close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi gedung DPR RI. Alinea.id/Firgie Saputra
icon caption
Ilustrasi gedung DPR RI. Alinea.id/Firgie Saputra
Politik
Senin, 07 Agustus 2023 12:51

Adu taji di palagan neraka Jabar I

Meliputi Kota Bandung dan Cimahi, pertarungan politik di dapil Jabar I diprediksi bakal super sengit.
swipe

Kembali ditetapkan sebagai caleg di daerah pemilihan (dapil) Jabar I yang meliputi Kota Bandung dan Kota Cimahi, politikus PDI-Perjuangan (PDI-P) Nico Siahaan punya misi penting. Sejak tiga tahun lalu, ia ditugasi PDI-P untuk mendongkrak raihan suara partai di dapil yang tergolong neraka itu. 

"Pada Pemilu 2019, kami kehilangan 50 ribu suara di Bandung dan Cimahi... Dari 330 ribu menjadi 280 ribu. Itu lumayan besar suara kami yang hilang," kata Nico saat berbincang dengan Alinea.id, belum lama ini. 

Nico saat ini bertugas di Komisi I DPR RI. Ia sudah dua kali lolos ke Senayan dari dapil Jabar I. Pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, ia meraup sebanyak 70 ribu suara, naik sekitar lima ribu suara jika dibandingkan Pileg 2014. Pada Pileg 2024, Nico menargetkan 100 ribu suara. 

Nico mantap memilih dapil Jabar I sebagai palagan politiknya lantaran punya kedekatan emosional dengan kawasan itu. Ia berkuliah di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan memulai karier profesionalnya sebagai penyiar radio di Kota Bandung. 

"Meskipun dapil ini bukan tempat yang gampang untuk ditaklukkan. Saya enggak mau muluk-muluk. Mempertahankan suara saja sudah sangat sulit di dapil ini," ucap pemilik nama asli Junico Bisuk Partahi Siahaan itu. 

Di Jabar I, raihan suara PDI-P cenderung dinamis dalam tiga periode terakhir. Pada 2009, PDI-P hanya meraup 190 ribu suara. Lima tahun berselang, raihan suara parpol berlambang banteng bermoncong putih itu naik signifikan hingga mencapai 330 ribu suara. 

Menurut Nico, raihan suara PDI-P turun pada Pileg 2019 karena pengaruh pilpres. Ia bercerita banyak konstituennya yang tak lagi memilih dia karena perbedaan pilihan presiden. Pada 2019, Jabar merupakan lumbung suara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. "Jadi, karakter pemilih di sini susah ditebak," imbuh Nico.

PDI-P, lanjut Nico, menargetkan mengantongi dua kursi anggota DPR RI dari dapil Jabar I. Adapun di pentas lokal, PDI-P berharap mampu menempatkan kader-kadernya di kursi pimpinan DPRD Jawa Barat dan DPRD Kota Bandung. 

Untuk mewujudkan target itu, Nico mengaku telah rutin turun ke lapangan bersama rekan-rekan caleg yang lain. Selain pemetaan, ia bersama sejawatnya telah merekrut kader dan simpatisan untuk menggalang suara pemilih di kawasan perkotaan. 

"Dari mereka yang berlatar belakang artis, pesohor, pengacara, dosen dan simpatisan yang memiliki kemampuan organisatoris menggalang suara kami sudah siapkan. Mereka ini adalah para gladiator yang bakal bekerja membantu mengamankan suara," kata Nico.

Menurut Nico, mendekati pemilih yang berdomisili di perkotaan jauh lebih rumit ketimbang mereka yang tinggal di desa. Karena rata-rata berstatus sebagai pekerja, pemilih perkotaan juga cenderung lebih sulit ditemui. 

"Di Kota Bandung itu, kalau ada tokoh ke kanan, enggak semuanya ikut ke kanan. Jadi, perlu pendekatan yang paralel. Kalau hanya pasang spanduk, enggak bakal mempan. Buat ketemu seratus ribu pemilih, kita harus didukung orang-orang yang tepat," ujar Nico.

Nico mengakui gelanggang pertarungan politik di dapil Jabar I bakal lebih sengit dibanding pemilu sebelumnya. Namun. ia optimistis bisa kembali lolos ke Senayan. "Perlu tahu kelemahan kita di mana, siapa tokoh-tokoh kita. Ini kita perkuat terus sambil menggalang suara-suara arus baru," jelasnya. 

Politikus PDI-P Nico Siahaan mengampanyekan capres Ganjar Pranowo di Bandung, Jawa Barat, Juli 2023.  Foto Instagram @networkforganjar

Silih berganti

Sulitnya menaklukkan dapil Jabar I juga diakui politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifah. Ledia sudah tiga kali lolos ke Senayan dari dapil Jabar I. Pada 2024, Ledia juga kembali mencalonkan diri dari dapil yang sama. 

Merujuk pada hasil pemilu tiga periode terakhir, menurut Ledia, partai penghuni parlemen selalu silih berganti menguasai Bandung Raya. PKS, Demokrat, Golkar, Gerindra, dan PDI-P kerap bersaing ketat memperebutkan jatah 7 kursi di dapil tersebut. 

"Terakhir, pada Pemilu  2019 itu, dari tujuh kursi, satu Demokrat, dua PKS. Yang lainnya mendapatkan satu kursi. Jadi, memang selalu bergantian di setiap pemilihan. Jadi, memang pertarungan itu cukup keras," kata Ledia kepada Alinea.id, Rabu (2/8).

Saat ini, PKS tengah mendominasi peta politik di dapil Jabar I. Selain menempatkan dua kadernya di DPR RI, PKS juga menguasai parlemen Kota Bandung dengan raihan 13 kursi anggota DPRD pada 2019. Gerindra menjadi pesaing terdekat dengan 8 kursi. Adapun di Kota Cimahi, PKS juga dominan dengan raihan 7 kursi, serupa dengan raupan Gerindra. 

Ledia yakin ia bakal kembali lolos ke Senayan dan PKS bisa kembali memenangi pertarungan politik di Jabar I. Secara pribadi, ia bahkan menargetkan raihan suara hingga dua kali lipat jika dibanding pemilu sebelumnya. Pada 2019, Ledia meraup sebanyak 117.555 suara. 

"Kalau mau kursi DPR lebih banyak lagi, raihan suara minimalnya (setidaknya) dua kali lipat dari yang lalu. Publik di Bandung bisa menilai kami konsisten bersama masyarakat. Menunjukkan konsistensi, menunjukkan kerja-kerja nyata, dan bukan datang ke masyarakat pada saat mau pemilu saja," ucap Ledia.

Kedekatan emosional juga jadi alasan Sodik Mudjahid kembali bertarung di dapil Jabar I pada 2024. Politikus Gerindra itu sudah dua kali lolos ke Senayan dari dari dapil tersebut. 

"Bandung itu tempat saya lahir, sekolah, kuliah, nikah, berkeluarga, bekerja, serta mengabdi dan melayani masyarakat," kata Sodik kepada Alinea.id, Rabu (2/8). 

Di Jawa Barat, Sodik dikenal sebagai aktivis pendidikan dan pembinaan masyarakat. Ia juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Darul Hikam yang mengelola TK-SD-SMP-SMA Darul Hikam International School dan Direktur dari Pusat Data dan Dinamika Ummat di Bandung.

Ia juga tercatat pernah aktif di sejumlah organisasi, semisal HMI Kota Bandung, Pelajar Islam Indonesia (PII), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan modal politik itu, Sodik optomistis bisa memenangi pertarungan di dapil Jabar I. 

