Adu jurus dan perjudian relawan tiga kandidat
Sahabat Ganjar Pranowo (SGP) tengah "tiarap". Sejak beberapa pekan terakhir, kelompok relawan pendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo itu tak lagi "gila-gilaan" mempromosikan Ganjar untuk Pilpres 2024. Menggantikan kampanye politik di ruang publik, SGP kini sibuk bermanuver di balik layar.
"Jadi, kami disuruh Pak Ganjar untuk mengurangi kegiatan relawan dulu. Tidak enak dengan PDI-P. Ini masih simpang-siur dan belum jelas sikap PDI-P," kata Ketua Dewan Pembina SGP Mussadad saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (12/12).
Oktober lalu, Ganjar ditegur PDI-P lantaran menyatakan siap maju di Pilpres 2024 dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi. Pernyataan Ganjar dianggap membingungkan publik. Pasalnya, PDI-P hingga kini belum mendeklarasikan kandidat untuk Pilpres 2024.
Meskipun hampir selalu merajai papan survei beragam lembaga, Ganjar belum diusung PDI-P. Putri Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani diisukan jadi "pengganjal". Pasalnya, Puan dikabarkan berhasrat untuk maju menjadi capres.
Kelompok relawan, kata Mussadad, tak ingin turut memperkeruh suasana di internal PDI-P. Itulah kenapa SGP setuju untuk menahan diri dengan tidak menggelar agenda kampanye besar-besaran.
"Sebenarnya, kita punya agenda-agenda politik sebelum Tahun Baru dan setelah Tahun Baru. Tetapi, pihak Pak Ganjar meminta acaranya di-pending dulu sambil membaca situasi, mencari timing yang tepat," ucap Mussadad.
SGP, kata Mussadad, kini hanya bisa melakukan aktivitas menggalang dukungan melalui kegiatan-kegitan sosial dan aktivitas bernuansa keagamaan. Itu pun kerap dilakukan diam-diam.
"Seperti saat Gempa Cianjur, kami turun. Kemudian, kegiatan-kegiatan yang sifatnya mini lokal, seperti pengajian atau selawatan dan majelis taklim kami masukin. Ini supaya (elektabilitas) Ganjar tetap tinggi," kata Mussadad.
Dideklarasikan pada Oktober 2021, SGP umumnya berbasis di Jawa Tengah. Namun, Mussadad mengklaim sudah punya lebih dari satu juta anggota di berbagai daerah. Meski tak bisa optimal bergerak, ia mengaku SGP sudah punya rencana untuk menambah anggota dan melebarkan sayap ke provinsi-provinsi lainnya.
"Secara umum, kami tidak punya target secara spesifik. Tetapi, perempuan mau kita sasar dan kaum milenial yang memang punya usia produktif dan hak pilih yang menjadi target secara umum," ucap Mussadad.
Selain SGP, tercatat ada puluhan kelompok relawan pendukung Ganjar yang telah mendeklarasikan eksistensinya. Sejumlah kelompok relawan yang tergolong besar, semisal Seknas Ganjar Indonesia, Ganjar Pranowo Center (GP Center), Ganjarist, dan Sahabat Ganjar.
Ditanya soal motif, Mussadad blak-blakan mengakui SGP tengah berinvestasi untuk memenangkan Ganjar di Pilpres 2024. Harapannya, SGP bisa ikut menikmati kue kekuasaan saat Ganjar menduduki kursi RI-1.
"Kalau itu, pasti. Kalau dibilang ingin, ya, ingin. Tetapi, saat ini kami fokus memenangkan Pak Ganjar dulu. Setelah menang, kami serahkan sepenuhnya kepada Pak Ganjar," ucap Mussadad.
Saat ini, tercatat ada tiga tokoh yang namanya hampir pasti diusung menjadi kandidat presiden di Pilpres 2024. Selain Ganjar, ada nama Menhan Prabowo Subianto dan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Prabowo telah dideklarasikan sebagai capres oleh Gerindra, sedangkan Anies diusung NasDem.
Di kubu Prabowo, kelompok-kelompok relawan pun mulai bermunculan. November lalu, misalnya, Badan Relawan Prabowo (BRP) dideklarasikan. Diketuai Laksamana Madya TNI (Purn) Eko Djalmo Asmadi, BRP mulanya menaungi 47 organ relawan di seluruh Indonesia.
"Sekarang, kami sudah ada 54 organ di seluruh Indonesia. Setiap organ relawan beranggotakan enam puluh sampai dengan delapan ratus orang," kata Eko kepada Alinea.id, Minggu (18/12).
Eko berkata BRP tidak berada di bawah kendali Gerinda, parpol "milik" Prabowo. Menurut dia, BRP hadir atas inisiatif para purnawirawan TNI berbasis solidaritas sesama mantan personel TNI. "Kami sangat dekat dengan Prabowo," ujar Eko.
Selain BRP, sejumlah kelompok relawan pendukung Prabowo tercatat telah lebih dulu hadir, semisal Relawan Prabowo (Repro), Mak-Mak Pecinta Prabowo, dan Poros Prabowo-Puan. Eko menyebut BRP diniatkan sebagai organisasi payung bagi kelompok-kelompok relawan tersebut.
"Agenda dari BRP sekarang adalah konsolidasi dan membuat narasi- narasi untuk memperkenalkan Pak Prabowo secara utuh. Sekarang ini, tahap kita adalah melakukan promosi lewat medsos," kata Eko.
Selain berkonsolidasi di tingkat pusat, BRP juga tengah berusaha memperkuat struktur kepengurusan relawan Prabowo di beberapa wilayah. Ia meyakini kehadiran kelompok relawan bisa membantu Prabowo memenangkan lumbung-lumbung suara di daerah.
"Mekanismenya adalah mendaftarkan organ beserta kepengurusan dan wilayah kerja serta program-program dari organ relawan tersebut supaya BRP dapat mengorkestrasi dan mengkonsolidasikan dengan organ relawan yang sudah terdaftar," ucap Eko.
Geliat relawan Anies
Di kubu Anies, sejumlah kelompok relawan yang tergolong besar juga telah dideklarasikan. Salah satunya ialah kelompok relawan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES). Koordinator ANIES La Ode Basir mengklaim kelompoknya sudah punya struktur kepengurusan di semua provinsi di Indonesia.
"Hari ini sudah terbentuk DPW (dewan pimpinan wilayah) di 34 provinsi. Tinggal pengukuhan. Sebenarnya, hari ini sudah terbentuk di 400 kabupaten dan kota. Jadi, tinggal dijumlah saja," kata La Ode kepada Alinea.id, Senin (12/12).
La Ode merinci DPP ANIES beranggotakan 80 pengurus. Di tingkat provinsi, ANIES beranggotakan 50 pengurus. Pada tingkat kabupaten dan kota, setidaknya ada 30 orang relawan ANIES sedangkan pada tingkat desa dan kelurahan terdapat 15 relawan.
Jika ditotal, La Ode mengklaim ANIES sudah punya sebanyak 239.931 kader di seluruh wilayah. "Jumlah itu belum termasuk simpatisan Anies. Jumlah itu hanya pengurus relawan ANIES," cetus La Ode.
ANIES punya target terukur untuk memastikan organisasinya terus berkembang. Pada April 2023, ANIES berniat mendongkrak jumlah anggota pada tingkat provinsi. Setelah itu, rekrutmen anggota bakal digenjot di tingkat kabupaten dan kota pada Agustus 2023.
"Ini sebagai amunisi bertarung dengan calon lain yang juga memiliki segudang relawan. Target kami pada bulan Agustus 2023 nanti 80% TPS (tempat pemungutan suara) di seluruh Indonesia sudah harus dijangkau oleh relawan Anies," kata La Ode.
La Ode mengatakan kelompoknya hadir untuk mengonsolidasi para simpatisan Anies di berbagai daerah di tanah air. Ia menyebut Anies punya jutaan simpatisan yang hingga kini tak terkoordinasi dengan baik.
"Supaya perkumpulan orang ini tidak berkerumun tanpa strategi tanpa arah, kami ingin memanajemen mereka dengan baik. Supaya bisa saling terkoneksi dengan relawan dan partai pendukung Anies Baswedan," ujar La Ode.
ANIES, kata La Ode, punya basis kuat di Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta. Ia mengungkap para pentolan ANIES semula adalah relawan pendukung Anies di Pilkada DKI Jakarta 2017. Mayoritas anggotanya orang-orang Sulawesi Selatan.
"Bahkan, hari ini saya konsolidasi 24 kabupaten dan kota Sulawesi Selatan. Kebetulan kita punya acara puncak kemarin sekalian menyambut Pak Anies," ucap La Ode.
Dalam menggaet pemilih, La Ode berkata, ANIES memadukan program populis dan yang bernuansa politis. Program populis dipilih untuk menarik pemilih terlibat langsung dalam beragam kegiatan positif sekaligus mempromosikan Anies.
"Program itu disesuaikan dengan konteks di daerah itu. Disesuaikan dengan kegiatannya, semisal bersih-bersih pantai, bersih-bersih kali, bersih-bersih sungai atau taman. Jadi, ini wadah untuk berkumpul kemudian mensosialisasikan Mas Anies," ucap La Ode.
La Ode berkata kelompok relawan bakal berupaya jalan bareng bersama parpol pengusung Anies. Sebagai upaya untuk membangun hubungan simbiosis mutualisme, ia bahkan telah menginstruksikan agar para relawan memilih caleg dari parpol-parpol pengusung Anies.
"Di provinsi, kami intruksikan juga bangun kedekatan dengan orang-orang partai. Pada level kabupaten-kota juga demikian. Poinnya adalah kami sebagai relawan sadar betul kalau kami tidak punya hak konstitusional untuk mendukung salah satu calon. Yang punya itu adalah partai, maka kita harus bangun hubungan yang bagus dengan partai," ucap La Ode.
La Ode mengaku berhasrat mengantarkan Anies ke kursi kekuasaan lantaran ingin turut andil dalam percaturan politik mendatang. Namun, ia menolak bila dianggap mengincar "jatah" posisi tertentu jika Anies memenangi kontestasi politik.
"Kami serahkan semuanya pada Mas Anies. Tapi, kami mengharapkan dalam penentuan pembantu Anies nanti berdasarkan kompetensi. Tapi, andai diminta dalam pemerintahan, kami terbuka. Tapi, lihat kompetensinya," ucap La Ode.
Praktik gelap demokrasi?
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak berpendapat kelompok relawan lahir tak murni karena kecintaan terhadap para capres. Ia menyebut kelompok relawan terutama lahir berbasis kepentingan politik, baik itu yang dilahirkan oleh kandidat maupun yang dibangun atas inisiatif relawan.
"Motifnya beragam, tetapi utamanya adalah untuk mendapatkan akses atau bagian kekuasaan jika yang didukung menang. Relawan yang seperti ini jumlahnya puluhan dan ada di belakang semua kandidat, baik Anies, Ganjar maupun Airlangga Hartarto," ucap Zaki kepada Alinea.id, Senin (12/12).
Menurut Zaki, besar-kecilnya kelompok relawan bakal menentukan daya tawar kelompok relawan. Itulah kenapa kelompok relawan berlomba-lomba merekrut anggota sebanyak-banyaknya. Semakin banyak anggota yang berhasil direkrut, maka semakin besar peluang kelompok relawan dilirik para kandidat.
Situasi itu, kata dia, potensial dimanfaatkan para cukong atau broker politik. Cukong-cukong, misalnya, memodali beragam kampanye politik dan acara-acara besar yang digelar kelompok relawan. Tidak tertutup kemungkinan para cukong juga mengucurkan dana untuk membiayai operasional sehari-hari organisasi-organisasi relawan.
"Peran pemodal atau juragan besar hampir selalu ada di balik geliat relawan itu. Bahasa kasarnya, "jika kandidat mau maju ya harus punya cukong". Kalau cuma modal dengkul atau dana pas-pasan, ya, minggir saja," ujar Zaki.
Lebih jauh, Zaki menilai kelompok-kelompok relawan terutama bakal terus bermunculan untuk mendukung Ganjar dan Anies. Pasalnya, elektabilitas kedua tokoh itu terus melesat di berbagai papan survei.
Selain elektabilitasnya yang tinggi, Ganjar butuh kelompok relawan lantaran belum pasti diusung PDI-P. Di lain sisi, Anies butuh kelompok relawan lantaran bukan kader parpol sehingga tidak bisa seenaknya mengendalikan mesin partai.
"Keduanya tidak memiliki kendali terhadap partai. Berbeda dengan sosok Prabowo yang sebenarnya lebih condong mengandalkan mesin partai lantaran berposisi sebagai Ketua Umum Gerindra. Teorinya, semakin besar elektabilitas kandidat, maka jumlah relawan pendukungnya juga makin besar," jelas Zaki.
Sigi lembaga survei, lanjut Zaki, bakal terus menjadi rujukan para pemodal untuk membentuk relawan. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan pemodal politik membentuk kelompok relawan baru untuk mendekati calon baru yang elektabilitasnya melesat jelang Pilpres 2024.
"Relawan Anies dan Ganjar yang bergerak aktif sekurangnya punya dua arah, yakni membantu pemenangan di akar rumput karena nantinya mereka yang akan bergerak door to door dan juga fungsi penekan ke partai politik untuk menerima atau mendukung pencalonannya," kata dia.
Terlepas dari eksistensinya yang dibutuhkan para kandidat, Zaki menyebut menjamurnya kelompok relawan bukan pertanda positif partisipasi publik dalam politik. Menurut dia, kehadiran kelompok relawan justru mengindikasikan praktik gelap demokrasi. Itu lantaran pengerahan massa sarat dengan politik uang.
"Tahap awal pembentukan relawan saja butuh dana besar, belum lagi masuk tahap lainnya. Untuk dapat dukungan parpol untuk pilpres hitungannya sudah di angka Rp1 triliun. Itu untuk dapat partai kecil yang punya kursi di parlemen. Jadi, ini praktik gelap yang menyertai proses demokrasi elektoral kita, pilpres maupun pileg. Ini memang sudah sangat barbar," kata dia.
Bagi kelompok relawan, menurut Zaki, mengusung dan mendukung kandidat ialah sebentuk perjudian. Pasalnya, aktivitas politik mereka bisa saja sia-sia seandainya kandidat yang diusung kalah dalam kontestasi. Di lain sisi, bukan tidak mungkin keringat mereka sama sekali tidak dihargai oleh kandidat yang menang.
"Saat ini bertebaran ratusan relawan yang dibentuk oleh masyarakat, tapi karena minim dukungan finansial dan akses politik, mereka tidak dapat berkembang dan terus kerdil. Kegiatan-kegiatannya tidak banyak mendapat ekspose dan kemampuan mobilisasi juga terbatas. Jadi, politik relawan ini sudah seperti perjudian politik. Harus siap keluar modal dan risiko terburuknya tidak dapat apa-apa," ujar Zaki.