close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bendera Partai Buruh. Alinea.id/Catharina
icon caption
Ilustrasi bendera Partai Buruh. Alinea.id/Catharina
Politik
Sabtu, 13 Mei 2023 06:15

Arah politik buat gaduh di Partai Buruh

Saling silang pendapat terjadi di organisasi dalam Partai Buruh terkait dukungan terhadap capres tertentu.
swipe

Di internal Partai Buruh sedang terjadi “gaduh”. Perkaranya, partai politik yang dipimpin Said Iqbal itu silang pendapat terkait sikap politik menjelang Pemilu 2024.

“Kami di dalam sedang terjadi perdebatan antar 11 unsur pendiri Partai Buruh,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Buruh, Illhamsyah kepada Alinea.id, Minggu (7/5).

Ilhamsyah mengaku, 11 serikat buruh yang tergabung di dalam partai berlambang padi itu terpecah menjadi tiga kelompok yang saling berseteru. Kelompok pertama, yang tidak menghendaki Partai Buruh mendukung calon presiden yang diusung partai politik pendukung Undang-Undang Cipta Kerja. Kelompok kedua, yang ingin mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres pada Pemilu 2024. Dan, kelompok ketiga, yang ingin mendukung Anies Baswedan sebagai capres pada Pemilu 2024.

Dilema dukung-mendukung

Silang pendapat mengemuka, setelah beberapa waktu lalu Presiden Partai Buruh Said Iqbal memberikan kode keras mendukung Ganjar sebagai capres. Dalam keterangan tertulis, Jumat (21/4), Said menyampaikan diusungnya Ganjar sebagai capres oleh PDI-P sejalan dengan aspirasi sebagian besar kader.

Ia mengatakan, hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Buruh pada 14-17 April 2023 di Jakarta menjaring empat nama sebagai capres, yaitu Ganjar, Said Iqbal, Najwa Shihab, dan Anies.

“Nama Ganjar Pranowo menempati urutan pertama dukungan terbanyak,” ujar Said, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (22/4).

Said mengklaim, Ganjar didukung kader dan pengurus Partai Buruh lebih dari 20 provinsi. Meski begitu, Said menyatakan, penetapan resmi capres 2024 dari Partai Buruh baru akan ditentukan usai konvensi capres partainya pada Juli 2023.

Saat peringatan Hari Buruh Internasional, Senin (1/5), sejumlah serikat buruh pun bersua Ganjar di Kantor Perwakilan Provinsi Jawa Tengah di Jakarta Selatan. Pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah itu dipimpin Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. Andi menyatakan, akan total mendukung Ganjar.

 Presiden Partai Buruh, Said Iqbal./Foto partaiburuh.or.id

Semenjak dinamika pencapresan itu bergulir, Ilhamsyah menyebut, organisasi di dalam Partai Buruh cukup banyak yang tak sejalan dengan elite partai. Terlebih setelah elite partai politik itu “main mata” dengan kandidat capres tertentu, dan menunjukkan gelagat ingin mendukungnnya.

Saat ini pun, ada dua pendapat yang mengemuka di internal Partai Buruh, yakni mendukung capres dengan tak bergabung dalam koalisi atau tak mendukung capres sama sekali.

“Karena Partai Buruh sudah mengatakan, tidak berkoalisi dengan partai politik yang mendukung Undang-Undang Omnibus Law (Cipta Kerja). Sementara calon yang saat ini muncul, didukung partai pendukung Undang-Undang Omnibus Law,” ucapnya.

Ada sebagian organisasi di Partai Buruh yang berpikir, tak mendukung capres manapun tetap memungkinkan Partai Buruh meraih suara untuk lolos ke parlemen. Alasannya, Partai Buruh mengambil peran berbeda dengan partai lain yang cenderung mendukung UU Cipta Kerja.

“Selain itu, ada kawan-kawan yang masih mengatakan, kita tidak berkoalisi dengan partai, tapi bisa mendukung secara langsung calonnya untuk membuat kontrak politik,” katanya.

Jika terpaksa harus mendukung capres, pihaknya bakal menawarkan sejumlah poin kontrak politik terkait isu perburuhan, seperti jaminan upah layak, pendidikan gratis, air bersih, dan penghapusan tenaga kerja kontrak.

"Selanjutnya soal reforma agraria. Kalau dia bersepakat dengan land reform tanah untuk petani atau redistribusi tanah untuk petani, akan kami dukung," ucap Ilhamsyah.

Perdebatan yang masih menghangat di antara organisasi di Partai Buruh, kata Ilhamsyah, bakal diselesaikan melalui rapat besar pada Juni mendatang. Tujuannya, menentukan pilihan politik yang paling memungkinkan.

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)—salah satu organisasi di Partai Buruh—termasuk yang tak sepakat bila Partai Buruh berkoalisi dengan partai politik pendukung UU Cipta Kerja.

"Kami dalam posisi tidak menghendaki Partai Buruh mendukung Ganjar dan Anies yang sama-sama didukung partai pendukung Undang-Undang Cipta Kerja," ujar Wakil Ketua KPBI Jumisih, Selasa (9/5).

Menurutnya, KPBI menginginkan Partai Buruh memperkuat organisasi internal untuk menghadapi Pileg 2024 daripada menghabiskan pikiran menghitung peluang meraih suara dengan mendukung capres partai lain. Lebih baik, lanjutnya, semua pengurus fokus merancang pemenangan caleg dan kesiapan daerah. Ia mengakui, kini di internal Partai Buruh tak solid.

“Kami sejauh ini mendorong ada tahapan-tahapan menuju konvensi, supaya ada partisipasi yang aktif dari kader-kader Partai Buruh di Indonesia,” ucapnya.

“Tahapan-tahapan itu penting karena menjadi acuan untuk menjalankan proses demokratisasi di internal Partai Buruh.”

Sejauh ini, katanya, masih banyak organisasi dan anggota Partai Buruh yang hanya berperan sebagai kameo. Tak aktif dilibatkan dalam kepartaian. Padahal, organisasi di Partai Buruh tak menghendaki partai itu dikelola secara elitis oleh segelintir orang di pucuk pimpinan.

Tak seirama

Aksi unjuk rasa serikat buruh menolak UU Cipta Kerja./Foto partaiburuh.or.id

Sementara Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengaku, sejak awal pesimis Partai Buruh bakal menjadi saluran aspirasi kaum pekerja. Sebab, ia melihat niat pembentukannya hanya ingin menjaring suara buruh untuk meloloskan segelintir elite ke kekuasaan. Nining menyadari hal itu, dari sikap partainya yang condong ingin mendukung capres potensial, seperti Ganjar, ketimbang merancang program masif mengatasi masalah perburuhan.

Senada dengan Jumisih, ujar Nining, tak elok Partai Buruh mendekati capres yang didukung partai politik pendukung UU Cipta Kerja. Padahal, pimpinan Partai Buruh pernah berujar, tak berniat mendukung capres dari partai pendukung UU Cipta Kerja.

"Partai politik yang berkuasa mayoritas merupakan pendukung berbagai macam regulasi yang tidak berpihak kepada buruh," ucap Nining, Senin (8/5).

Saat ini, wajar bila narasi perjuangan buruh agak luruh karena katanya, Partai Buruh sedang berusaha menjadi pendukung Istana, dengan mendukung Ganjar. “Apalagi sebagai partai baru (ikut lagi dalam pemilu), memang tak bisa mengusung calon presiden. Tapi, paling tidak, seharusnya menarik empati dan konsisten terhadap perjuangan,” kata Nining.

Secara organisasi, menurutnya, KASBI tak akan mendukung keputusan Partai Buruh bila ikut menyokong capres dari partai politik pendukung UU Cipta Kerja. “Gerakan buruh memang tidak terlepas dengan kekuatan politik,” ujarnya.

“Tapi, kekuatan politik ini bukan kemudian menjadi tawar-menawar untuk kompromi segelintir orang.”

Nining menyarankan agar buruh tak terjebak dalam retorika dukungan ke capres yang disokong partai politik pro-UU Cipta Kerja. "Buruh harus cerdas memilih," kata Nining.

Terpisah, peneliti ketenagakerjaan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Triyono mengatakan, sejak lama elite Partai Buruh selalu berusaha mendekat ke kekuasaan. Bedanya, saat ini menggunakan medium partai politik, bukan konfederasi.

“Pada 2019 itu juga melakukan manuver lewat konfederasi,” tuturnya, Selasa (9/5).

Politisi dalam Partai Buruh mengubah strategi agar punya nilai tawar di masyarakat dan elite partai politik lainnya. Sebab, sudah terbukti gagal berkuasa dalam bentuk konfederasi.

“Mereka (politisi di Partai Buruh) ingin mengakumulasi aspirasi buruh untuk bisa masuk ke kekuasaan,” ucap Triyono.

Infografik Partai Buruh. Alinea.id/Catharina

Lebih lanjut, Triyono berpendapat, sejak reformasi semua organisasi di Partai Buruh memang tak seirama dalam hal perjuangan. Karenanya, wajar bila terjadi perselisihan paham dalam menentukan format politik, yakni berkoalisi atau tak mendukung capres manapun.

“Gerakan buruh itu bervariasi dan warna-warni. Bahkan, sekarang ada 21 konfederasi di nasional. Itu juga memiliki suara masing-masing berbeda,” katanya.

"Kalau kita belajar dari 2019, mereka terbagi ke dalam tiga kotak. Pertama, menyatakan pro kepada Jokowi. Kedua kepada Prabowo. Ketiga, independen," kata Triyono.

Karakteristik organisasi buruh yang berbeda format perjuangan, menurut Triyono, tak akan berbuah limpahan suara kepada Partai Buruh. Maka, ia melihat partai ini sulit tembus ke parlemen.

“Jadi, ketika berbicara buruh, tidak berbicara dalam hal tunggal. Itu nuansanya (kepentingan) banyak sekali,” katanya.

“Kalau ditanyakan itu solid, ya jelas tidak akan solid.”

Di sisi lain, Triyono menuturkan, masing-masing organisasi buruh yang punya aneka ideologi bakal memiliki agenda lain dalam perhelatan Pilpres 2024. "Jadi jelas mereka tidak akan satu suara," kata Triyono.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan