Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, mendesak pemerintah menata ulang semua aturan bisnis batu bara dengan baik. Ia mengaku prihatin melihat ketimpangan yang terjadi akibat kenaikan harga jual batubara di pasar internasional.
"Dengan kenaikan harga ini para pengusaha dapat keuntungan ratusan triliun sementara pemerintah daerah penghasil batubara hanya mendapat royalti sebesar puluhan miliar," ujar Mulyanto di Jakarta, Senin (2/1).
Politikus PKS itu menyebutkan salah satu contohnya adalah peningkatan kekayaan pengusaha batubara Low Tuck Kwong. Kekayaannya langsung bertambah ratusan triliun akibat kenaikan harga batubara internasional. Sementara, nasib rakyat di lokasi tambang milik Low Tuck Kwong masih memperihatinkan.
Ia khawatir, ketimpangan ini akan menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat daerah tempat perusahaan tambang batubara tersebut berada.
"Jangan sampai aturan yang ada hanya menguntungkan dan melindungi segelintir pengusaha saja. Sementara pemerintah daerah hanya mendapat remah-remah hasil penjualan sumber daya alam miliknya. Kejadian ini tentu akan melukai rasa keadilan masyarakat," katanya.
Mulyanto juga meminta pemerintah meningkatkan pajak progresif dan menerapkan pembagian royalti yang lebih proporsional dan adil kepada daerah. Hal tersebut sangat logis karena pemerintah daerah yang akan menanggung semua dampak kerusakan lingkungan atas eksploitasi batu bara yang dilakukan para pengusaha.
"Dengan booming harga batubara dunia, secara langsung melejitkan saham dan kekayaan pengusaha batubara. Sementara dampak lingkungan dan sosial bagi masyarakat sekitar tambang malah membuat mereka menjerit," tutur Mulyanto.
Ia juga meminta pemerintah segera mengatasi ketimpangan ini sebelum masalahnya melebar ke urusan yang lebih luas. Mulyanto mengingatkan, urusan royalti ini sangat sensitif karena terkait dengan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah penghasil sumber daya alam.
"Belum lama ini kita dikejutkan dengan pernyataan keras Bupati Kepulauan Meranti, Riau, yang tidak puas dengan besaran bagi hasil ini. Ia mengeluhkan minimnya dana bagi hasil (DBH) batubara yang dianggapnya tidak sepadan dengan kerusakan lingkungan yang diderita. Karena itu, ia menggugat pemerintah pusat bahkan mengancam akan mengangkat senjata atau ikut pindah ke negara lain," ucap Mulyanto.
Mulyanto menyarankan agar pemerintah jangan santai dan jangan menunggu kepala daerah bersuara. Karena bukan tidak mungkin perasaan yang sama dialami oleh kepala daerah lainnya.
"Bila tidak, bukan hanya batubara, tetapi juga nikel, bauksit, timah dan sumber kekayaan alam indonesia yang melimpah lainnya benar-benar hanya memakmurkan segelintir orang, bahkan perusahaan asing. Bukan sepenuhnya dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat konstitusi," tuturnya.