpa gejala dan tidak dilakukan tes. Bukankah  tidak ada jaminan orang yang sudah vaksin tidak akan terinfeksi,” urainya.

Dengan faktor kelengahan penjaga mal, tidak tersedianya infrastruktur medis, dan kurang akuratnya aplikasi untuk mendeteksi, kata Netty, perlu dipertimbangkan penggunaan tes swab antigen atau swab PCR sebagai persyaratan masuk area publik, bukan sekadar status hijau aplikasi.

"Tidak disyaratkannya tes swab antigen maupun swab PCR untuk memasuki mal juga berdampak pada kurang akuratnya pendeteksian kesehatan masyarakat," bebernya.

Pemerintah mengatakan bahwa PeduliLindungi sudah terintegrasi dengan laboratorium yang terafiliasi sistem NAR (New All Record) Kementerian Kesehatan. Data warga yang pernah melakukan pemeriksaan PCR dan Swab di laboratorium tersebut otomatis terhubung dengan PeduliLindungi.

“Perlu dipastikan agar proses input data dilakukan dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan yang merugikan masyarakat. Benarkah semua lab dan faskes yang menyelenggarakan tes Covid-19 sudah  terintegrasi ke dalam sistem? Pastikan pula agar data terintegrasi secara real time, sehingga dapat menggambarkan kondisi kesehatan terkini seseorang," kata Netty.

Terakhir, ia menyarankan pemerintah agar membangun sistem kolaborasi dengan semua elemen dalam menekan laju kurva Covid-19. "Libatkan tokoh masyarakat dan komunitas untuk memantau mobilitas pasien terinfeksi Covid-19 atau menjadi kontak erat. Pastikan mereka melakukan isoter atau isoman dengan benar sehingga tidak berkeliaran di tempat-tempat publik" tutupnya.

img
Fathor Rasi
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan