Komisi II DPR RI mengusulkan lima poin perubahan dalam Revisi Undang-Undang Apratur Sipil Negara (RUU ASN) atas perubahan UU Nomor 5 tahun 2014. Salah satu isi poin perubahan tersebut, lembaga legislator mengusulkan agar Komisi Nasional Aparatur Sipil Negara (KASN) dihapus.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Syamsurizal menjabarkan lima poin lerubahan RUU ASN. Pertama, pengangkatan tenaga honorer sebagai PNS. Pengangkatan, kata dia, harus meperhatikan sejumlah aspek
"Wajib diangkat menjadi PNS secara pangsung dengan memperhatikan batas usia pensiun," kata Syamsurizal, dalam rapat Komisi II DPR RI, yang disiarkan secara virtual, Senin (18/1).
Aspek yang perlu diperhatikan dalam pengangkatan itu seperti, melalui seleksi administrasi berupa verifikasi dan validasi data surat keputusan pengangkatan. Memprioritaskan pegawai yang telah mengabdi lama, serta bekerja pada bidang fungsional, administrasi, dan pelayanan publik.
Kemudian, mempertimbangkan masa kerja, gaji, ijazah pendidikan terkahir, dan tunjagan yang diperoleh sebelumnya. Selanjutnya, pemerintah pusat yang mengangkat tenaga honorer menjadi PNS.
"Dalam hal tenaga honorer dan sejenisnya tidak bersedia diangkat sebagai PNS, maka diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)," kata dia.
Poin kedua, memastikan pemberian hak atas jaminan penisun kepada PPPK. Hal itu dilandaskan lantaran beban kerja PPPK sama dengan PNS.
"Maka dalam RUU ASN juga dirumuskan pasal yang nenyesuaikan hak PPPK dengan PNS yakni hak atas gaji, tunjangan dan fasilitas, cuti, pengembangan komptensi, jaminan pensiun dan jaminan hari tua dan perlindunga," tegas dia.
Poin ketiga, penghapusan lembaga KASN. Dia merasa, lembaga tersebut tidak urgensinya dengan mempertimbangkan tugas dan fungsi KASN. Hal itu dilandasi dalam UU ASN.
"Fungsi tugas dan wewenang KASN pada RUU perubahan atas UU ASN dihapus untuk selanjutnya dilengkatkan kembali kepada kementrian," terang Syamsurizal.
Poin keempat, penetapan kebutuhan ASN dan PPPK harus disertai jadwal pengadaan dan jumlah jenis jabatan yang dibutuhkan serta kriteria untuk masing-masing jabatan. Sehingga dapat menjadi dasar diadakannya pengadaan PNS dan PPPK.
Poin kelima, kata dia, pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan DPR sebelum melakukan perampingan organisasi.
"Perampingan organisasi kebijakan pemerintah yang mengakitbakan pensiun dini bagi PNS dan pengurangan PPPK dilakukan secara masal, pemerintah sebelumnya konsultasi dulu ke DPR bedasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai," tandas Syamsurizal