Rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dengan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD, belum menemui titik terang. Pasalnya ada perbedaan pendapat soal transaksi janggal Rp349 triliun.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Santoso mengatakan, perbedaan pendapat itu antara pernyataan Mahfud dengan Sri Mulyani. Maka dari itu, ia mengusulkan untuk menjalankan hak angket supaya isu ini terbuka jelas dan tidak menjadi rumor.
“Menurut saya, hanya satu proses yang bisa kita lewati, yaitu melalui hak angket," kata Santoso dalam rapat, Rabu (29/3).
Santoso menyebut, keputusan untuk menjalankan hak angket tetap bergantung pada suara di forum. Ia hanya ingin, menggunakan hak yang ada untuk memastikan tidak ada simpang-siur dalam suatu perkara.
"Meskipun keputusannya ada di fraksi-fraksi, tetapi saya memberanikan diri untuk nyatakan ini," ujarnya.
Bila hak angket ini berjalan, kebenaran terhadap isu ini akan dipastikan jelas. Apalagi dapat diketahui pula, pihak yang memutarbalikkan fakta kasus ini.
Mengingat, hak angket memiliki fungsi sebagai penyelidikan dalam suatu hal. Hal ini berdasarkan situs dpr.go.id.
Disadur dari situs resmi wakil rakyat itu, diketahui hak angket merupakan hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, Santoso menjelaskan kenapa perlu diajukan hak angket DPR terkait persoalan Rp349 triliun ini. Dia menilai, langkah tersebut demi membongkar siapa yang memutarbalikkan fakta.
“Agar persoalan ini menjadi terang-benderang dan rakyat akan tahu siapa yang benar-benar menyampaikan kebenaran tentang adanya persoalan uang Rp300 sekian triliun dan siapa yang memutarbalikkan fakta ini," ucapnya.