close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Terpidana pelanggar hukum syariat islam (tengah) dieksekusi cambuk oleh algojo (kanan) di halaman masjid Desa Batoh, Banda Aceh, Aceh, Senin (21/10). /Antara Foto
icon caption
Terpidana pelanggar hukum syariat islam (tengah) dieksekusi cambuk oleh algojo (kanan) di halaman masjid Desa Batoh, Banda Aceh, Aceh, Senin (21/10). /Antara Foto
Politik
Minggu, 17 November 2019 21:12

AMAN: RKUHP ancam kehidupan masyarakat adat

Menurut AMAN, setidaknay ada 15 pasal yang potensial mengancam tatanan kehidupan masyarakat adat.
swipe

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menolak keberadaan pasal-pasal yang mengatur kehidupan masyarakat adat dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Staf Divisi Pembekalan Kasus Direktorat Advokasi Kebijakan Hukum dan HAM, AMAN Tommy Indyan mengatakan, pasal-pasal tersebut merupakan bentuk intevervensi pemerintah dan menafikan keberadaan hukum adat yang telah berlaku sejak lama. 

"Hukum adat itu kan dinamis. Kapan waktu dia bisa berubah? Sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat adatnya masing-masing. Sementara jika dimasukkan dalam RKUHP justru akan sangat kaku," kata Tommy di Jakarta, Minggu (17/11/2019).

Menurut Tommy, setidaknya ada 15 pasal dalam RKUHP yang akan mengancam tatanan kehidupan masyarakat adat dan harus direvisi, di antaranya Pasal 2, Pasal 12, Pasal 180, Pasal 598, Pasal 54, Pasal 56, Pasal 66 dan Pasal 96. 

Dia mencontohkan bunyi Pasal 180 RKUHP. Pada pasal itu, pornografi didefinisikan sebagai 'gambar, sketsa, ilustrasi, foto, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bunyi pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.'

Menurut Tommy, pasal tersebut justru mengabaikan kehidupan masyarakat adat seperti yang tinggal di pedalaman Papua. "Yang umumnya menggunakan pakaian seperti koteka," jelas dia. 

Lebih jauh, Tommy menjelaskan, selama ini hukum adat telah berlaku secara lokal di setiap daerah. Hukum adat juga tidak pernah mengenal sanksi penjara sebagaimana dikenal dalam hukum pidana. 

"Itu seperti Qanun di Aceh yang hanya berlaku di Aceh. Kalau di Papua, dengan Otsus di Papua itu hanya berlaku di Papua. Negara cukup merekognisi, memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat, tapi bukan menerapkan aturan," kata dia.

Karena itu, Tommy meminta agar pemerintah berhati-hati dalam menerapkan aturan terkait masyarakat adat. Ia pun meminta agar masyarakat adat dilibatkan dalam perumusan RKHUP. "Tidak bisa hanya melibatkan ilmuwan. Apalagi, basisnya kampus," ujar Tommy.

img
Ardiansyah Fadli
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan