close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi warga yang tinggal dekat kawasan hutan register Mesuji. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi warga yang tinggal dekat kawasan hutan register Mesuji. /Foto Antara
Politik
Selasa, 10 September 2024 14:03

Ancaman hilangnya hak pilih warga di hutan register Mesuji

Setidaknya ada 20 ribu warga yang tinggal di kawasan hutan register 45 yang terancam tak bisa mencoblos di Pilkada 2024.
swipe

Warga yang tinggal di kawasan hutan register 45 di Mesuji, Lampung, terancam tak bisa mencoblos di Pilkada Serentak 2024. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM) menemukan sebagian besar warga yang tinggal di hutan register tidak diakui sebagai penduduk sehingga rentan kehilangan hak pilih. 

Komisioner KomnasHAM RI Anis Hidayah mengatakan warga yang tinggal hutan register 45 umumnya berprofesi sebagai petani. Kebanyakan merupakan pendatang dari luar Mesuji, Lampung.

"Ada yang berasal dari Lampung Timur dan Lampung Selatan," ucap Anis kepada Alinea.id di Jakarta, Senin (9/9).

Berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung, ada sebanyak 20 warga yang tinggal di hutan register 45. Mereka tersebar Mesuji, Way Kanan, Tanggamus, Pesisir Barat, dan Lampung Barat. 

Pemilih yang tinggal di kawasan itu terancam tak bisa memilih karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak bisa mendirikan tempat pemungutan suara di area hutan lindung.

Warga yang terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT) harus mencoblos di TPS-TPS tetangga. Ada pula warga yang hingga kini tak tercatat di DPT karena tidak diakui sebagai penduduk setempat. 

"Dari setiap periode ke periode, itu selalu menjadi persoalan. Makanya, ini menjadi salah satu temuan KomnasHAM. Nanti akan kami koordinasikan dengan KPU RI dan Bawaslu RI," ucap Anis.

Anis menyebut, KPU dan Bawaslu bukannya tak tahu persoalan masyarakat di lokasi register yang kerap kehilangan hak pilihnya. Namun, KPU dan Bawaslu tidak punya solusi pasti untuk memberikan hak pilih warga register.

"Jadi, KPU sudah tahu persoalan itu. Tetapi, katanya, memang selama ini solusinya meraka pindah pilih di TPS-TPS penyangga. Tetapi, sebenarnya ini bukan solusi," ucap Anis.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai potensi kehilangan hak pilih yang mengancam mayoritas warga di hutan register seharusnya tak terjadi. Apalagi, hal itu merupakan peristiwa yang berulang dari pemilu ke pemilu.

"Meskipun ada yang menyebut bahwa partisipasi kelompok rentan tidak memberikan dampak signifikan, tetapi jika pemilu kita menganut inklusifitas seharusnya (hak pilih mereka) tidak boleh diabaikan," ucap Neni kepada Alinea.id, Senin (9/9).

Menurut Neni, KPU perlu aktif menjemput bola, semisal melakukan koordinasi dengan kepala desa dan ketua RT/RW untuk memastikan lokasi pemilihan kelompok rentan. Di lain sisi, masyarakat setempat juga harus didorong untuk berpartisipasi aktif memastikan mereka punya hak pilih.

"Masalahnya seringkali tidak tumbuh kesadaran di kalangan masyarakat terpencil dan tertinggal untuk datang ke bilik suara. Bagi mereka, ini (mencoblos di bilik suara) memang dianggap tidak penting sehingga sosialisasi yang massif perlu dimaksimalkan," ucap Neni.

Secara khusus, menurut Neni, KPU pusat juga perlu menginstuksikan agar KPU daerah dan penyelenggara pemilu adhoc memastikan warga di hutan register bisa mencoblos. "Ini sudah menjadi kewajiban KPU memastikan hak pilih warga tidak ada yang dicederai," ucap Neni.

Alinea.id, sudah berupaya menghubungi Komisioner KPU August Mellaz dan Ketua KPU Afifudin terkait ancaman kehilangan hak pilih yang mungkin kembali dialami mayoritas warga di hutan register. Namun, keduanya tidak merespons pertanyaan yang diajukan. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan