Calon presiden (capres) nomor urut 1, Anies Baswedan, mengakui anggaran pertahanan sebesar 0,78% tergolong rendah. Akibatnya, Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) 2024 tidak tercapai lantaran hanya 65,49% dari target.
Ia pun berjanji bakal mengejar ketertinggal ini dengan menaikkan anggaran pertahanan menjadi 1%-1,5%. Untuk merealisasikannya, menurutnya, produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP) serta anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perlu diperbesar.
"Karena itulah, pertumbuhan ekonomi menjadi penting. Dengan pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkualitas, harapannya, maka kita memiliki pemasukan negara yang cukup," katanya dalam debat kedua capres di Jakarta, Minggu (7/1).
Anies melanjutkan, ia juga akan mengupayakan utang negara diarahkan untuk aktivitas produktif, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menumbuhkan perekonomian. "Itu juga salah satu cara untuk memperbesar APBN kita dengan pendapatan," jelasnya.
"Yang ketiga, adalah bagaimana pajak kita diperluas basisnya, ditingkatkan efektivitasnya. Lagi-lagi untuk meningkatkan pendapatan," sambungnya.
Berikutnya, sambung Anies, memastikan tidak ada korupsi yang membuat anggaran tak terserap optimal. Dengan cara-cara tersebut, ia meyakini alokasi anggaran untuk belanja alat utama sistem senjata (alutsista) bisa bertambah hingga 1%-1,5%.
"Tanpa anggaran yang cukup, maka alokasi di sini menjadi berat. Apabila kita melakukan pembelanjaan, maka kami akan membayangkan menggunakan kekuatan sendiri. Kalaupun ada dalam bentuk utang, maka itu satu paket dengan belanja senjatanya, belanja alutsistanya. Sehingga, itu menjadi satu kesatuan dan meniadakan praktik-praktik middleman di dalam penyelenggaraan alutsista, seperti peraturan perundangan yang mengharuskan itu G-to-G atau langsung dengan korporasi yang membuatnya," tuturnya.
"Jadi, kami melihat dengan cara itu: meningkatkan alokasi itu satu hal, mengefisienkan hal berikutnya yang harus kita kerjakan," imbuh eks Gubernur DKI Jakarta ini.
Perluasan basis pajak
Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistara, membeberkan, perluasan basis pajak dapat dilakukan dengan berbagai terobosan. Misalnya, pengenaan pajak kekayaan (wealth tax) yang berbeda dengan pajak penghasilan.
"Adapula, windfall profit tax atau pengenaan pajak pada komoditas yang alami anomali harga. Bisa dilihat saat komoditas batu bara sedang booming, harganya hingga dikenakan pajak 30% dari total laba tahun berjalan perusahaan batu bara. Ada lagi soal perluasan basis objek cukai, misalnya cukai minuman berpemanis dan kemasan plastik," ulasnya kepada Alinea.id.
Bhima menerangkan, semua poin tersebut belum pernah menjadi sumber pendapatan APBN. Padahal, menurut kalkulasinya, negara akan menerima sekitar Rp150 triliun per tahun dari pajak kekayaan. "Efek positifnya, rasio pajak akan naik signifikan."
Ia mengakui bahwa cara itu tidak populer karena pemerintah masih memiliki kepentingan dengan komoditas ekstraktif sehingga lobi pengusaha terdampak perluasan pajak ini lebih kuat daripada tekanan publik. Kendati begitu, langkah tersebut lebih baik dibandingkan menaikkan pajak karena tidak ada dampak buruk yang berarti.