Tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap pelaku anak kasus penganiayaan David Ozora, AG, dinilai memenuhi amanat Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. Pangkalnya, tidak semata-mata mengedepankan aspek pemidanaan saja.
"Yang perlu diperhatikan bukan pada besaran hukumannya, tetapi terkait dengan pembinaan terhadap anak tersebut. Anak yang berperkara dengan hukum ini perlu upaya khusus terkait dengan hak dan kewajiban anak tersebut sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak," tutur pengamat hukum pidana Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (6/4).
"Jadi, dalam hukuman, kita perlu realistis dengan kepentingan anak. Di satu sisi, juga kepentingan hukum yang perlu ditegakkan. Jadi, saya anggap tuntutan itu sudah memenuhi aspek-aspek yang ada," imbuhnya.
Sesuai mandat UU Perlindungan Anak, ungkap Yusdianto, ada dua aspek yang perlu diperhatikan saat menangani perkara anak yang berkonflik dengan hukum: pemenuhan hak-hak anak dan kewajiban negara menyadarkan pelaku.
"Jangan sampai ini punya dampak yang lain terhadap tumbuh kembang dari anak itu. Kan, anak ini berperkara pada hukum dan ada kewajiban negara," katanya. "Kita tidak hanya memberikan pemidanaan saja terhadap yang bersangkutan, tetapi harus perhatikan perlindungan anak juga."
Dengan demikian, Yusdianto melanjutkan, penanganan suatu perkara yang melibatkan anak di bawah umur tidak boleh disamakan dengan orang dewasa. "Termasuk tempatnya juga tidak boleh disamakan karena dikhawatirkan mengganggu karakter dan tumbuh kembangnya."
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (5/4), JPU menuntut AG pidana 4 tahun di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Sebab, dianggap terbukti bersalah sesuai Pasal 355 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ada beberapa hal yang mendasari JPU dalam menyusun tuntutan ini. Pertimbangan yang memberatkan adalah menyebabkan korban mengalami luka berat, sedangkan statusnya sebagai terdakwa anak dan diharapkan memperbaiki perilakunya menjadi faktor yang meringankan.