Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan mengakui kalau polarisasi, baik agama maupun suku, bakal selalu ada dalam setiap perhelatan politik. Kendati demikian, Anies mengatakan, setiap calon yang terpilih harus merangkul semua pihak dan melupakan polarisasi.
Anies menjawab pertanyaan wartawan mengenai isu politik identitas yang masih bercokol sampai saat ini. Anies sendiri kerap dikaitkan dengan isu politik identitas sejak bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Menurut saya, penting bagi kita untuk menyadari bahwa di dalam setiap konstestasi politik pasti ada polarisasi. Tidak mungkin tidak ada di dalam kontestasi itu," ujar Anies di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/3).
Bahkan, lanjut Anies, polarisasi itu terjadi di sebuah kontestasi tanpa orang, agama ataupun suku. Kasus Brexit (Britain Exit) di Inggris, misalnya, kata Anies, memicu polarisasi.
"Itu terjadi polarisasi di Inggris padahal gak ada orangnya. Bagaimana kontestasi ada orangnya, pasti ada polarisasi," katanya.
Oleh karena itu, isu polarisasi dalam setiap kontestasi tak bisa dihindarkan. Dia mencontohkan, jika yang berada di dalam kontestasi itu laki-laki dan perempuan, maka pasti isu gender yang dominan. Demikian pula kalau di dalam kontestasi itu adalah suku, pasti isu etnis yang muncul.
"Kalau di pilkada itu antara putra daerah dan putra luar daerah, isu putra derah muncul. Kalau di dalam pemilu itu antara satu agama Islam dan agama Kristen, pasti isu agama muncul," tegas Anies.
Kendati mengakui adanya polarisasi karena isu agama dan etnis, Anies mengatakan, hal yang perlu dijaga adalah agar polarisasi tidak memunculkan perpecahan.
Menurutnya, bagi yang menjadi pemenang di dalam sebuah kontestasi maka yang bersangkutan berkewajiban untuk merangkul semua. Sedangkan, bagi yang tidak berhasil dalam kontestasi, siap menerima hasil. Dengan demikian, demokrasi akan mengalami kemajuan.
Anies juga mengklaim jika hal tersebut sudah dipraktekkan dirinya saat menang di Pilkada DKI Jakarta.
"Tetapi kalau yang menang tidak merangkul semua dan yang kalah tidak mau menerima hasil, ya demokrasi akan rusak. Itulah yang kita kerjakan di Jakarta, yang menjadi pemegang kewenangan harus merangkul semua, tidak lagi menegok dulu memilih apa. Itu juga yang harus dikerjakan ke depan," tandas Anies.