Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Sutan Riska, merekomendasikan agar penghapusan pegawai honorer ditunda hingga setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Kami berharap kebijakan penghapusan ini dapat ditunda setelah selesainya Pemilu Serentak Tahun 2024. Hal ini untuk mengeliminir politisasi penghapusan pegawai honorer menjelang Tahun Pemilu 2024," ujar Sutan Riska dalam keterangan resminya, Senin (20/6).
Penghapusan pegawai honorer tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Sutan Riska menilai, kebijakan ini membuat ribuan pegawai honorer di daerah mengalami keresahan.
Selain itu, penghapusan pegawai honorer juga akan menimbulkan permasalahan sosial. Hal ini dapat menyebabkan banyaknya pengangguran di daerah akibat hilangnya kesempatan bagi para pegawai honorer untuk bekerja.
Pada kesempatan yang sama, Sutan Riska juga bicara soal Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terkait pemberian insentif kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Menurutnya, kebijakan itu belum terealisasi karena belum adanya Peraturan Menteri yang mengatur soal insentif tersebut.
"Hingga saat ini, Peraturan Menteri yang mengatur pemberian insentif tersebut belum juga terbit, sehingga kepala daerah, termasuk bupati tidak berani menerima ataupun mengambil insentif dimaksud," ujarnya.
Lebih lanjut, isu yang belum terealisasi adalah soal kenaikan pendapatan kepala daerah. Pihaknya merekomendasikan, kenaikan pendapatan kepala daerah dapat diambilkan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Kami mengusulkan konsep kenaikan pendapatan kepala daerah dapat diambilkan dari PAD sehingga tidak memberatkan keuangan pusat, serta ini akan memacu semangat bagi kepala daerah untuk berlomba-lomba meningkatkan PAD masing-masing," kata Sutan Riska.
Rakernas XIV Apkasi dibuka oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang memberikan apresiasi atas digelarnya forum ini. Tito menyampaikan, forum rakernas dapat dimanfaatkan para bupati sebagai wadah untuk menyuarakan segala persoalan yang ada di daerah.
Tito mengungkapkan, kewenangan kepala daerah untuk mengelola wilayahnya melalui otonomi daerah diharapkan dapat menciptakan daerah yang kuat dan mandiri secara finansial.
"Contoh yang kuat finansialnya seperti Kabupaten Badung Bali sehingga ia bisa membuat program apapun. Diakui belum banyak daerah yang bisa memenuhi kriteria ini, sehingga tentu harapannya ke depan akan muncul daerah-daerah lain yang kuat mandiri secara finansial,” ujar Tito.
Terkait kondisi global dan kondisi politik nasional jelang Pemilu 2024, Tito meminta para kepala daerah menyikapinya dengan bijak. Hal ini dapat menjadi sebuah tes yang menguji sistem pemerintahan dari para penjabat kepala daerah.
"Apakah menjadi kuat karena adanya para penjabat yang berprestasi sementara rekan-rekan kepala daerah hasil pilkada berguguran karena tersandung kasus," ujar Tito.
Tito mengingatkan kepada kepala daerah untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan publik. Ini merupakan arahan dari Presiden Jokowi yang menginginkan reformasi birokrasi, khususnya dalam hal perijinan yang memudahkan investor masuk ke tanah air.
Selain itu, Tito juga memberikan catatan terkait rendahnya daya serap APBD di sejumlah daerah. Menurutnya, kepala daerah perlu membelanjakan anggaran daerah agar uang beredar di masyarakat. Sehingga, daya beli akan naik dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Lebih lanjut Tito menilai, pentingnya menggerakkan UMKM sebagai salah satu sektor yang dapat bertahan di masa pandemi. Ini dapat didorong melalui e-katalog dan toko daring yang telah disiapkan LKPP.
"Ini semacam marketplace yang dibuat resmi oleh pemerintah, dan menurut saya ini bagus sekali konsepnya. Kami akan menolak APBD provinsi jika tidak melampirkan daftar 40% belanja produk lokal, demikian juga di tingkat kabupaten dan kota diharapkan nantinya para gubernur juga melakukan hal yang sama," tutur Tito.