close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) bersama dengan eks Kapolda Jateng Ahmad Luthfi (kanan). /Foto Instagram @komjenpol_ahmadluthfi
icon caption
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) bersama dengan eks Kapolda Jateng Ahmad Luthfi (kanan). /Foto Instagram @komjenpol_ahmadluthfi
Politik
Jumat, 30 Agustus 2024 12:15

Andika vs Lutfhi dan bahaya mobilisasi aparat di Pilgub Jateng

Andika dan Luthfi sama-sama punya jaringan teritorial di Jateng.
swipe

Dua jenderal dari dua institusi yang berbeda bakal bertarung di Pilgub Jawa Tengah (Jateng) 2024. Dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Komjen Pol. Ahmad Luthfi sudah resmi dicalonkan. Mantan Kapolda Jateng itu berduet dengan Taj Yasin Maimoen, eks Wakil Gubernur Jateng periode 2018-2023. 

Sebagai lawan tanding, PDI-Perjuangan telah mendaftarkan pasangan Andika Prakasa-Hendrar Prihadi. Berstatus sebagai jenderal purnawirawan, Andika ialah mantan Panglima TNI yang juga pernah menjabat sebagai Komandan Paspampres. Adapun Hendrar ialah mantan Wali Kota Semarang. Keduanya kader PDI-P. 

Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Kholid Adid memprediksi pertarungan antara Andika dan Luthfi di Pilgub Jateng. Keduanya punya jaringan teritorial di Jateng. Bukan tidak mungkin aparat keamanan dan personel TNI ikut terseret dalam kontestasi politik tersebut.

"Wajar jika muncul kekhawatiran dari masyarakat bahwa kedua cagub Jateng tersebut akan menyeret institusi asal keduanya dalam pertarungan Pilgub Jateng 2024. Kekhawatiran ini cukup beralasan walaupun aturannya, baik institusi TNI maupun Polri sebagai aparat pertahanan dan keamanan negara, harus netral," ucap Kholid kepada Alinea.id, Selasa (27/8).

Pilgub Jateng hanya bakal diisi dua pasang calon setelah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) urung mencalonkan Yusuf Chudlori alias Gus Yusuf. Partai politik besutan Muhaimin Iskandar itu kini mengalihkan dukungan untuk pasangan Luthfi-Taj. 

Kholid percaya Andika dan Luthfi bakal bermain sesuai aturan dan tak melibatkan anak buah atau mantan anak buah mereka dalam politik praktis. Meski begitu, ia berharap Bawaslu aktif mengawasi manuver aparat di Pilgub Jateng. 

"Beliau berdua (Luthfi dan Andika) orang-orang terbaik yang paham aturan (kepemiluan). Saya berharap agar institusi TNI dan Polri benar- benar netral agar terjaga kondusivitas di Jawa Tengah," ucap Kholid.

Dari sisi elektoral, Kholid memandang Luthfi jauh lebih unggul ketimbang Andika. Selain diusung hampir semua parpol yang punya kursi di DPRD Jateng, Luthfi juga direstui Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Sebagai mantan Kapolda Jateng, Lutfhi lebih populer dan punya jaringan ke berbagai elemen masyarakat. 

"Hal ini tentu agak beda dengan Andika Perkasa yang baru muncul akhir- akhir ini. Apalagi, beliau lebih banyak di luar Jateng. Akan tetapi, dukungan total dari PDI-P yang memiliki basis massa loyal di Jateng juga akan membuat Andika mudah untuk bergerak membangun dukungan masyarakat. Intinya kompetisi antara Ahmad Luthfi dan Andika Perkasa akan berjalan sengit," ucap Kholid.

Guru besar politik dan keamanan dari Universitas Padjadjaran, Muradi punya pendapat serupa. Menurut dia, PDI-P menurunkan Andika justru untuk mencegah kemungkinan adanya pengerahan aparat keamanan di Pilgub Jateng. 

"Andika itu dipasang di Jawa Tengah oleh PDI-P untuk mengimbangi Ahmad Luthfi karena, biarbagaimanapun, Jawa Tengah itu kandang banteng yang harus dijaga bagi PDI-P. Andika dipasang agar pihak Luthfi bisa mengerem. Keduanya bisa saling mengawasi," ucap Muradi kepada Alinea.id. 

Pencalonan Andika, menurut Muradi, merupakan indikasi PDI-P sudah belajar dari kekalahan Pilpres 2024. Meskipun di Jateng dikenal sebagai kandang banteng, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDI-P justru kalah dari pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang di-endorse Jokowi. 

Kekalahan PDI-P, kata Muradi, salah satunya disebabkan karena masifnya mobilisasi aparat dalam pemenangan pasangan Prabowo-Gibran. "Dengan keduanya sama-sama (berasal dari kalangan) aparat, bisa saling mengawasi. Panglima TNI dan Kapolri juga harus bisa menahan diri untuk tetap menjaga netralitas TNI- Polri," imbuh Muradi. 

Pengawasan terhadap potensi mobilisasi aparat juga harus aktif dilakukan publik Jateng. Berkaca pada Pemilu 2024, menurut Muradi, Bawaslu dan KPU setempat sulit untuk diharapkan untuk menggelar pengawasan yang efektif. 

"Realitasnya, pada saat Pemilu 2024 kemarin, Bawaslu tidak bisa berbuat banyak ketika menemukan pelanggaran yang dilakukan aparat. Sehingga kita hanya bisa berharap masyarakat yang bisa mencegah pertarungan kotor terjadi," ucap Muradi.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan