Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, berencana memisahkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup jika terpilih menjadi presiden untuk periode 2019-2024. Hal itu disampaikan langsung oleh Prabowo dalam debat capres putaran kedua pada Minggu (17/2) di Hotel Sultan, Jakarta.
Menurut Ketua Materi Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said, pemisahan kementerian tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan di bidang kehutanan. Pasalnya, selama ini sektor kehutanan tidak ada pihak yang turun tangan untuk melakukan pengawasan.
“Jadi, nanti Kementerian Lingkungan Hidup yang akan mengawasi Kementerian Kehutanan. Jangan digabung, karena nanti ada konflik kepentingan di sektor kehutanan. Jadi, antara yang mengelola dan mengawasi harus dipisah,” kata Sudirman di Jakarta pada Selasa (19/2).
Selain pengawasan, kata Sudirman, Kementerian Lingkungan Hidup juga bakal berperan melakukan penindakan terkait pelanggaran kehutanan. Untuk itu, Prabowo nantinya bakal melakukan rekrutmen pegawai yang berintegritas terkait persoalan lingkungan hidup.
“Kami ingin rekrut orang-orang terbaik yang incoreptable, yang tak bisa disogok,” ucap Sudirman.
Upaya Prabowo memisahkan kementerian, dikatakan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto, hanyalah sebagai pendekatan struktural saja dengan mengubah atau merombaknya karena dianggap tidak beres secara struktural.
"Namun, kalau Pak Jokowi, lebih ke arah memperbaiki apa yang ada, sehingga menghasilkan kebijakan-kebijakan yang baik,” kata Hasto.
Menurut Hasto, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang saat ini disatukan sebenarnya dimaksudkan agar ada faktor pengendalian, integrasi kebijakan, dan untuk mengatasi kebakaran hutan.
Sementara menurut peneliti dari Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada, Eko Sugiarto, pemisahan atau penggabungan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sebetulnya tak terlalu berpengaruh dalam membenahi sengkarut yang ada pada aspek lingkungan hidup. Sebab, kata Eko, persoalannya bukan pada pemisahan lembaga, tetapi pada integritas para pejabat di kementerian terkait.
"Digabung atau dipisah sama saja. Yang perlu ditingkatkan adalah integritas, loyalitas dan berdedikasi demi pelestarian lingkungan," kata Eko.
Selain itu, Eko menambahkan, permasalahan di tingkat manajemen bukan terletak pada penggabungan dan pemisahan aspek Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam satu kementerian, melainkan ada pada manajemen aparatur negara di tingkat daerah.
Kebijakan Otonomi Daerah menyebabkan kepala daerah mempunyai kewenangan lebih banyak daripada pusat. Namun, beberapa daerah belum menerapkan pola penjenjangan karier pejabat yang mengurusi lingkungan.
“Inilah sebenarnya yang perlu disadari untuk mengelola lingkungan hidup agar lebih baik," ujar Eko.
Eko pun menilai dengan penggabungan dua aspek tersebut, bukan berarti akan menyelesaikan masalah lingkungan hidup. Sebaliknya, semua akan percuma jika tetap berjalan tumpang tindih.
"Jadi intinya mau digabung mau dipisah, yang penting mematuhi undang-undang. Sudah itu saja. Kalau Indonesia punya UU sebagai payung hukumnya, maka tidak akan ada tumpang tindih dan simpang siur peraturan di bawahnya," ujar Eko.
Lebih lanjut, Eko mengatakan, alih-alih dapat memperbaiki persoalan lingkungan hidup, pemisahan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup justru berisiko membebani anggaran negara.
“Kalau jadi dua kementerian, anggarannya akan lebih besar daripada digabung. Karena sesuai ketentuan peraturan, pejabat eselon 1 dan 2 akan menjadi lebih banyak,” ucap Eko.
Sementara itu, Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, Wahyu Perdana, mengatakan sebelum memisahkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Prabowo mesti menjelaskan alasan konseptual dan urgensinya kepada publik terkait pemisahan kementerian tersebut.
“Dalam debat, Pak Prabowo mau memisahkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, tapi tidak dijelaskan alasan konseptual dan urgensinya apa. Kalau Walhi sendiri masih mau melihat assesment kementeriannya dulu," kata Wahyu.
Menurut Wahyu, kalau alasan Prabowo hanya agar Kementerian Kehutanan bisa diawasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup, hal tersebut sebetulnya sudah dilakukan oleh badan pengawas internal kementerian.
“Lagi pula pemisahan kedua kementerian itu dulu sudah dilakukan atas riset dengan biaya yang cukup mahal," ujar Wahyu.
Karena itu, ketimbang memisahkan kementerian, Wahyu menyarankan, lebih baik Prabowo membentuk lembaga lain di luar kementerian jika benar-benar menjadi nantinya presiden. Misalnya, seperti pembentukan lembaga setara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bidang lingkungan.
“Kalau selama ini di Walhi sendiri, mendorong untuk misalnya ada KPK lingkungan dan lembaga yang menyelesaikan konflik lingkungan, karena ini masalah yang kerap terjadi,” ucap Wahyu.