"Bandung daerah yang secara historis dan geososekonbudpol (geografi, sosial, ekonomi, budaya, dan politik) cukup strategis. Saya punya modal politik. Sejak sekolah SMP saya aktif bermasyarakat dalam beberapa bidang seperti olah raga, kepemudaan, pendidikan, seni budaya, agama, sosial dan sebagainya," kata Sodik.

Pada Pileg 2019, Sodik meraup 78.700 suara di dapil Jabar I. Ia meyakini bisa meraup suara jauh lebih besar pada 2024. "Partai Gerindra menugaskan dan menargetkan minimal dua kursi. Periode ketiga saya, (raihan suaranya) harus lebih dari pemilu kemarin," kata Sodik.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha (tengah) mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI di dapil Jabar I. /Foto dok. PSI

Sengit hingga akhir

Selain Nico, Ledia, dan Sodik, sejumlah petahana juga bakal kembali bertarung di dapil Jabar I, semisal Muhammad Farhan (NasDem), Nurul Arifin (Golkar), Teddy Setiadi (PKS) dan Agung Budi Santoso (Partai Demokrat). 

Para petahana akan digoyang sejumlah pendatang baru yang tak kalah populer semisal Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha dan politikus Hanura sekaligus Ketua Pemuda Pancasila Jawa Barat Dian Rahadian. 

Guru besar ilmu politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Cecep Darmawan menilai pertarungan politik di pentas pileg di dapil Jabar I memang kerap sengit. Salah satu penyebabnya ialah karena karakteristik pemilihnya yang dinamis. 

"Pemilih di Bandung itu merupakan pemilih perkotaan yang rasional dan bukan pemilih yang loyal. Pilihan mereka itu bisa berubah-ubah. Maksudnya gini, pada pemilu sebelumnya, bisa saja milih si A. Tapi, pada pemilu selanjutnya, pemilih tidak memilih si A," ucap Cecep kepada Alinea.id, Selasa (1/8).

Ia juga menilai wajar jika kebanyakan parpol menerjunkan pesohor atau politikus populer di dapil Jabar I. Tak seperti dapil-dapil di Jawa Tengah, menurut Cecep, dapil Jabar I tidak punya tokoh politik yang dominan. 

"Dari sisi kewilayahan, (Jabar I) juga mudah dijangkau. Untuk orang sesibuk mereka (caleg), itu lebih memudahkan. Selain itu, mereka juga berebut suara di media sosial. Beda dengan pertarungan masyarakat yang masih tradisional, beda tipologinya," ucap Cecep.

Infografik Alinea.id/Firgie Saputra

Peta politik di dapil Jabar I, kata Cecep, cenderung dinamis. Berbasis raihan suara di parlemen lokal, tak ada parpol yang dominan. Di Bandung, misalnya, pada periode 2014-2019, PDI-P sempat jadi penguasa DPRD dengan raihan 12 kursi. Pada 2019-2024, PKS dominan dengan 13 kursi. 

"Kasus serupa juga terjadi di DPRD Kota Cimahi. Dapil Jabar I itu (penguasanya) silih berganti. Makanya, dapil Jabar I itu jadi ajang perebutan. Itu artinya, walaupun dominan partai A atau partai B, kader partai lain juga tetap mau bertarung di situ," imbuh Cecep.

Perebutan suara pemilih di dapil Jabar I, lanjut Cecep, bakal berlangsung sengit hingga detik-detik terakhir. Karena karakter pemilihnya yang cenderung tak loyal, bukan tidak mungkin preferensi pemilih berubah lantaran penetrasi figur dan serangan fajar jelang hari H. 

"Menjaga kontinuitas pemilihan pemilih itu menjadi tantangan mereka (para caleg) sampai hari H. Bisa jadi si pemilih itu mencari figur lain (jelang pencoblosan). Kalau mereka didekati oleh semua caleg yang bertarung, pemilih tentu akan merasa dan menimbang siapa yang terbaik," kata Cecep.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan