close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti. Foto: Rumah Pemilu.
icon caption
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti. Foto: Rumah Pemilu.
Politik
Jumat, 22 April 2022 12:26

Akun medsos Bivitri Susanti diretas, LP3ES: Represi kebebasan sipi menjadi-jadi

LP3ES menyoroti kebebasan sipil dalam kaitan dengan peretasan akun medsos milik pakar hukum Bivitri Susanti.
swipe

Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto menilai, demokrasi Indonesia telah mengalami kemunduran sangat serius, salah satunya represi kebebasan sipil. Hal itu diungkap Wijayanto dalam kaitannya dengan akun WhatsApp dan Instagram milik aktivis perempuan sekaligus pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti yang mengalami peretasan.

"Dia (Bivitri) adalah salah satu aktivis yang konsisten membicarakan hilangnya demos dalam demokrasi kita. Tidak adanya warga negara dalam kebijakan-kebijakan politik. Peretasan yang sama juga dialami oleh para mahasiswa yang demo penolakan perpanjangan masa jabatan presiden minggu lalu," Wijayanto dalam keterangannya, Jumat (22/4).

Menurut Wijayanto, peretasan akun media sosial yang dialami Bivitri mengingatkan kembali pada studi LP3ES tentang peristiwa cyberterrorism pada 2019. Hal tersebut dialami oleh akademisi antikorupsi, yang tersebar pada 34 universitas di Indonesia lantaran mengeluarkan petisi penolakan Revisi UU KPK.

"Mereka yang akhirnya terhimpun dalam WA (WhatsApp) ini pun mendapatkan peretasan telepon genggam dan media sosial. Represi digital terjadi dan terus-menerus, termasuk pada kawan-kawan mahasiswa, media, dan aktivis lainnya," ujar dia.

Oleh karena itu, Wijayanto mengatakan, pihaknya meminta negara untuk mengusut secara tuntas atas peretasan terhadap akademisi dari 2019 hingga apa yang dialami Bivitri. Selain itu, meminta negara untuk komitmen agar melindungi kebebasan berpendapat.

Selain represi kebebasan sipi, salah satu indikator serius kemunduran demokrasi Indonesia adalah perihal kesehatan sistem elekotral Indonesia. Dia mengatakan, pemilihan umum (pemilu) memang sudah dilakukan secara teratur, namun yang prosedural ini tidak menjamin keadilan perempuan untuk dapat terpilih. 

"Pemilu justru kena virus money politics, sehingga orang-orang yang terpilih pada akhirnya adalah yang memiliki uang banyak, didukung oleh oligarki untuk membeli suara. Biaya politik yang tinggi akan berpengaruh pada kasus korupsi di Indonesia. Black hole-nya di sini," katanya.

Ciri lain dari kemunduran demokrasi Indonesia adalah adanya kerusakan lingkungan dengan adanya hasrat untuk membangun. Wijayanto berujar, hari ini negara menganut ideologi neo-developmentalisme yang diwarnai oleh pembangunan infrastuktur secara serampangan dan mengabaikan hak asasi manusia (HAM) serta menimbulkan kerusakan lingkungan. 

"Ini ada hubungannya dengan maskulinitas, karena adanya hasrat untuk eksploitasi. Hadirnya politisi perempuan diharapkan membuat kebijakan yang mengacu pada caring sebagai karakter perempuan bukan eksploitasi," pungkas dia.
 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan