Api dalam sekam di tengah panas-dingin hubungan PKB dan PBNU
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, mengklaim banyak kalangan yang mendorongnya maju sebagai calon presiden para Pemilu 2024. Salah satunya datang dari warga Nahdlatul Ulama (NU) atau nahdliyin.
"Itu keinginan sebagian besar warga kami, terutama nahdliyin dan nahdliyat supaya kita punya presiden yang mewakili warga nahdliyin," ujar Wakil Ketua DPR tersebut dalam keterangannya di sela acara “Doa Bersama Ulama dan Habib untuk Perdamaian Dunia” di Gedung Dyandra Convention Center, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (22/5).
Keinginan maju sebagai capres itu ia lontarkan dalam konteks persyaratan partainya bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yang terdiri dari Partai Golkar, PPP, dan PAN. Ia menginginkan, dirinya diusung menjadi capres koalisi itu.
Sehari berselang, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya meminta partai politik tak mengeksploitasi NU demi kepentingan politik identitas menjelang Pemilu 2024.
“Tidak boleh mengeksploitasi identitas NU untuk politik. NU ini untuk seluruh bangsa,” katanya di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (23/5), seperti dikutip dari Antara.
Ia tak menyinggung PKB, tetapi ditujukan kepada semua partai politik. Ia mengingatkan, partai politik tidak menggunakan NU sebagai senjata dalam konstelasi politik. Jika dilakukan, ia khawatir politik menjadi tak sehat.
Banyak kader PKB tak sejalan?
Saling melontarkan pernyataan itu membuat dugaan ada kerenggangan hubungan antara PKB dan PBNU. Namun, seperti dikutip dari Antara, Yahya menegaskan ia tak pernah menyatakan apa pun yang dapat membawa pengaruh negatif terhadap PKB.
Sebelumnya, Cak Imin juga memamerkan foto desain kaus bertuliskan “NU Kultural Wajib ber-PKB, Struktural Sekarepmu” di akun Instagram miliknya. Kaus yang disebutkan hasil desain pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, Imam Jazuli itu juga memantik polemik rumor renggangnya hubungan PKB dan PBNU.
Imbas rumor kerenggangan itu, diduga memicu sebagian kader PKB tak solid mendukung Cak Imin sebagai ketua umum.
“Terutama kader yang mendukung Gus Yahya saat Muktamar PBNU di Lampung,” kata seorang kader PKB yang tak mau disebut identitasnya kepada Alinea.id, Selasa (24/5).
Sebagai catatan, Muktamar NU ke-34 di Lampung pada 23-25 Desember 2021 sempat diwarnai persaingan sengit perebutan pucuk pimpinan PBNU antara Said Aqil Siroj dan Yahya Cholil Staquf. Said Aqil mendapat dukungan dari Cak Imin agar kembali memimpin PBNU. Sedangkan Yahya Staquf disinyalir mendapat dukungan dari adiknya yang menjabat Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Sebut sumber Alinea.id di PKB itu, rata-rata kader masih belum berani terang-terangan menentang Cak Imin karena takut dipecat sebagai anggota PKB. Namun, secara sembunyi-sembunyi, katanya, banyak kader yang tak sejalan lagi dengan Cak Imin.
"Hubungan PKB dengan PBNU pasca-muktamar, komunikasinya buruk,” ujarnya. “Satu sisi Cak Imin menjual politik atas nama NU, tapi di NU sendiri merasa tidak ada chemistry.”
Lebih lanjut, sang sumber mengatakan, banyak kader tak puas atas hasil Muktamar PKB ke-V di Bali pada 20-22 Agustus 2019, yang menjadikan Cak Imin sebagai mandataris tunggal dengan mengebiri peran dewan syura dan menghapus jabatan sekjen.
“Konflik ini belum selesai dan masih terkait erat dengan muktamar di Bali, yang menjadikan seolah-olah PKB ini saham 100% milik Cak Imin,” tuturnya.
Ia berujar, sejak Yahya menjabat Ketua Umum PBNU, PKB mulai terlihat tak sejalan. Pengaruh Yahya, sebut sang sumber, membuat Cak Imin kurang leluasa berpolitik di kalangan nahdliyin.
“Banyak orang NU menganggap PKB ini sudah enggak sehat. PKB ini tidak bisa menjadi jembatan aspirasi yang fair bagi orang-orang NU,” katanya.
Apalagi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang juga kader PKB kian moncer kariernya. Menurut sumber itu, Yaqut kini menjadi sosok yang kian dikhawatirkan Cak Imin bakal menggoyang kuasanya di PKB.
"Kalau Gus Yaqut disimbolkan, dalam tanda petik, itu lawan Cak Imin. Semua di internal tahu itu," katanya.
Sosok Yaqut yang punya basis di kalangan nahdliyin, akses luas ke jejaring NU, dan nasab ulama NU, dianggap oleh sejumlah politikus PKB sebagai figur kuat pesaing Cak Imin. Menurut sumber Alinea.id, Cak Imin pernah menegur Yaqut tak lama usai Yahya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU.
"Cak Imin memperingatkan Yaqut ‘jangan ganggu saya’. Persepsi Cak Imin terhadap Gus Yaqut kan sudah dianggap sebagai pengganggu," ucapnya.
Teguran “jangan ganggu saya” itu, menurut sang sumber, dimaknai loyalis Yaqut sebagai sinyal Cak Imin tak bisa lagi berkuasa penuh, tanpa dukungan PBNU yang dipimpin Yahya.
Para kader PKB yang berseberangan menginginkan Cak Imin tak dapat dukungan dari PBNU bila nyapres. Sebab, PBNU punya nilai tawar atau dimintai rekomendasi kadernya yang potensial maju sebagai capres-cawapres dalam Pemilu 2024.
"Kalau misalnya minta pendapat PBNU, otomatis PBNU akan mendorong beberapa nama kader-kader NU,” ujarnya. “Bisa Gus Yaqut, bisa Mahfud MD. Tentu yang dianggap sejalan dengan PBNU.”
Menanggapi isu ini, politikus PKB Abdul Kadir Karding yang pernah bersitegang dengan Cak Imin karena dicopot sebagai sekjen pada 2019, enggan berkomentar.
“Jangan saya untuk mengomentari hal itu,” katanya, Senin (23/5).
Imbas konflik masa lalu
Sementara itu, seorang sumber Alinea.id di PBNU membenarkan hubungan Yahya dan Cak Imin kurang harmonis belakangan ini. Hal itu, ada kaitannya dengan manuver kader PKB, yang dipengaruhi figur-figur kolega Gus Dur di PBNU.
"Gus Yahya sudah tentu orang Gus Dur. Enggak bisa dipungkiri, lihat aja struktur PBNU sekarang itu orang-orang Gus Dur di PKB (dahulu)," katanya, Selasa (24/5).
Rumor ketegangan antara Yahya dan Cak Imin, kata dia, merupakan buah dari permainan beberapa kolega Gus Dur di PKB dan PBNU. Targetnya, mendongkel Cak Imin dari pimpinan PKB dan menjegalnya di Pemilu 2024.
“Dulu kenapa Cak Imin begitu kuat di PKB? Ya, karena dia cucu pendiri NU dan akses ke jemaah (NU) terbuka lebar di masa kepemimpinan PBNU Kiai Said (Aqil Siroj),” ucapnya.
Namun, kini ada sosok Yaqut yang potensial menggeser posisi Cak Imin di PKB. Upaya yang tengah dilakukan untuk mengganti Cak Imin ialah mengurangi jangkauan terhadap basis pemilih NU dan memberi ruang lebar kepada Yaqut.
“Sejak awal syarat perebutan kepemimpinan PKB oleh Gus Yaqut cuma kurang satu, yakni akses ke PBNU,” kata dia.
“Maka, lobi-lobi sehingga Gus Yaqut jadi menteri agama. Gus Yahya maju ke PBNU. Syarat Gus Yaqut di PKB sudah penuh, Cak Imin makin khawatir.”
Dihubungi terpisah, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai, tren perebutan pucuk pimpinan partai politik sedang banyak terjadi, meski dengan kasus yang berbeda-beda.
“Tapi secara umum terjadi kemelut parpol, baik itu ‘kudeta’ maupun pengambil alihan kepengurusan,” kata Zaki, Senin (23/5). “Muncul karena dua faktor, dari internal dan eksternal.”
Faktor internal yang sering jadi pemicu adalah macetnya saluran berkarier di partai. Akhirnya, banyak kader potensial melawan karena tak puas dengan elite di dalam partainya.
“Banyak sekali contoh di kepartaian kita, kader-kader potensial, berprestasi, dan telah berjuang dari bawah, akhirnya disingkirkan atau terbuang hanya karena bukan orang dekat,” tutur Zaki.
“Sebaliknya, banyak orang yang tidak jelas, tiba-tiba dapat ‘karpet merah’ di posisi strategis, mungkin karena kedekatan atau kekuatan finansial.”
Zaki menuturkan, isu penggulingan pucuk pimpinan partai sempat berembus di Partai Golkar. Menurutnya, apa yang terjadi pada Golkar merupakan permainan pihak eksternal, dalam dugaannya pihak Istana, yang berupaya melemahkan calon potensial untuk mengamankan Pemilu 2024.
Rumor kudeta itu direspons Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto dengan membentuk Koalisi Indonesia Bersatu. "Supaya daya tawar politiknya lebih tinggi," ujar Zaki.
Sedangkan rumor konflik internal yang terjadi di PKB, ujar Zaki, merupakan potret tidak berjalannya merit system (sistem prestasi) secara baik. Sebab, sosok Cak Imin membuat PKB jadi sangat personal. Celakanya, Cak Imin banyak mendepak kader PKB yang potensial, hanya alasan punya relasi kuat dengan keluarga Gus Dur.
“Rekrutmen dan promosi model ‘perkoncoan’ makin menguat. Kepemimpinan menjadi sangat sentralistik,” ujarnya.
“Ini ironis juga, sebab parpol ini didirikan oleh champion demokrasi, yakni Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.”
Zaki menyebut, di PKB sangat banyak kader yang sakit hati dengan gaya kepemimpinan Cak Imin. Akhirnya, membentuk kelompok untuk mengambil alih PKB dari tangan Cak Imin.
Situasi itu makin panas dengan adanya kelompok di luar PKB, yang mensponsori friksi internal. Salah satunya dari Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, yang sedari Muktamar NU di Lampung tak memihak kepemimpinan Cak Imin di partai berlambang bola dunia dikelilingi sembilan bintang itu.
Dugaan perselisihan antara Cak Imin dan Yahya, menurut Zaki, adalah upaya Yahya untuk menaikkan nilai tawar, agar PKB lebih mengakomodir kader NU.
“Pendeknya, Pak Ketum PBNU (Yahya) ingin mengatakan, ‘jangan hanya memanfaatkan NU, tapi juga berikan akses bagi tokoh dan kader terbaik NU di PKB’,” kata Zaki.
Zaki melihat, Yahya mencoba membuka negosiasi aspirasi kolega Gus Dur, yang kini banyak menjadi pengurus PBNU. Pasalnya, sejak lama pendukung Gus Dur kehilangan tempat di PKB, imbas perseteruan Cak Imin dan Gus Dur di masa lalu.
“Wajar jika mereka, terutama yang di struktural (PBNU), menyatakan ketidakpuasannya dengan kepemimpinan PKB saat ini,” ucapnya.
Menurut Zaki, kompromi antara Cak Imin dan Yahya adalah salah satu cara meredam konflik di PKB dan PBNU. Ia menilai, tak elok bila konflik terus dibiarkan menjalar hingga ke kalangan nahdliyin. Seolah-olah warga nahdliyin menjadi senjata dalam pertarungan politik.
“Jika begitu, menurut saya, PKB harus terbuka selebar-lebarnya bagi kaum nahdliyin,” tutur Zaki. “Seharusnya konflik masa lalu menjadi pelajaran untuk lebih matang mengelola parpol.”