Ketua Dewan Pembina Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais belum mau memberikan komentar pertemuan antara Prabowo dengan Jokowi.
Amien mengungkap ada surat dari Prabowo sebelum bertemu Jokowi di jaringan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta.
"Saya hanya akan memberikan pernyataan setelah saya membaca surat Pak Prabowo," kata Amien di sela menerima kunjungan pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Jawa Tengah di kediamannya di Jalan Pandean Sari, Condongcatur, Kecamatan Depok, Sleman, Sabtu (13/7) sore.
Amien mengaku sebelumnya tidak tahu menahu rencana pertemuan itu. Baginya, pertemuan itu berlangsung secara tiba-tiba.
"Sama sekali saya belum tahu. Makanya itu, mengapa kok tiba-tiba nyelonong," kata Amien yang merupakan anggota Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
Menurut Amien dirinya mendapatkan amplop tertutup berisi surat dari Prabowo. Namun, ia belum sempat membacanya karena surat itu saat ini ada di kediamannya di Kompleks Taman Gandaria, Jakarta Selatan.
"Saya diberi tahu ajudan saya Pak Ismail, 'Pak itu Pak Prabowo mengirim surat amplop tertutup sepertinya agak tebal'. Mungkin dua lembar," kata dia.
Oleh sebab itu, Amien merasa harus hati-hati dalam memberikan pernyataan ikhwal pertemuan Prabowo dan Jokowi dan akan mengkonfirmasi dulu betul tidaknya rekonsiliasi dibahas dalam pertemuan itu.
"Mengenai ini saya harus hati-hati karena saya termasuk dekat dengan Mas Prabowo. Saya akan nanya dulu apa betul pertemuan itu sudah membahas rekonsiliasi sampai ke koalisi, dan lain-lain. Tentu saya akan dengar dulu," kata dia.
Oposisi
Sementara itu, Amien Rais menilai kubu pendukung Prabowo Subianto lebih terhormat apabila berada di luar pemerintahan untuk memberikan pengawasan selama 5 tahun ke depan.
"Tentu sangat indah kalau kubu Prabowo itu di luar, juga terhormat. Untuk mengawasi 5 tahun ke depan," kata Amien.
Menurut Amien, apabila kubu Prabowo bergabung dengan pemerintah, tidak akan ada lagi yang mengawasi. Baginya, demokrasi akan mati apabila seluruh suara di DPR sama dengan suara di eksekutif.
"Soalnya kalau pada bergabung, nanti tak ada lagi yang mengawasi. Nanti suara DPR sama dengan suara eksekutif. Itu pertanda lonceng kematian demokrasi. Di mana pun seperti itu," kata Amien.
Demokrasi, lanjut Amien, akan mengalami musibah yang paling berat dan sulit bangkit kembali jika parlemen sudah menjadi jubirnya eksekutif.
"Maka, demokrasi mengalami musibah yang paling berat dan tidak bisa bangkit kembali kalau kedua kekuatan eksekutif dan legislatif jadi satu. Yudikatifnya juga mengamini (maka) game it's over," katanya. (Ant)