Pemilih gamang atau undecided voters bakal jadi penentu kemenangan di Pemilihan Gubernur Jawa Tengah (Pilgub Jateng) 2024. Survei Litbang Kompas yang dirilis pekan lalu menunjukkan masih ada 43,1% pemilih di Jateng yang belum menentukan kandidat yang bakal dipilih pada saat pencoblosan akhir November nanti.
Arah bandul pemilih gamang jadi kunci kemenangan lantaran elektabilitas kedua paslon bersaing ketat di papan survei. Sigi Litbang Kompas menemukan pasangan Andika Perkasa—Hendrar Prihadi punya tingkat keterpilihan 28,8%, sedangkan pasangan Ahmad Luthfi—Taj Yasin mengoleksi 28,1%.
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad mengatakan hasil survei Kompas serupa dengan yang dilakoni SMRC. Menurut dia, tingginya angka pemilih gamang di Pilgub Jateng terutama disebabkan karena tingkat keterkenalan para paslon masih rendah.
“Banyak warga belum mengenal para calon. Survei kami menunjukkan hanya 67% yang tahu calon gubernur. Jadi, wajar kalau banyak yang pilihannya belum mantap,” ujar Saidiman kepada Alinea.id di Jakarta, Kamis (7/11) lalu.
Dalam survei SMRC yang dilakoni pada periode 17-22 Oktober 2024, sebanyak 42% pemilih yang sudah menentukan pilihan masih memiliki kemungkinan untuk mengubahnya alias swing voters. Pemilih masih menunggu momen debat dan program-program yang ditawarkan para kandidat.
Selama ini, menurut Saidiman, sosialisasi masif lebih banyak dilakukan oleh Ahmad Luthfi. Andika yang diputuskan diusung PDI-Perjuangan di menit-menit akhir baru aktif berkampanye selama beberapa pekan di Jateng.
"Warga Jateng pada dasarnya menunggu tokoh lain. Sekarang sudah ada lawan Ahmad Luthfi, yakni Andika. Namun, sosialisasi baru dilakukan. Karena itu, basis Andika masih lebih banyak di perkotaan dan warga yang memiliki akses informasi yang lebih baik," kata dia.
Selain tawaran program dan performa debat, menurut Saidiman, intervensi politis berupa gelontoran bantuan sosial dan politik uang juga potensial mengubah preferensi politik pemilih gamang. Itu potensial terjadi lantaran ada kandidat yang disokong oleh lingkaran kekuasaan.
Di luar itu, Saidiman mengusulkan sejumlah strategi untuk menggaet simpat swing voters di Jateng. "Harus ada penetrasi calon maupun tim secara langsung ke warga. Warga harus diyakinkan mengenai tawaran program calon. Momentum seperti debat publik harus dimanfaatkan secara maksimal," imbuhnya.
Peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa sepakat mayoritas pemilih di Pilgub Jateng masih gamang karena belum sepenuhnya mengenal para kandidat. Sebelum putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memangkas syarat kursi pencalonan keluar, hanya nama Luthfi yang beredar sebagai calon gubernur.
"Namun, setelah putusan tersebut keluar, nama Andika Perkasa mulai muncul. Tetapi, sosialisasi dari pihak Andika-Hendy, menurut saya, belum sekuat yang dilakukan oleh Luthfi. Jadi, ini membuat pemilih masih bimbang," kata Ardha kepada Alinea.id.
Faktor lainnya, kata Ardha, ialah mobilisasi politik yang masih rendah. Tim kampanye dan mesin parpol juga belum bekerja maksimal mempromosikan para kandidat.
"Karena PDI-P berfokus mempertahankan kandang mereka di sana. Koalisi yang mendukung Lutfi-Yasin juga masih terjebak dalam dikotomi politik yang membuat mesin partainya belum bergerak signifikan," ujar Ardha.
Baik Andika-Hendy maupun Luthfi-Taj, menurut Ardha, punya peluang untuk menggaet suara pemilih gamang. Langkah yang paling efektif ialah turun langsung ke masyarakat dan memasifkan sosialisasi program-program mereka jika menjabat nanti.
"Sosialisasi harus dilakukan di berbagai media untuk menjangkau pemilih yang masih bimbang," ujar dia.